Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kericuhan PB NU-PKB di Masa Transisi Kekuasaan

20 Agustus 2024   18:04 Diperbarui: 20 Agustus 2024   18:06 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kericuhan PB NU-PKB Di Masa Transisi Kekuasaan

Pertikaian antara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) seringkali muncul ke permukaan, terutama ketika mendekati periode pemilihan umum atau ketika terjadi perbedaan pandangan dalam hal kebijakan politik. Ini bukan pertama kalinya terjadi, dan pertikaian itu seringkali dipicu oleh perbedaan pandangan mengenai peran NU dalam politik, hubungan antara organisasi keagamaan dan partai politik, serta kepentingan para pemimpin kedua institusi.

PKB didirikan oleh tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1998, terutama oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur), untuk mewakili aspirasi politik warga Nahdliyin. Seiring waktu, meski ada hubungan erat, keduanya berkembang menjadi entitas yang terpisah. NU secara organisasi menyatakan diri sebagai ormas keagamaan yang tidak terlibat langsung dalam politik praktis, sementara PKB adalah partai politik yang berpartisipasi dalam pemilu dan menjalankan agenda politik.

Konflik muncul ketika ada perbedaan pandangan tentang bagaimana hubungan ini harus dijaga. PBNU frequently mengkritik langkah-langkah politik PKB yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip NU, sementara PKB merasa memiliki hak untuk mengembangkan agenda politiknya sendiri.

Di dalam PKB sendiri, ada dinamika politik internal yang tak jarang menyebabkan ketegangan dengan NU. Misalnya, perubahan kepemimpinan dalam PKB atau langkah-langkah politik tertentu yang diambil oleh PKB yang dapat memicu respons dari PBNU.

Ini adalah dinamika yang cukup umum di antara organisasi yang memiliki akar sejarah yang sama namun tujuan yang berbeda. Pertikaian semacam ini bukan sekadar keributan biasa, tetapi mencerminkan perbedaan mendasar dalam visi, strategi, dan prioritas kedua organisasi. Namun, keributan ini biasanya tidak berlarut-larut dan cenderung diselesaikan melalui dialog internal karena adanya ikatan historis dan kepentingan bersama untuk menjaga harmoni di kalangan Nahdliyin.

Ketegangan ini dapat berdampak pada persepsi publik, khususnya di kalangan Nahdliyin, dan tak jarang bisa mempengaruhi konstelasi politik nasional, terutama menjelang pemilu. Namun, umumnya, kedua pihak berusaha meredakan ketegangan demi menjaga stabilitas dan persatuan di dalam komunitas Nahdliyin.

Kita jadi bertanya-tanya apakah ada peran keluarga almarhum Gus Dur seperti Yenni Wachid misalnya dalam pertikaian ini. Karena semua orang tahu Yenni tak pernah akur dengan PKB sejak ayahnya dikudeta PKB versi Muhaimin Iskandar beberapa waktu lalu.

Keluarga almarhum Gus Dur, terutama Yenny Wahid, seringkali memainkan peran penting dalam dinamika hubungan antara PBNU dan PKB. Sejak peristiwa pemecatan Gus Dur dari kursi penting PKB oleh Muhaimin Iskandar pada tahun 2008, hubungan antara keluarga Gus Dur dan PKB, terutama di bawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar, memang tegang.

Peran Yenny Wahid

Yenny Wahid seringkali menjadi salah satu kritikus utama terhadap langkah-langkah yang diambil oleh PKB di bawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Dia kerap menyuarakan pandangan yang berbeda dari PKB, terutama terkait dengan isu-isu politik yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dipegang oleh Gus Dur dan keluarga.

Yenny juga terlibat dalam berbagai kegiatan politik dan sosial yang kadang-kadang berlawanan dengan kebijakan PKB. Dia mendukung gerakan-gerakan yang dianggap lebih sejalan dengan warisan pemikiran Gus Dur, bahkan mendukung calon-calon politik yang bukan dari PKB.

Meski Yenny tidak memiliki jabatan formal di PKB, pengaruhnya di kalangan Nahdliyin tetap signifikan karena dia dianggap sebagai penerus pemikiran Gus Dur. Hal ini membuat suaranya seringkali didengar oleh kelompok-kelompok yang merasa tidak puas dengan arah yang diambil oleh PKB di bawah kepemimpinan Muhaimin.

Ketegangan antara Yenny Wahid dan PKB, khususnya dengan Cak Imin, kadang-kadang berkontribusi pada perpecahan lebih lanjut antara kubu yang mendukung warisan Gus Dur dan kubu yang mendukung PKB saat ini. Meski demikian, Yenny cenderung lebih fokus pada isu-isu yang berkaitan dengan pluralisme, toleransi, dan hak-hak sosial, yang merupakan nilai-nilai yang dia warisi dari ayahnya.

Secara keseluruhan, meskipun Yenny Wahid tidak selalu berada di garis depan pertikaian antara PB NU dan PKB, posisinya sebagai figur yang dihormati di kalangan Nahdliyin dan hubungannya dengan warisan Gus Dur membuatnya menjadi tokoh penting dalam setiap perdebatan atau konflik yang melibatkan kedua pihak.

Terkait Amanah Bangkalan Madura belum lama ini, dimana para kyai berkumpul menyuarakan keberatannya terhadap sepak terjang PB NU. "Amanah Bangkalan" merujuk pada pertemuan para kiai di Bangkalan, Madura, yang terjadi belum lama ini. Pertemuan ini menjadi sorotan karena para kiai menyuarakan keberatannya terhadap beberapa langkah dan kebijakan yang diambil oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Kiai-kiai ini menganggap langkah-langkah tersebut mungkin tidak sepenuhnya sejalan dengan nilai-nilai atau tradisi NU yang mereka pegang teguh.

Poin utama Amanah Bangkalan

Pertemuan di Bangkalan dihadiri oleh sejumlah kiai berpengaruh dari Madura dan daerah lain. Mereka mengkritik kebijakan PBNU yang dianggap kurang mempertimbangkan aspirasi akar rumput atau tidak sejalan dengan tradisi NU yang lebih konservatif. Kritik ini bisa mencakup berbagai isu, mulai dari politik, kebijakan internal NU, hingga bagaimana PBNU seharusnya berperan dalam menjaga nilai-nilai keagamaan dan sosial di Indonesia.

Para kiai juga merasa kepemimpinan PB NU saat ini tidak sepenuhnya merepresentasikan aspirasi atau kepentingan semua kalangan Nahdliyin. Ada perasaan keputusan-keputusan yang diambil lebih menguntungkan segelintir pihak atau tidak mencerminkan konsensus yang lebih luas di kalangan ulama NU.

Salah satu pesan penting dari pertemuan ini adalah seruan untuk kembali ke "khittah" NU, yaitu prinsip-prinsip dasar yang membedakan NU sebagai organisasi keagamaan dengan partai politik. Para kiai merasa PBNU telah terlalu jauh terlibat dalam politik praktis atau terlalu condong pada kepentingan tertentu.

Dampak Amanah Bangkalan

Amanah Bangkalan dapat dilihat sebagai tantangan signifikan bagi kepemimpinan PB NU, karena Madura adalah salah satu basis kuat NU. Kritik dari kiai-kiai di daerah ini bisa mencerminkan ketidakpuasan yang lebih luas di kalangan Nahdliyin.

Jika tidak dikelola dengan baik, ketegangan ini bisa menyebabkan perpecahan lebih lanjut di dalam NU, terutama jika para kiai dari daerah lain ikut menyuarakan keberatan mereka.

Mengingat pentingnya dukungan ulama NU dalam politik Indonesia, suara kritis dari Madura bisa mempengaruhi dinamika politik, baik dalam konteks internal NU maupun dalam hubungan dengan partai-partai politik yang terkait dengan NU, seperti PKB.

Amanah Bangkalan menandakan adanya ketidakpuasan dan potensi konflik internal dalam tubuh NU, yang perlu ditangani dengan dialog dan pendekatan yang hati-hati oleh para pemimpin PBNU.

Pertikaian di internal NU dalam kaitannya dengan transisi kekuasaan sekarang, terutama mencuat melalui berbagai peristiwa seperti "Amanah Bangkalan," harus dibaca dalam konteks yang lebih luas dari dinamika politik dan transisi kekuasaan di Indonesia saat ini.

1. Transisi kekuasaan di Indonesia

Pemilu 2024. Indonesia sedang berada dalam fase transisi kekuasaan menjelang Pemilu 2024. Pada masa-masa seperti ini, kelompok-kelompok dengan pengaruh besar, seperti NU, menjadi pusat perhatian karena peran mereka dalam mengarahkan dukungan massa. Perbedaan pandangan di dalam NU bisa mencerminkan ketidakpuasan dengan arah politik yang diambil oleh pemimpin-pemimpin tertentu, baik di dalam organisasi maupun dalam hubungan dengan pemerintah dan partai politik.

Persaingan di kalangan elite NU. Persaingan untuk mendapatkan pengaruh dalam periode transisi ini bisa memicu ketegangan di antara elite NU. Pemimpin-pemimpin NU memiliki pandangan berbeda tentang bagaimana seharusnya NU bersikap dalam menghadapi pemilu dan mendukung calon tertentu. Perbedaan ini bisa menjadi lebih tajam jika disertai dengan aspirasi pribadi atau kelompok untuk memegang kekuasaan atau mendapatkan posisi strategis.

2. Pengaruh terhadap peta politik nasional

Kepentingan partai politik. Partai-partai politik yang memiliki hubungan historis dengan NU, seperti PKB, sangat bergantung pada dukungan NU untuk mengamankan suara pemilih Nahdliyin. Pertikaian internal di NU dapat mempengaruhi kesetiaan massa terhadap partai-partai ini, dan bahkan bisa membuka peluang bagi partai-partai lain untuk menarik dukungan dari kalangan Nahdliyin yang merasa tidak puas.

Fragmentasi dukungan. Jika ketegangan internal ini terus meningkat, ada risiko fragmentasi di kalangan pemilih NU. Ini bisa menyebabkan terpecahnya dukungan di antara berbagai kandidat atau partai politik, yang pada akhirnya akan mempengaruhi peta politik nasional. Pemimpin-pemimpin yang bisa memanfaatkan ketidakpuasan ini mungkin mendapatkan keuntungan elektoral.

3. Konsolidasi dan reposisi kekuasaan dalam NU

Upaya konsolidasi. Di tengah transisi kekuasaan, sering ada upaya dari kelompok atau individu tertentu untuk mengkonsolidasikan kekuasaan mereka di dalam organisasi seperti NU. Mereka berusaha menyingkirkan oposisi internal atau memperkuat posisi mereka melalui aliansi dengan partai politik atau kekuatan eksternal lainnya.

Reposisi strategis. Ketegangan ini juga bisa menjadi bagian dari upaya reposisi strategis, di mana para pemimpin NU berusaha menegaskan kembali otoritas mereka atau menyesuaikan posisi mereka dengan dinamika politik yang berubah. Ini bisa melibatkan penentuan kembali peran NU dalam politik Indonesia, baik dengan lebih mendukung partai tertentu atau mengambil sikap yang lebih independen.

4. Resonansi dengan sejarah NU

Khittah NU. Pertikaian semacam ini seringkali diwarnai perdebatan tentang "khittah" NU, yaitu prinsip bahwa NU harus menjaga jarak dari politik praktis. Di satu sisi, ada kelompok yang ingin NU tetap fokus pada kegiatan keagamaan dan sosial, sementara di sisi lain ada kelompok yang melihat keterlibatan politik sebagai cara untuk memperluas pengaruh dan melindungi kepentingan umat.

Pertikaian internal di NU, dalam konteks transisi kekuasaan saat ini, mencerminkan ketegangan antara berbagai faksi yang memiliki visi berbeda tentang masa depan organisasi dan perannya dalam politik Indonesia. Ini bukan sekadar konflik internal biasa, tetapi juga bagian dari dinamika politik yang lebih luas, di mana NU sebagai salah satu ormas terbesar di Indonesia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peta politik nasional. Bagaimana pertikaian ini diselesaikan akan sangat mempengaruhi posisi NU di masa yad, baik dalam konteks politik maupun dalam masyarakat secara keseluruhan.

Joyogrand, Malang, Tue', August 20, 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun