Mohon tunggu...
parman rudiansah
parman rudiansah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi membaca, tidak suka berisik, dan menulis puisi bagian caraku menafsir tabir

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sihir Malam

28 Agustus 2024   11:38 Diperbarui: 28 Agustus 2024   11:47 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dengar dengungnya jantung seketika rasanya bergemuruh

Tau rasanya bagaimana lagu itu begitu memikat

Sihirsihir cinta. Makeup tebal biduan sayang

Bergoyang bak ilalang menari di pinggiran hutan belakang pedukuhan

Kepulan-kepulan menyerbak. Mata merah. tambah suasana makin syahdu

Kepala berdenyut seiring drum

Biduan menanti saweran. Memanggil bos-bos pedukuhan naik panggung bersama

Berdendang. Bergoyang. Tak kuasa menolak

Sihir dunia tak ada duanya.

Meski hanya sebentar saja menghirup farpum itu 

Semua nampak berseri. Merona. Coba saja

Suara merdu menembus telinga hingga rongga dada sayang

Di panggung, dimanapun rasanya pasti tergoda

Tangan tak terkendali saat pinggul itu mulai mengikuti irama

Dingin malam ini jadi panas. Biduan memanggil dengan jentik lentik 

Imut dan hangat enak sekali dipandang

Tak kuasa bukan menahannya

Bergoyanglah sampai pagi

Nikmatilah sebelum berhenti

Tlah datang waktunya. Irama memanggil Sukma yang lama bersemayam

Jiwa liar itu melukis jelas diatas panggung

Meronta. Bergelayut dalam lumpur melodi

Kemasgulan hilang seketika 

Tak ada tanya. Semua berdiri mengangkat tangan

Tangantangan tak terbendung. Ubunubun bergerak spontan saja

Saksi. Semua bersaksi atas nikmatnya iringan lagu

Dibelakang nampak berduyun terseok berebut panggung 

Jelas saja. Berebut minta berbagi goyang yang walau sebentar saja. Obat keras hidup yang tak jelas

Lagu itu permersatu sekaligus awal lain kalau tak mampu menahan diri

Siapa pula mampu menahan hasrat di panggung malam itu

Akh tak ada. Pun 

Mahluk nampak berseri malam itu

Malam yang disulap. Luar nalar

Nampak jejak jelas

Jurang penat tak lagi nampak

Hiburan rakyat tak ada bandingan bukan

Tak ada uang bukan alasan sayang

Sayang sayang tak kebagian 

Oh jangan. Kalau tidak bisa acak acakan

Coba saja. Dan perhatikan. Rasakan sendiri sensasi. Jangan memaksa diri. Biarkan saja

Malam pedukuhan seribu lantunan itu saja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun