Pertamina saat itu melakukan inovasi dengan meluncurkan produk Pertalite yang dalam waktu 8 bulan sudah menjadi penjualan produk terbesar setelah Premium. Langkah cerdas, sehingga volume konsumsi BBM masyarakat tetap terjaga, Pertamina tetap dapat untung dan negara tidak terbebani subsidi.
Kinerja dan inovasi Pertamina (saat itu), akhirnya mendapatkan kepercayaan dari Presiden Jokowi sehingga blok Mahakam yang habis kontraknya di 2018, maka di tahun 2015 sudah diserahkan ke Pertamina. Bayangkan coba, blok yang masih menyimpan minyak dan gas yang sangat besar diberikan "gratis" ke Pertamina, dengan harapan Pertamina terus mendukung program Pemerintah dibidang energi.Â
Gayung bersambut, saat Presiden Jokowi mencanangkan BBM 1 harga yang dimulai di Papua di tahun 2015 dan direalisasikan di tahun 2016, Visi besar Presiden Jokowi didukung oleh Dirut Pertamina saat itu. Meski Pertamina menanggung kerugian (selisih biaya sampai Rp 800 miliar) untuk mendukung program BBM 1 harga di Papua, tetapi Sang Dirut yakin, keuntungan Pertamina dengan efisiensi, pengelolaan blok terminasi dan lainnya, maka keuntungan Pertamina akan meningkat berlipat-lipat.
2016, Keuntungan Pertamina terbesar sepanjang sejarah saat Pendapatan terpuruk
Di tahun 2016, benar-benar terjadi. Saat harga minyak masih sangat rendah dikisaran US$ 40 per barrel, serta adanya berbagai penugasan Pemerintah agar Pertamina menjaga pasokan BBM dan mendukung BBM 1 harga di Papua, tidak membuat Pertamina kolaps, justru Pertamina semakin membesar. Keuntungan 2016 tercatat sebesar US$ 3,15 miliar.
Itulah nasib Dirut Pertamina saat itu (Dwi Soetjipto) yang dicopot Menteri BUMN Rini Soemarno saat itu.
Jangan mencari pembenaran, bahwa saat ini Petronas juga rugi, karena masih banyak perusahaan minyak dunia lainnya yang justru melejit keuntungannya seperti Exxon dan lainnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H