Mohon tunggu...
parman rudiansah
parman rudiansah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi membaca, tidak suka berisik, dan menulis puisi bagian caraku menafsir tabir

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kamu

17 September 2024   21:38 Diperbarui: 17 September 2024   21:42 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekumpulan mawar menari

Semerbak menusuk harum

Jangan tanya seperti apa rasaku

Kau tahu maksudku

Lebah bercengkrama ria

Mungkin menceritakan kebodohanku

Matanya melirik

Ku pastikan begitu

Akh kau tau maksudku

Burung elang memekik diatas awan

Mungkin meminta hujan

Kata merpati terbahak

Hujan kebahagiaan

Kau tahu maksudku

Angin yang membelai keningku

Semilir membelai semuanya

Tak terkecuali

Gunung berayun 

Kemarau sebentar lagi pergi

Aku rindu di belai matahari 

Tapi

Kali ini akan berbeda

Angin itu seperti kau berbisik selalu padaku

Gunung itu seperti merayuku datang

Burung itu seperti mengajakku bernyanyi

Lebah seperti mengajakku menari

Mawar nampaknya mengajakku melanjutkan simfoni agungnya

Kau yang selalu hadir

Diurat syarafku setiap hari

Kau yang selalu hadir dalam mimpiku

Kau yang selalu tersenyum mengajakku rindu

Kenapa 

Bukankah rembulan itu menemanimu

Bukankah matahari menunjukkan jalan padamu

Bukankah sisi dunia adalah tempatmu

Dan lagi

Angin membersamaimu

Petualang sepertiku

Aku rasanya tidak mungkin

Memetik sekuntum mawar putih dan menyimpannya di celah telingamu

Kamu tersenyum tanpa kata

Kau kembali mengeja ayat ayat

Aku tak faham

Kau kembali menatap erat mataku

Aku sungguh 

Sungguh tak sanggup melihatmu

Kau genggam tanganku 

Aku sudah nyaman begini

Kau paksa aku membuka jendela

Dan ku lihat pelangi diantara matamu

Lantas

Kemana perginya Dwi warnaku

Aku berdiri tegak tanpa lelah

Entah berapa deburan hingga batu berhambur

Berjalan tanpa ragu disepanjang tebing

Diam diantara kegelapan adalah duniaku

Kau ajari aku menemukan jalan lain

Berjalan anggun diantara bunga

Bernyanyi diantara lebah

Dan kau kembali ajari aku

Membelai Sukma tanpa kata

Kau bisikan padaku

Pedang Padang pasir

Yang tergeletak tanpa tuan

Kau memotong nadiku dan sekarang

Nadi itu bersambung padamu

Kau lantunkan suar

Setengah nafas kau bilang

Aku milikmu

Duniamu adalah duniaku

Nafasmu adalah nafasku

Kau pejam mata yang ragu

Aku merasakan 

Aliran darah dan detak jantungku seirama

Melodi indah dunia yang aku rasakan

Tak lagi kata mampu kuucap

Kau ajari aku bermimpi dalam cemara dan berjalan dalam samudra sukma

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun