Retaliasi Menghancurkan Yang Ditunggu Israel Sudah Tiba
Regime Theokrasi Iran memang tak ada kapoknya. Baru saja mendoakan kepergian Nasrallah ke alam baka sana, ee Khamenei memerintahkan IRGC melakukan serangan ballistic missile belum lama ini ke Israel. Meskipun hanya satu korban yi seorang Arab-Palestina di tepi barat, tapi serangan itu dianggap Israel sudah melewati batas kesabaran mereka.
Sementara itu saya baru saja enjoy membaca kilas berita tentang penyerangan para preman ke Kemang untuk membubarkan sebuah diskusi eks patriat. Belum sempat memahaminya koq bisa begitu negeri Angin Mamiri ini, serangan Iran kontan mengalihkan pikiran saya yang tadinya hendak rehat dari masalah middle-east. Saya pikir ini adalah eskalasi signifikan dalam ketegangan regional yang sudah memanas antara kedua negara. Meski hanya satu korban yang tercatat - seorang warga Arab-Palestina di Tepi Barat - serangan ini dipandang oleh Israel sebagai provokasi serius yang melampaui batas toleransi mereka.
Dari perspektif strategis, peluncuran misil balistik menandakan pergeseran dalam taktik Iran, yang tadinya hanya menggunakan proksi seperti Hezbollah atau Hamas untuk menyerang Israel. Aksi ini menunjukkan Iran semakin berani melakukan serangan langsung. Menyimak pernyataan Bibi di media barat, serangan ini akan mendapatkan balasan yang sangat menghancurkan. Bibi mengatakan Iran tidak menyadari bagaimana determinasi Israel dalam menyerang dan mempertahankan diri. Sudah terlalu lama Israel membiarkan dogma penghapusan Israel dari muka bumi. Sekaranglah saatnya menunjukkan kepada dunia bahwa Israel adalah negara pencerah sejauh gerombolan terror dapat dilikuidasi dari middle-east.
Bagi Israel, serangan ini adalah sinyal dari Iran bahwa mereka siap meningkatkan konfrontasi regional. Israel dipaksa untuk merespons demi mempertahankan posisi pertahanan dan menjaga citra kuatnya di kawasan. Secara politis, serangan ini juga bisa dilihat sebagai ujian bagi Israel untuk menentukan sejauh mana mereka akan terlibat dalam konflik langsung dengan Iran, sekaligus memperkuat hubungan mereka dengan sekutu-sekutu barat, khususnya AS.
Cepat atau lambat, inilah barangkali peluang Israel untuk menyerang langsung ke Iran untuk menghancurkan seperti bandara-bandara di Iran, reaktor nuklir, kilang-kilang minyak, pelabuhan-pelabuhan laut di Selat Hormuz, dan infrastruktur militer IRGC. Dan tentu di atas segalanya adalah meledakkan Khamenei dimanapun itu disembunyikan. Israel terbukti mampu mendeteksi Nasrallah di lubang terdalam persembunyiannya di Beirut dan kemudian melumatkannya dengan bom bunker JDAM yang berat per bom kurang-lebih 2000 pon. Dengan multiple strike terbukti di kedalaman kl 70 meter di lubang persembunyiannya, Nasrallah dan sejumlah dedengkot Hezbollah berhasil dilumatkan IAF.
Skenario di atas tentu akan menimbulkan eskalasi drastis yang berpotensi mengarah pada konflik militer besar antara Israel dan Iran. Israel memiliki kemampuan militer yang sangat canggih, termasuk dalam hal serangan udara presisi tinggi, seperti penggunaan bom JDAM (Joint Direct Attack Munition) yang berdaya hancur besar, serta teknologi intelijen yang memungkinkan mendeteksi target seperti Hassan Nasrallah di masa lalu.
Serangan langsung ke Iran untuk menghancurkan fasilitas strategis, termasuk reaktor nuklir dan infrastruktur militer IRGC, pastilah berisiko besar secara militer tetapi juga akan membawa dampak geopolitik yang jauh lebih besar. Kalaupun Iran, melalui IRGC dan aliansi regionalnya masih sempat membalasnya dengan kekuatan besar, tapi dengan counter attack yang overall seperti itu, Israel dan AS hanya tinggal menghancurkan semua pion Iran di lingkar middle-east.
Mengeliminasi pemimpin tertinggi Iran, seperti Ayatollah Ali Khamenei, tentu akan memicu reaksi dari komunitas internasional, terutama karena Iran akan memandangnya sebagai tindakan agresi yang tidak dapat diterima, sehingga memicu gelombang radikalisasi lebih lanjut di kawasan dan ketidakstabilan yang menyebar. Disinilah testing on the water apakah Rusia yang terbelenggu di Ukraina da China yang terbelenggu dengan misi Nickel-nya di dunia dan Indonesia khususnya akan merespons itu. Ini kecil bagi Mossad dan jenderal-jenderal IDF serta jenderal-jenderal AS. Mereka sudah melihat bagaimana Rusia sampai mengemis senjata sayuran semacam Shaheed dari Iran, dan bagaimana China memamerkan Pesawat Siluman Chengdu J-20 yang adalah copy paste pesawat silaman model jadul AS. Bagaimana mungkin kedua negara sosialis itu akan bergerak cepat membantu Iran. Capek deh ..
