Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemecatan Jokowi dan Dinamika Transisi Kepemimpinan

18 Desember 2024   18:17 Diperbarui: 18 Desember 2024   18:17 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemecatan Jokowi dan Dinamika Transisi Kepemimpinan

PDIP akhirnya pecat Joko Widodo alias Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution.

Jokowi, Gibran Rakabuming, dan Bobby Nasution dipastikan telah melanggar kode etik dan disiplin partai. Bahkan secara terang-terangan, Jokowi, Gibran Rakabuming dan Bobby Nasution melawan keputusan partai PDIP.

PDIP telah resmi memecat Presiden Ke-7 RI Jokowi, putranya Gibran Rakabuming Raka, serta menantunya Bobby Nasution pada Senin 16 Desember 2024.

Keputusan itu sekaligus menegaskan sudah tak ada lagi hubungan antara PDIP dengan Jokowi, Gibran, dan Bobby Nasution sebagai kader partai.

Latar belakang pemecatan

Pemecatan Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution dari keanggotaan PDIP pada 16 Desember 2024 menandai puncak dari ketegangan yang telah berkembang antara mereka dan partai selama beberapa waktu.

Ketegangan mulai muncul ketika Gibran Rakabuming Raka, yang saat itu menjabat sebagai Walikota Surakarta dan kader PDIP, menerima pencalonan sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto dalam Pemilihan Presiden 2024. Langkah ini bertentangan dengan keputusan PDIP yang mencalonkan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden.

Presiden Jokowi, yang seharusnya netral atau mendukung calon dari partainya, dituduh menunjukkan preferensi terhadap Prabowo Subianto, lawan politik PDIP. Hal ini memperburuk hubungan antara Jokowi dan PDIP, yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri.

Bobby Nasution, menantu Jokowi dan Walikota Medan, juga menunjukkan dukungan terhadap Prabowo-Gibran, yang berseberangan dengan garis partai. Akibatnya, ia dipecat dari PDIP pada Nopember 2023.

Dampak pemecatan

Pemecatan tokoh-tokoh penting ini mencerminkan upaya PDIP untuk menegakkan disiplin partai dan konsistensi dalam dukungan politik. Langkah ini juga menunjukkan PDIP tidak ragu mengambil tindakan tegas terhadap anggota yang dianggap melanggar kode etik partai, meskipun mereka memiliki posisi tinggi atau hubungan keluarga dengan tokoh penting.

Pemecatan ini dapat mempengaruhi peta politik Indonesia. Hubungan antara eksekutif dan partai politik pendukung di parlemen mungkin mengalami perubahan, yang dapat berdampak pada stabilitas politik dan proses pengambilan kebijakan di masa mendatang.

Bagi publik, pemecatan ini bisa dilihat sebagai indikasi adanya perpecahan dalam tubuh partai dan keluarga presiden. Hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap PDIP dan tokoh-tokoh yang terlibat, serta mempengaruhi preferensi politik mereka di masa mendatang.

Pemecatan Jokowi, Gibran, dan Bobby Nasution dari PDIP mencerminkan kompleksitas dinamika politik Indonesia, di mana loyalitas partai, hubungan keluarga, dan aspirasi politik pribadi saling berinteraksi dan mempengaruhi lanskap politik nasional.

Respons terpecat

Kalau dilihat dari respons Gibran dan Bobby. Jelas itu formal saja dan tidak meresonansikan situasi dan kondisi dan/atau dinamika sosial-politik saat itu. Sedangkan respons Jokowi memastikan ia tidak berhak mengomentari atau menilai keputusan partai. Tapi di akhir responsnya Ia jelas mengatakan perjalanan waktulah yang dapat menilai pilihan politiknya saat itu.

Repot memang. Masalahnya bagaimana menganalisis ini dari perspektif sosial-budaya dan kemampuan figur utama seperti Jokowi untuk menetapkan kader yang bukan dari PDIP yang justeru paling layak menggantikannya, dan yakin 100% sosok Prabowolah yang cocok menggantikannya.

Respons Gibran, Bobby, dan Jokowi terhadap pemecatan mereka oleh PDIP memperlihatkan kompleksitas sosial-budaya dan dinamika politik yang terjadi dalam transisi kepemimpinan Indonesia. Analisis dari perspektif sosial-budaya dan politik dapat memberikan gambaran yang lebih luas tentang bagaimana peristiwa ini mencerminkan transformasi dalam pola kekuasaan, loyalitas politik, dan persepsi publik terhadap figur utama seperti Jokowi.

Perspektif sosial-budaya

Respons formal Gibran dan Bobby menunjukkan pendekatan yang cenderung menghindari konflik langsung. Ini mencerminkan nilai budaya Jawa yang mengutamakan tepa selira (tenggang rasa) dan unggah-ungguh (kesantunan) dalam menghadapi situasi konflik. Dalam budaya politik Indonesia, sikap seperti ini sering digunakan untuk menjaga stabilitas hubungan sosial di tengah dinamika politik yang tajam.

Sikap ini dapat diinterpretasikan sebagai upaya untuk tidak memperburuk persepsi publik, terutama mengingat posisi mereka sebagai bagian dari keluarga presiden. Gibran dan Bobby tampaknya memilih untuk tidak membesar-besarkan isu ini, demi menjaga fokus pada kiprah mereka di panggung politik yang lebih luas.

Respons Jokowi yang menghindari penilaian langsung terhadap PDIP dan menekankan pada perjalanan waktu mencerminkan sikap reflektif khas budaya Jawa, yang percaya pada konsep sangkan paraning dumadi (asal-usul dan tujuan akhir). Dalam konteks ini, Jokowi tampaknya menyadari keputusan politiknya akan dinilai oleh sejarah dan bukan oleh opini sesaat.

Pernyataan ini juga menunjukkan kepercayaan dirinya pada legitimasi dan visi politiknya, meskipun harus berhadapan dengan konsekuensi pemecatan dari PDIP. Sikap ini memperlihatkan bagaimana Jokowi memilih untuk melangkah melampaui loyalitas partai dan fokus pada legacy-nya sebagai pemimpin nasional.

Kemampuan Jokowi menetapkan penggantinya

Keputusan Jokowi mendukung Prabowo Subianto sebagai penggantinya, meskipun bertentangan dengan keputusan partainya, mencerminkan keyakinannya pada kemampuan Prabowo untuk melanjutkan visi pembangunan dan stabilitas nasional. Hal ini juga menunjukkan keinginan Jokowi untuk meninggalkan jejak kepemimpinan yang berkelanjutan, yang tidak semata-mata didasarkan pada afiliasi partai politik.

Dalam budaya politik Indonesia, langkah ini mencerminkan transisi kekuasaan yang sering dipengaruhi oleh hubungan personal dan kepercayaan terhadap figur tertentu, bukan sekadar struktur formal partai. Jokowi tampaknya melihat stabilitas dan kesinambungan pembangunan lebih penting daripada sekadar loyalitas kepada partai.

Dukungan Jokowi terhadap Prabowo menegaskan kriteria kepemimpinan tidak selalu harus berasal dari internal partai tertentu. Dalam konteks ini, Jokowi menggunakan pengaruhnya untuk membentuk opini publik dan mengalihkan dukungan kepada sosok yang dianggapnya mampu memimpin negara.

Hal ini juga mencerminkan dinamika politik yang lebih terbuka, di mana seorang presiden dapat memanfaatkan popularitasnya untuk mempengaruhi hasil pemilihan umum, meskipun bertentangan dengan garis partai. Keputusan ini dapat dilihat sebagai bagian dari strategi Jokowi untuk menciptakan warisan politik yang lebih besar dari sekadar loyalitas kepada PDIP.

Dampak

Pemecatan ini menunjukkan PDIP menghadapi tantangan dalam menjaga loyalitas kader-kader utamanya. Hal ini dapat melemahkan soliditas partai di masa mendatang, terutama jika publik melihat keputusan Jokowi untuk mendukung Prabowo sebagai langkah yang lebih visioner dibandingkan dengan strategi PDIP.

Bagi Jokowi, langkah ini mengukuhkan citranya sebagai pemimpin nasional yang mampu melampaui batas-batas partai. Dukungan kepada Prabowo, yang pernah menjadi rival politiknya, menunjukkan kedewasaan politik dan keberanian untuk mengambil risiko demi kepentingan bangsa.

Secara sosial, keputusan ini dapat membentuk narasi baru dalam politik Indonesia, di mana loyalitas partai mulai digantikan oleh loyalitas kepada visi dan program kerja. Secara budaya, langkah ini juga mencerminkan nilai berani beda yang mulai berkembang di kalangan generasi muda Indonesia.

Dukungan Jokowi kepada Prabowo dan pernyataan reflektifnya menunjukkan ia memprioritaskan visi pembangunan jangka panjang di atas kepentingan partai. Dari perspektif sosial-budaya, langkah ini mencerminkan pergeseran nilai dalam politik Indonesia, di mana figur utama semakin berperan dalam menentukan arah perjalanan bangsa, bahkan jika itu berarti melawan arus partai yang membesarkan mereka.

Lihat :

https://www.cnbcindonesia.com/news/20241216135215-4-596361/tok-pdip-umumkan-pecat-jokowi-gibran-dan-bobby-nasution

Joyogrand, Malang, Wed', Dec' 18, 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun