Dalam diskusi dengan pejabat Israel, ia juga tidak ragu untuk menunjukkan semua yang telah dilakukan Trump untuk Israel. Dalam masa jabatan pertamanya, Trump memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel, dan memotong bantuan AS untuk Arab-Palestina. Kadang-kadang dalam diskusinya dengan pejabat Israel, ia juga menunjukkan kesediaan Trump untuk menghadapi tekanan politik demi mendapatkan kesepakatan dan memohon kepada Israel untuk melakukan hal yang sama.
Kepada Hamas, pesannya, yang disampaikan melalui Qatar, adalah : Kecuali kalian siap mati, katakan padaku mengapa kalian tidak melihat ini sebagai kesepakatan yang pada akhirnya dapat mengakhiri perang?
Witkoff juga menjalin hubungan dekat dengan keluarga sandera. Mereka menyatakan kekhawatiran bahwa orang-orang yang mereka cintai akan tertinggal di tahap kedua kesepakatan, saat mereka seharusnya dibebaskan, khususnya khawatir apakah akan ada cukup tahanan Arab-Palestina yang ditahan Israel untuk dipertukarkan: Jumlah tersebut dimasukkan ke dalam kerangka kesepakatan yang disetujui Mei lalu, dan jika tidak ada Tahap 1, tidak akan ada Tahap 2, yang masih harus dinegosiasikan.
Tahap 1 bisa saja gagal kapan saja selama enam minggu ke depan. Sandera Amerika pertama, Keith Siegel, tidak dijadwalkan untuk dibebaskan hingga Hari ke-14 gencatan senjata, menurut dua pejabat yang mengetahui masalah tersebut. Lima keluarga Amerika lainnya tidak akan bisa membawa pulang anak-anak mereka, hidup atau mati, kecuali gencatan senjata berlanjut hingga tahap kedua.
Perkembangan ini menunjukkan kompleksitas situasi di Jalur Gaza, terutama terkait gencatan senjata antara Israel dan Hamas, serta tantangan yang dihadapi dalam mencari solusi jangka panjang. Rencana relokasi warga Gaza ke negara lain, termasuk Indonesia, menghadapi tantangan serius di tingkat domestik dan internasional.
Relokasi warga Gaza ke Indonesia
Indonesia memiliki sejarah hubungan emosional dengan Arab-Palestina sebagai bagian dari solidaritas terhadap perjuangan rakyat Arab-Palestina. Namun, sikap terhadap Hamas berbeda. Meski ada simpati di tingkat masyarakat, pemerintah Indonesia secara resmi tidak mengakui Hamas sebagai perwakilan eksklusif Arab-Palestina. Indonesia juga mendukung solusi dua negara dan menolak tindakan kekerasan dari kedua belah pihak.
Relokasi warga Gaza ke Indonesia bisa memicu debat politik dan sosial yang intens. Beberapa kelompok mungkin mendukung langkah ini sebagai bentuk kemanusiaan, sementara lainnya akan menyoroti potensi risiko keamanan, ketegangan sosial, atau beban ekonomi.
Usulan relokasi ini berisiko dipandang sebagai bentuk tekanan untuk mengusir rakyat Arab-Palestina dari tanah yang mereka duduki, yang dapat memperburuk citra pihak-pihak yang terlibat dalam proses tersebut, termasuk Israel dan AS.
Indonesia dapat memainkan peran dengan cara lain, seperti memberikan bantuan kemanusiaan langsung di Gaza atau mendukung upaya internasional untuk membangun kembali wilayah tersebut, alih-alih menerima relokasi besar-besaran.
Keseluruhan situasi ini membutuhkan pengelolaan diplomatik yang hati-hati agar tujuan kemanusiaan dapat tercapai tanpa menimbulkan ketegangan atau pelanggaran hak asasi manusia bagi warga Arab-Palestina. Relokasi hanya dapat menjadi opsi jika diterima secara sukarela oleh warga Gaza dan didukung secara global sebagai bagian dari solusi menyeluruh untuk konflik.