Israel memiliki kapasitas militer untuk melakukan serangan semacam itu, biaya politik, ekonomi, dan militer yang menyertainya akan sangat tinggi. Liga Jahudi dunia sudah menyediakan dana tak terbatas untuk itu. Retaliasi Israel ke depan ini kemungkinan akan memicu perang besar yang dapat melibatkan berbagai negara regional dan internasional, dan stabilitas global pun akan bergoyang tajam ibarat gempa tektonik berskala 8 richter.
AS belum lama ini berjanji akan membantu Israel dalam melakukan pembalasan terhadap Iran. Kapal Induk Amerika yang dikerahkan diprediksi satu di Laut Arab dan kedua di Laut Tengah. Israel hanya tinggal mengkordinasikan mengenai data intelijen dimana Khamenei disembunyikan. Sisanya adalah membombardir mulai dari reaktor nuklir, bandara-bandara dan pelabuhan-pelabuhan laut di Iran, termasuk seluruh kilang minyak yang adalah sumber pendapatan utama Iran.
Janji AS untuk membantu Israel dalam pembalasan terhadap Iran merupakan perkembangan signifikan dalam dinamika geopolitik Timur Tengah. Dengan pengerahan kapal induk AS di Laut Arab dan Laut Tengah, kesiapan militer untuk mendukung Israel dalam konflik terbuka dengan Iran tampak jelas.
Koordinasi antara AS dan Israel, terutama dalam hal intelijen, sangat krusial. Jika intelijen Israel dapat menentukan lokasi Ayatollah Khamenei, serta infrastruktur strategis Iran seperti reaktor nuklir, bandara, pelabuhan, dan kilang minyak, serangan udara presisi dapat dilaksanakan. AS dengan kapal induknya memiliki kekuatan udara besar yang dapat memberikan dukungan logistik dan serangan jarak jauh, sementara Israel memiliki kekuatan udara dan senjata presisi yang sangat canggih, seperti bom penembus bunker yang bisa menargetkan fasilitas bawah tanah dan tempat persembunyian penting.
Iran kemungkinan besar tidak akan diam saja menghadapi serangan semacam itu. Mereka memiliki sistem pertahanan udara yang cukup kuat, rudal balistik jarak jauh, serta kemampuan untuk menyerang target strategis di Israel dan pangkalan AS di kawasan tersebut. Inilah barangkali kesempatan AS pasca Revolusi Islam Iran 1979 untuk menjajal kekuatan militer regime theokrasi itu. Terlalu lama menunggu retaliasi juga nggak baik bukan.
Hal terurai di atas adalah taruhan tinggi di kawasan yang sudah sangat rentan, di mana keputusan militer tidak hanya membawa dampak di medan perang, tetapi juga di pentas internasional.
Ya, ini memang perang penentu peta geopolitik di middle-east. Iran harus menerima konsekuensi semua proksinya di middle-east, ntah itu di Gaza, Lebanon, Syria, Irak dan Yaman. Semuanya harus dilikuidasi. Inilah hukum besi yang harus diterapkan Israel dan AS untuk map baru geopolitik di middle-east.
Pendekatan zero-sum atau "hukum besi" dalam merespons pengaruh Iran dan proksi-proksinya di Timur Tengah adalah vital dan strategis. Jika Israel dan AS memutuskan untuk secara sistematis melemahkan atau menghancurkan semua aset dan proksi Iran di Kawasan - seperti di Gaza (Hamas), Lebanon (Hezbollah), Suriah, Irak, dan Yaman - itu akan menjadi perang yang menentukan peta geopolitik Timur Tengah di masa mendatang.
Iran telah membangun jaringan proksi yang kuat untuk memproyeksikan kekuatan dan menjaga pengaruhnya di wilayah-wilayah strategis. Jika Israel dan AS benar-benar mampu "melikuidasi" proksi-proksi ini, peta kekuatan di Timur Tengah pasti berubah secara signifikan. Iran akan mengalami penurunan pengaruh regional, sementara negara-negara seperti Arab Saudi, Israel, dan sekutu-sekutu Barat akan memperkuat posisi mereka.
Iran memiliki sekutu-sekutu global yang kuat seperti Rusia dan, dalam beberapa aspek, China. Mereka bisa melihat likuidasi proksi Iran sebagai ancaman langsung terhadap kepentingan strategis mereka di kawasan. Rusia, yang telah mendukung rezim Assad di Suriah dan Iran secara militer, mungkin akan meningkatkan keterlibatan untuk melindungi pengaruhnya.
Likuidasi proksi Iran memberikan kemenangan strategis jangka pendek bagi Israel dan AS, tetapi menstabilkan kawasan pasca-konflik adalah tantangan tersendiri. Iran kemungkinan akan tetap mencari cara untuk membangun kembali pengaruhnya, menggunakan jaringan bawah tanah, gerakan gerilya, atau diplomasi.
Dalam pandangan yang lebih luas, skenario ini akan mengubah tatanan geopolitik Timur Tengah secara dramatis, tetapi seperti yang sering terjadi dalam sejarah, efek jangka panjangnya tidak dapat diprediksi dengan pasti. Konflik semacam ini akan membuka babak baru dalam hubungan internasional, dan dunia harus siap menghadapi ketidakstabilan jangka panjang yang mungkin mengikuti setelahnya.
Joyogrand, Malang, Wed', Oct' 02, 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H