Perkembangannya yang pesat di bawah kepemimpinan Walikota Sutiadji seolah terhenti begitu saja sejak pergantian kepemimpinan ke Wahyu Hidayat. Hal ini tentu menjadi keprihatinan banyak pihak, mengingat potensi besar yang dimiliki kawasan ini.
Apakah pergantian kepemimpinan di tingkat kota yang bersifat sementara sekarang ini jadi trigger yang memicu perubahan arah kebijakan dan prioritas pembangunan.
Ini perlu dievaluasi mengapa proyek pengembangan Kajoetangan Heritages tidak lagi menjadi fokus utama Pemkot Malang di bawah kepemimpinan baru.
Apakah dana yang dialokasikan untuk pengembangan kawasan heritage tidak mencukupi atau bagaimana.
Pengembangan kawasan heritage membutuhkan kerjasama dan sinergi dari berbagai pihak, seperti pemerintah, swasta, dan masyarakat setempat. Kurangnya koordinasi antar pihak tentu akan menghambat kelancaran proses pengembangan.
Maraknya pedagang kaki lima liar di sepanjang Jalan Basuki Rachmat menjadi momok bagi Kampoeng Heritage Kajoetangan. Kehadiran mereka membuat kawasan ini terlihat kumuh dan semrawut, sehingga wisatawan enggan untuk berkunjung.
Kesemrawutan kawasan, khususnya pada hari Sabtu, mengakibatkan menurunnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kampoeng Heritage Kajoetangan. Hal ini tentu berdampak negatif pada perekonomian masyarakat setempat yang bergantung pada sektor pariwisata.
Masyarakat setempat yang tadinya antusias dengan pengembangan Kampoeng Heritage Kajoetangan kini mulai merasa kecewa dan apatis. Dikhawatirkan hal ini dapat memicu munculnya konflik dan gejolak sosial di kemudian hari.
Jika stagnasi ini terus berlanjut, Kajoetangan Heritages dikhawatirkan akan kehilangan daya tariknya sebagai destinasi wisata. Hal ini tentu akan berakibat fatal bagi citra Kota Malang sebagai kota wisata.
Pemkot Malang perlu meninjau kembali rencana pengembangan Kajoetangan Heritages dan merumuskan konsep baru yang lebih inovatif dan berkelanjutan. Konsep baru ini harus mempertimbangkan berbagai faktor, seperti kebutuhan wisatawan, kondisi keuangan daerah, dan kearifan lokal masyarakat setempat.