Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Paradoks PDI-P Menyongsong Pemerintahan Baru Mendatang

27 Mei 2024   17:08 Diperbarui: 27 Mei 2024   17:37 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paradoks PDI-P Menyongsong Pemerintahan Baru Mendatang

Dalam Rakernas Ke-5 PDI-P belum lama ini, muncul berbagai suara vokal yang mengisyaratkan PDI-P akan menjadi oposisi di masa pemerintahan Prabowo-Gibran yang akan datang.

Sistem presidensial kita sebetulnya tidak mengenal istilah oposisi, kecuali pengawasan politik dalam konteks perimbangan kekuasaan dalam sistem politik. Apa boleh buat, istilah oposisi ternyata lebih disukai ketimbang istilah pengawasan politik. Yang penting oposisi itu dimaknai tidak asal menjatuhkan pemerintahan begitu saja tanpa alasan yang kuat sebagaimana sistem parlementer.

Kalaulah paradoks di internal PDI-P sekarang yang serba vokal adalah jatidirinya yang baru, maka suasana dialektika seperti itu haruslah konsisten dan berlaku regular sepanjang pergantian regime termasuk saat PDIP sebagai The Ruling Party di masa Jokowi. Sayangnya yang terjadi di masa Jokowi ketika PDI-P sebagai The Ruling Party bukanlah situasi dialektis, melainkan "situasi konyol" karena "ego" yang syukurlah tidak sempat memicu terjadinya perang saudara.

Kode keras

Dalam Rakernas tsb, PDI-P banyak menyampaikan kritik secara terbuka terhadap situasi politik beberapa waktu terakhir yang tak pelak lagi adalah kode keras PDI-P yang akan menjadi partai oposisi.

PDI-P di bawah Megawati Soekarnoputri, ingin menegaskan identitas politiknya sebagai partai yang konsisten dengan ideologi dan visi yang dianut. Dengan menjadi oposisi, PDI-P bisa lebih leluasa menyuarakan kritik dan memperjuangkan agenda politiknya tanpa kompromi.

Menjelang pelantikan Prabowo, PDIP melihat posisi oposisi sebagai strategi untuk memperkuat basis dukungan di antara pemilih yang tidak puas dengan keadaan sekarang. Ini bisa menjadi langkah untuk mengkonsolidasikan dukungan dan mempersiapkan diri untuk pemilu berikutnya. PDIP selaku partai peraih suara terbanyak dalam Pileg 2024 bisa memainkan peran penting dalam mengawasi dan memberikan alternatif terhadap kebijakan pemerintah.

Sikap oposisi tsb mencerminkan dinamika internal PDI-P, di mana ada keinginan dari anggota atau faksi tertentu untuk mengambil posisi yang lebih kritis terhadap pemerintah. Ini bisa menjadi cara untuk menguatkan solidaritas internal dan menunjukkan partai tetap kokoh dalam prinsip-prinsipnya.

Keputusan PDIP untuk menjadi oposisi akan mempengaruhi peta politik nasional dan hubungan antar partai dalam koalisi. Ini bisa mendorong pembentukan aliansi baru dan mengubah dinamika politik di parlemen.

Bagi figur senior seperti Megawati, memperjuangkan kepentingan rakyat dan menjaga keseimbangan kekuasaan. Itulah yang terpenting. Dalam beberapa bulan ke depan, akan ada langkah-langkah strategis PDI-P yang lebih spesifik, termasuk bagaimana mereka mengkritik kebijakan pemerintah dan apa agenda utama mereka sebagai oposisi.

Sikap PDIP ini juga akan diuji oleh respons dari pemerintahan baru yad dan dinamika politik yang berkembang setelah pelantikan Presiden terpilih.

Harus diakui Oposisi yang konstruktif dan berprinsip bisa menjadi elemen penting dalam menjaga demokrasi dan memastikan pemerintahan berjalan dengan transparan dan akuntabel.

Pemilu terburuk versi PDI-P

Rakernas Ke-5 PDI-P juga memutuskan 17 sikap politik yang diserahkan kepada Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Dalam Rakernas tsb dikatakan Pemilu 2024 menjadi kontestasi politik terburuk sepanjang sejarah demokrasi Indonesia.

PDI-P memutuskan hanya menjalin kerjasama politik dengan pihak yang mau meningkatkan kualitas demokrasi. Situasi ini terjadi karena penyalahgunaan kekuasaan, sumberdaya negara, intervensi aparat penegak hukum, dan politik uang yang begitu massif.

PDIP menyoroti penyalahgunaan kekuasaan, penggunaan sumberdaya negara secara tidak sah, intervensi aparat penegak hukum, dan politik uang sebagai masalah utama dalam Pemilu 2024. Kalaulah tuduhan ini benar, maka situasi ini mencerminkan masalah serius dalam integritas proses pemilu yang bisa merusak kepercayaan publik terhadap demokrasi.

Dengan menyatakan hanya akan bekerjasama dengan pihak yang berkomitmen meningkatkan kualitas demokrasi, PDIP menegaskan posisi mereka sebagai penjaga prinsip-prinsip demokrasi. Ini juga bisa dilihat sebagai upaya untuk menjaga integritas dan prinsip partai di mata para pendukung dan masyarakat luas.

Kecewa sebagai The Looser

Adanya pandangan yang menyebutkan kritik keras PDI-P banyak dipengaruhi oleh kekecewaannya sebagai "The Looser" dalam Pilpres 2024. Karenanya elemen kekecewaan berupa masalah-masalah yang diangkat PDI-P perlu dievaluasi secara objektif.

Asallah tidak "moleng-moleng" menjadi oposisi justeru bisa memberikan PDI-P kesempatan untuk melakukan evaluasi internal dan mengkonsolidasikan dukungan. Dengan mengambil posisi kritis, PDI-P bisa menarik simpati dari pemilih yang juga tidak puas dengan proses dan hasil pemilu, serta memperkuat posisi mereka untuk pemilu mendatang.

Kritik PDI-P, kalaulah benar dan didukung oleh bukti, akan menjadi input terpenting untuk memperbaiki sistem pemilu di Indonesia. Penyalahgunaan kekuasaan, intervensi hukum, dan politik uang adalah masalah serius yang bisa merusak demokrasi. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk bekerjasama dalam memperbaiki sistem dan memastikan pemilu berikutnya lebih transparan, adil, dan bebas dari penyimpangan.

Situasi ini mencerminkan kombinasi antara kekecewaan atas kekalahan dan keprihatinan yang mendalam terhadap integritas proses demokrasi di Indonesia. Sikap kritis PDI-P bisa saja menjadi peluang untuk memperbaiki kelemahan dalam sistem pemilu, asalkan kritik tsb diiringi dengan bukti yang kuat dan direspons dengan tindakan yang konstruktif oleh semua pihak yang terlibat dalam politik Indonesia.

Pernyataan PDI-P tentang penolakannya terhadap penggunaan hukum sebagai alat kekuasaan seperti yang terwujud dalam perubahan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, perubahan Undang-Undang Penyiaran dan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran ke kursi pilpres, termasuk sorotannya tentang agenda pelaksanaan reformasi, dwi fungsi ABRI, hingga biaya pendidikan yang mahal. Rakernas V PDI-P bahkan menugaskan fraksinya di Parlemen untuk mendesak pemerintah agar menurunkan mahalnya biaya pendidikan tinggi melalui revisi Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024.

Bagaimana pemerintahan baru ke depan ini akan meresponnya, sebab cukup banyak juga yang menyalahkan Ketum PDI-P Megawati agar mawas diri dan jangan merasa benar sendiri dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Lihat misalnya kasus penyebutan Presiden Jokowi sebagai petugas partai. Itu artinya bahwa Ketum Partailah yang berhak menentukan segalanya, padahal seorang Presiden adalah milik bangsa tanpa membedakan ini itu.

Mengingat latar belakang politik dan dukungan yang diterima oleh Prabowo-Gibran, ada tantangan besar untuk memenuhi ekspektasi reformasi yang diajukan PDI-P, terutama jika kritik tsb dianggap sebagai upaya untuk mendiskreditkan pemerintahan baru.

Menurunkan biaya pendidikan tinggi akan menjadi isu penting yang memerlukan perhatian serius. Pemerintahan baru harus menunjukkan keseriusan dalam mengatasi masalah ini, baik dengan merevisi peraturan yang ada atau melalui kebijakan baru yang meringankan beban biaya pendidikan bagi mahasiswa dan orangtua.

Pemerintahan Prabowo-Gibran harus menunjukkan komitmen pada prinsip-prinsip reformasi dan profesionalisme dalam militer. Ini bisa menjadi poin sensitif mengingat latar belakang militer Prabowo, sehingga langkah-langkah konkret yang transparan diperlukan untuk mengatasi kekhawatiran tab.

Kritik terhadap dominasi Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri dalam menentukan arah partai dan kebijakan politik menjadi isu yang perlu diatasi PDIP secara internal. Kepemimpinan yang lebih inklusif dan terbuka terhadap aspirasi kader dan masyarakat luas bisa memperkuat posisi PDIP dalam memainkan peran oposisi yang konstruktif.

Menyebut Presiden Jokowi sebagai "petugas partai" telah menjadi isu kontroversial yang mempengaruhi citra PDI-P. Ini menunjukkan adanya persepsi keputusan partai lebih dominan ketimbang kepentingan nasional. Untuk mengatasi kritik ini, PDI-P ke depan ini perlu menunjukkan mereka mampu memisahkan kepentingan partai dengan kepentingan bangsa, terutama dalam konteks oposisi yang bertanggungjawab.

Perspektif ke depan

Untuk memastikan stabilitas politik dan keberhasilan kebijakan, pemerintahan Prabowo-Gibran perlu membuka ruang dialog dengan PDI-P dan partai-partai lain. Kerjasama yang konstruktif antara pemerintah dan oposisi bisa menghasilkan solusi yang lebih baik untuk masalah-masalah nasional.

Tanggapan terhadap kritik PDIP harus didasarkan pada prinsip transparansi dan akuntabilitas. Pemerintahan baru perlu memastikan setiap kebijakan dan perubahan hukum dilakukan dengan keterbukaan dan melibatkan partisipasi publik.

Jika kritik PDI-P terhadap sistem pemilu dan penggunaan hukum sebagai alat kekuasaan memiliki dasar yang kuat, maka pemerintahan baru harus serius mempertimbangkan reformasi yi memperbaiki sistem politik dan hukum di Indonesia.

Hubungan antara PDI-P sebagai oposisi dan pemerintahan Prabowo-Gibran akan sangat menentukan dinamika politik Indonesia ke depan. Sementara PDI-P berusaha memperjuangkan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan, pemerintahan baru perlu menunjukkan respons yang konstruktif untuk memastikan kepentingan bangsa dan negara tetap menjadi prioritas utama.

Keseimbangan antara kritik dan kerjasama akan menjadi kunci untuk menjaga stabilitas dan kemajuan demokrasi di Indonesia.

PDI-P really harus menjaga paradoks dialektik seperti ini, Semoga semua semangat baru dalam susasana dialektis itu tidak layu sebelum berkembang.

Joyogrand, Malang, Mon', May 27, 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun