Sejumlah elemen ini memberi sinyal Prabowo akan memimpin dengan pendekatan paternalistic. Kepemimpinan seperti "bapak" bagi rakyat, sebuah pola yang akrab dalam sejarah Indonesia (terutama di era Orde Baru); rekonsiliasi dengan masa lalu. Dengan memadukan hubungan dengan elite dan akar rumput, ia berupaya menampilkan diri sebagai sosok transformatif, tetapi tidak sepenuhnya melepaskan warisan politik lamanya.
3. Komunikasi politik : narasi yang dibangun Prabowo
Narasi yang memuat pengalaman hidup bersama rakyat kecil dan keberhasilannya di Kopassus memperlihatkan upaya untuk memperkuat legitimasi moral dan praktis sebagai calon pemimpin. Ini adalah strategi untuk mengatasi dua tantangan utama, yi mengubah persepsi negatif tentang masa lalunya, terutama terkait dengan kasus HAM dan keterlibatan dalam Orde Baru; menggalang dukungan luas, terutama dari masyarakat kecil (wong cilik) yang menjadi fokus politik elektoral saat ini.
Esai ini berfungsi sebagai alat brand building, menggabungkan sisi keras seorang mantan jenderal dengan sisi humanis yang peduli pada masyarakat miskin.
4. Implikasi dan tantangan bagi kepemimpinan Prabowo
Jikalah narasi ini menjadi acuan bagi pola kepemimpinan Prabowo, beberapa tantangan dan implikasi dapat dianalisis : potensi politik dinasti. Keterkaitan erat dengan keluarga Soeharto bisa memunculkan kekhawatiran kepemimpinannya akan dipengaruhi oleh jaringan politik lama dan praktik nepotisme; harapan rekonsiliasi. Warisan militer dan elite membuat Prabowo harus bekerja keras untuk merekonsiliasi masa lalu kontroversial dengan aspirasi demokrasi dan keadilan sosial yang diinginkan masyarakat saat ini; pendekatan paternalistik vs partisipatif: Meskipun narasi ini memperlihatkan kedekatannya dengan rakyat kecil, ada risiko pendekatannya akan cenderung paternalistic - lebih mengutamakan "pemimpin tahu yang terbaik" ketimbang melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif; kontinuitas atau otoritarianisme?: Apakah Prabowo akan mempertahankan stabilitas dengan pendekatan otoriter seperti Orde Baru, ataukah ia akan membuka ruang bagi demokrasi yang lebih partisipatif, akan menjadi pertanyaan besar dalam kepemimpinannya.
Esai Majalah Mingguan Times tersebut tampaknya berusaha menggambarkan kepemimpinan Prabowo adalah perpaduan dari kedisiplinan militer, warisan aristokrat, dan kedekatan dengan rakyat kecil. Narasi ini mencoba menyakinkan pembaca bahwa ia mampu menghadapi tantangan nasional dengan pendekatan yang kuat, tegas, dan dekat dengan wong cilik. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana ia menyeimbangkan antara warisan masa lalu dan tuntutan perubahan dalam demokrasi modern Indonesia.
Keberhasilan Prabowo dalam memimpin Indonesia akan sangat bergantung pada kemampuannya membuktikan bahwa masa lalunya tidak akan membayangi masa depan dan bahwa kepemimpinannya akan membawa manfaat nyata bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya elite
Esai Bangkok Post disandingkan Esai Times
Menyusul esai di Bangkok Post edisi 15 Oktober 2024, menyatakan bahwa Pemerintahan Probowo terhitung 20 Oktober 2024 tidak akan mengenal kelompok oposisi, karena PDIP telah diapproach Prabowo dan diwanti-wanti bahwa oposisi tidak ada di parlemen. Ini hanya berarti koalisi Indonesia Maju yang terdiri dari 8 partai akan menguasai parlemen, terlebih setelah Ketum PDIP Megawati memberi lampu hijau kepada Prabowo akan parlemen yang dikondisikan seperti itu agar pemerintahan Prabowo dapat menjalankan agendanya tanpa adanya gangguan yang berarti dari katakanlah kelompok oposan.
Menyandingkan esai Bangkok Post edisi 15 Oktober 2024 dengan esai Times edisi 14 Oktober 2024 memberikan perspektif yang lebih utuh tentang potensi arah pemerintahan Prabowo Soebianto. Kedua esai tersebut, meski fokus pada aspek berbeda, bersama-sama mencerminkan dinamika kepemimpinan, strategi politik, dan implikasi terhadap demokrasi Indonesia di masa yad.