Mohon tunggu...
parman rudiansah
parman rudiansah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi membaca, tidak suka berisik, dan menulis puisi bagian caraku menafsir tabir

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Begitukah

16 Oktober 2024   10:21 Diperbarui: 16 Oktober 2024   10:39 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahta adalah kesenangan

Berjalan menindih meludah kepala 

Pindah kesana kemari 

Pindah untuk menyelamatkan

Sekaligus kebiasaan 

Memaksa dunia menerima

Dipojok bambu sekelompok ibu ibu tua

Mengetahui ketidak tahuan

Merangkai kata indah 

Sangat meyakinkan 

Penambahan pengurangan wacana hal biasa

Dibelantara sana darah mengering

Bersimbah berserak dipanggang matahari

Dipagari kawat ilalang

Keluhan segelintir memaksa bertanya

Kenapa?

Mereka tanpa busana tanpa prasangka

Berdampingan tanpa kejadian

Sangat biasa. harus jadi masalah

Jangan dilebar lagi

Apa apa diluar sana?

Di dalam jeruji

Kaum pesakitan tertawa renyah

Berkata bagaimana keluar untuk masuk kembali

Ada juga tak ingin kembali. kebanyakan

Di ruang kebebasan

Spanduk terbentang

Hardik caci adalah kebutuhan 

Minum makan habis kadang ambil saja lagi 

Lupa hak yang terinjak dan sengaja

Ini soal standar. bukan?

Asing dan keterasingan 

Laku baik adalah kesepakatan

Kalau tidak

Meyimpang? 

Diatas kasur. ruang 3x4

Tergeletak manusia yang hilang akal

Seperti sejoli sesama lelaki

Juga sesama wanita

Tak berdaya di sergap budaya

Di kota sekumpulan serpihan

Dan potongan selongsong

Penggalan kepala bertumpuk tindih

Kesenangan atas nama keabadian

Orang orang berkata betulkah semua sudah kembali

Ataukah ini hanya kebiasaan yang diulang

Tetanggaku waras disatu sisi sisi lainnya aku pun tak paham

Ingin aku berlari dari lorong

Menarik napas dalam dan menghempas 

Hidup diantara hanya mengundang petaka

Bertumpuk pikiran merubah segala

Adakah dunia tanpa

Adakah dunia ilusi

Adakah dunia yang penuh dawai

Adakah dunia

Lantas apakah ini juga 

Yang terkadang penuh dengan tanya

Tanpa jawaban

Mengikuti dengan sedikit paksaan, kalau tidak 

Sepenggal tubuh membengkak

Digerogot belatung

Paruh baya terseok 

Diemper jalan mereka hanya bersembunyi

Menyembunyikan kegelapan saat terang benderang

Tabuhan pengingat tak pengaruh 

Selusin waktu bergejolak

Menantang standar. Kadang

Ataukah inilah keseimbangan itu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun