Bagaimana Prospek Syria Pasca Bashar al-Assad Kabur Ke Rusia
Media Pemerintah Rusia TASS mengklaim Presiden Syria Bashar Al Assad berada di Moskwa bersama keluarga. Assad dan anggota keluarganya mendapat suaka di ibukota Rusia. Assad dan anggota keluarganya sudah tiba di Moskwa. Dan atas alasan kemanusiaan, Rusia memberi mereka suaka, kata sumber kantor berita itu, dikutip dari Sky News, Minggu 8 Desember ybl.
Pejabat Rusia diberitakan sedang menghubungi perwakilan oposisi bersenjata Syria, yang para pemimpinnya menjamin keamanan pangkalan militer Rusia dan lembaga diplomatik di wilayah Syria.
Independent melaporkan, kekacauan terjadi di Bandara Damaskus saat warga berusaha melarikan diri dari serangan pemberontak. Pasukan oposisi dilaporkan mengepung Damaskus sepanjang hari pada 7 Desember, merangsek masuk dari permukiman di Maadamiyah, Jaramana, dan Daraya. Pemberontak pada hari itu juga merebut kota strategis Homs sehingga Assad tidak dapat menjangkau pantai Mediterania dan pangkalan militer utama Rusia.
Dimensi politik dan strategi Rusia
Keberhasilan pemberontak Syria merebut Damaskus dan kaburnya Bashar al-Assad ke Moskwa, sebagaimana dilaporkan oleh TASS, Sky News, dan Independent, merupakan perkembangan signifikan yang dapat dianalisis dari beberapa sudut pandang.
Rusia memberikan suaka kepada Assad atas dasar "kemanusiaan," menunjukkan strategi untuk tetap relevan dalam dinamika Syria pasca-Assad. Dengan melindungi Assad, Rusia dapat mempertahankan akses ke informasi intelijen strategis dan leverage terhadap rezim baru di Syria.
Rusia memprioritaskan keamanan pangkalan militer di Tartus dan Hmeimim, yang menjadi kepentingan strategis mereka di Mediterania. Langkah menghubungi oposisi bersenjata untuk menjamin keamanan menunjukkan pragmatisme Rusia dalam menjaga pengaruh meskipun Assad jatuh.
Kebangkitan oposisi Syria
Serangan mendadak yang dilancarkan oposisi, merebut kota-kota besar, dan akhirnya mengepung Damaskus menandai titik balik dalam perang saudara Syria. Keberhasilan mereka merebut Homs juga menutup jalur logistik Assad ke wilayah pantai, menunjukkan perencanaan taktis yang matang.
Pengambilalihan kantor pusat televisi dan radio untuk mengumumkan "akhir rezim Assad" adalah simbol kuat untuk memobilisasi dukungan di dalam negeri dan internasional.
Dampak regional dan internasional
Jatuhnya Assad dapat memicu ketidakstabilan di kawasan, mengingat Syria adalah bagian dari aliansi dengan Iran dan kelompok seperti Hezbollah. Situasi ini dapat mempengaruhi keseimbangan kekuatan di middle-east.
Moskwa mungkin mencoba memainkan peran sebagai mediator untuk menjaga hubungan dengan rezim baru, sambil tetap mempertahankan pangkalan militer dan kepentingannya di kawasan.
Negara-negara seperti AS, Turki, dan anggota Uni Eropa akan melihat perkembangan terbaru ini sebagai peluang untuk mendorong transisi politik di Syria. Namun, ada kekhawatiran tentang kemungkinan fragmentasi lebih lanjut jika kelompok pemberontak tidak mampu bersatu membentuk pemerintahan yang stabil.
Situasi kemanusiaan
Kekacauan di Bandara Damaskus menunjukkan ketakutan warga terhadap aksi balasan pemberontak atau kekacauan lebih lanjut. Ini dapat memperburuk krisis pengungsi yang sudah parah.
Jika pemberontak menguasai wilayah lebih luas, peluang untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan mungkin meningkat. Namun, hal ini tergantung pada stabilitas yang bisa dicapai oleh rezim baru.
Prospek masa depan Syria
Dengan jatuhnya Assad, Syria berisiko mengalami fragmentasi jika kelompok oposisi gagal mencapai konsensus.
Tantangan besar menanti dalam hal membangun kembali infrastruktur yang hancur dan mengupayakan rekonsiliasi antar faksi serta komunitas yang terpolarisasi selama perang saudara.
Situasi ini merupakan titik balik dalam sejarah konflik Syria. Meskipun pemberontak telah berhasil mengakhiri pemerintahan Assad, tantangan besar menanti mereka dalam membangun rezim yang stabil, inklusif, dan mampu mengelola keragaman etnis dan agama di Suriah. Rusia, meski kehilangan sekutu utama, tetap memiliki peran penting dalam menentukan arah masa depan Syria melalui pengaruhnya di pangkalan militer dan hubungan dengan aktor regional lainnya.
Yang jadi soal besar siapa di antara para pemberontak ini yang dominan menguasai Syria nanti, kalau dilihat ada kepentingan Iran, AS dan Rusia disitu termasuk negara-negara Arab dan Israel. Atau bisakah ini disimpulkan bahwa "Syria baru" bisa saja berguna untuk menumpahkan warga Arab-Palestina kesana. Ini terutama kalau kita baca Lawrence of Arabia, bahwa karakter dasar orang-orang Arab adalah perang suku yang tak habis-habisnya karena masalah tirani antara lain.
Prediksi mengenai siapa yang akan mendominasi Suriah pasca-jatuhnya Bashar al-Assad sangat kompleks, mengingat berbagai aktor internasional dan dinamika internal yang terlibat.
Dominasi di antara kelompok pemberontak
Kelompok pemberontak di Syria sangat beragam, mulai yang moderat hingga ekstremis.
Kelompok yang mendapatkan dukungan konsisten dari negara-negara kuat seperti AS, Turki, atau negara-negara Teluk kemungkinan akan memiliki keunggulan. Contohnya adalah Tentara Pembebasan Suriah (FSA) atau kelompok yang didukung Turki.
Kelompok ekstremis seperti Hayat Tahrir al-Sham (HTS) mungkin memiliki keuntungan jangka pendek di medan perang tetapi sulit mendapatkan dukungan internasional untuk memimpin Syria pasca-konflik.
Iran akan berupaya mempertahankan pengaruh melalui milisi seperti Hezbollah dan Syiah lokal. Mereka kemungkinan besar mendukung faksi minoritas Alawit atau Syiah untuk mengimbangi dominasi Sunni.
Kepentingan pemain internasional
Meski Assad jatuh, Rusia dipastikan akan tetap mempertahankan pangkalan militer di Tartus dan Hmeimim. Rusia kemungkinan besar mendukung kelompok yang menjamin stabilitas dan tidak mengancam kepentingan mereka.
Iran melihat Syria sebagai koridor strategis ke Lebanon untuk mendukung Hezbollah. Mereka akan berupaya mendukung aktor yang pro-Iran.
AS kemungkinan besar akan mendukung kelompok-kelompok oposisi moderat untuk mencegah kebangkitan kelompok ekstremis atau dominasi Iran.
Arab Saudi dan Qatar dipastikan mendukung kelompok Sunni yang sejalan dengan kepentingan mereka, terutama untuk melawan pengaruh Iran.
Israel cenderung mendukung stabilitas di sepanjang perbatasannya. Mereka akan menentang kelompok pro-Iran tetapi tidak akan mendukung kelompok ekstremis Sunni.
Kemungkinan penggunaan Syria untuk warga Arab-Palestina
Konflik suku dan perebutan kekuasaan telah menjadi ciri khas kawasan ini, seperti yang digambarkan dalam Lawrence of Arabia. Dinamika internal Arab, termasuk persaingan suku dan tirani, sering mempersulit pembentukan negara yang stabil.
Gagasan untuk "memindahkan" warga Arab-Palestina ke "Syria baru" akan bergantung pada stabilitas Syria. Tanpa stabilitas, Syria tidak mungkin menjadi tempat relokasi yang aman. Israel kemungkinan besar mendukung gagasan ini sebagai cara untuk mengurangi tekanan di wilayah Gaza dan Tepi Barat, tetapi dunia Arab dan komunitas internasional kemungkinan akan menentangnya.
Warga Arab-Palestina kemungkinan besar menolak relokasi paksa, mengingat sejarah keberadaan mereka sejak era Abbasiyah di tanah Israel yang lama ditinggalkan bangsa Israel itu.
Syria baru : antara harapan dan kenyataan
Tanpa kepemimpinan yang kuat, Syria berisiko terpecah menjadi zona-zona pengaruh berdasarkan kelompok etnis atau agama, seperti wilayah Sunni, Kurdi, dan Alawit.
Sejarah middle-east menunjukkan konflik seringkali berlanjut bahkan setelah penggulingan rezim. Ini sesuai dengan apa yang diungkapkan dalam Lawrence of Arabia - bahwa persaingan internal pada umumnya melemahkan persatuan.
Dibutuhkan upaya besar untuk membangun kembali Syria dan menciptakan pemerintahan yang inklusif untuk mencegah dominasi satu kelompok atas yang lain.
Dalam jangka pendek, sulit memprediksi siapa yang akan mendominasi Syria. Kepentingan pemain internasional dan regional akan terus membentuk dinamika konflik. Skenario di mana Syria digunakan untuk merelokasi warga Arab-Palestina sangat tidak mungkin terjadi kecuali ada stabilitas yang mantap di Syria, yang tampaknya masih jauh dari kenyataan.
Karakter dasar konflik internal Arab yang sering dipengaruhi oleh persaingan suku dan tirani membuat transisi menuju Syria yang stabil menjadi tantangan besar. Ini akan membutuhkan dukungan internasional, konsensus internal, dan pengelolaan hubungan antar-kelompok secara hati-hati.
Lihat :
https://www.bbc.com/news/articles/cn0x169enp4o
https://www.bbc.com/news/articles/czxdd2r2191o
Joyogrand, Malang, Mon', Dec' 09, 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H