Mohon tunggu...
parman rudiansah
parman rudiansah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi membaca, tidak suka berisik, dan menulis puisi bagian caraku menafsir tabir

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ulang

28 Agustus 2024   23:59 Diperbarui: 29 Agustus 2024   00:00 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

17 Agustus kemarin

Kita telah lalui bahkan mungkin akan lagi

Pesan sengaja agar dilihat dan direnung ulang

Rakyat memang pemegang kedaulatan

Yang berarti kekuasaan mutlak

Berarti pula bebas menyatakan kepada yang diwakilkan

Wakil sendiri harus sadar diri

Wakil tetap saja bukan pemegang kekuasaan

Wakil hanya menyampaikan tidak lantas menjadi kebenaran penuh

Wakil harus bolakbalik menanya dan menimbang ulang

Pesan sudah disampaikan

Berharap pegangan memberi ruang kebebasan

Saran Memang berisik bagi yang tak suka

Itu

Lebih baik dari pada mengumpat

Ujaran kebencian

Padahal kita tak pernah tau itu benci atau cinta

Apa itu benci dan cinta ...

Apakah itu sama atau berbeda

Nyatanya bahasanya begitu apa adanya

Merasakan lebih tau dibanding mereka yang tinggal membulak balik tinta

Kita sudah merdeka katanya sambil menghempas kepulan kretek di bibirnya

Padat dan berisi

Betulkah kita sudah merdeka

Bukankah banyak rakyat kehilangan tanahnya

Bukankah masih banyak rakyat kehilangan haknya

Hak mencela dan memuja

Hak membenci dan mencinta

1999 beberapa tahun silam menitip pesan

Kebebasan

Betulkah hak itu hadir

Betulkah rakyat mendapat jawaban

Nyatanya rakyat harus tetap berjibaku

Adil itu tidak mudah

Menghadirkannya di depan meja bagaikan memetik buah dari mimpi

Wakil telah lahir kembali

79 tahun hari jadi ini

Waktu kewaktu merenungi

Mungkinkah kita mampu tahu diri

Awan berarak di puncak

Penuh siap

Angin berlarilari sejak kemarin

Mengorkestra di denyut Nusantara

Generasi silih berganti

Indonesia akankah tinggal nama

Ataukah menjadi esensi bersama

Dayung bersama tidak mudah

Tapi

Harus mampu menjawab kegundahan

Jadi Indonesia bukan sendiri

Indonesia adalah kita

Bersama dalam suka duka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun