Di negara angan-angan dengan sistem jaring pengaman sosial yang kuat dan kebijakan yang berpihak pada rakyat, seharusnya mereka tidak perlu berkutat sekeras itu hanya untuk bertahan hidup.
Keberadaan jutaan orang yang masih berkutat bertahan hidup dalam sebuah Welfare States menunjukkan adanya ketimpangan dan keterbatasan akses terhadap sumberdaya dan peluang.
Banyak faktor yang bisa dijadikan kambing hitam seperti ketidakmerataan ekonomi, kurangnya akses ke pendidikan dan kesehatan, kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat dst.
Negara Kesejahteraan dirancang untuk mengatasi ketimpangan dan ketidakadilan. Dengan menyediakan jaring pengaman sosial yang kuat, seperti tunjangan pengangguran, jaminan kesehatan, dan pendidikan gratis, negara dapat membantu rakyatnya untuk memenuhi kebutuhan dasar dan menjalani hidup yang lebih sejahtera.
Realitasnya tidaklah selalu demikian. Sistem jaring pengaman sosial masih memiliki banyak kekurangan, seperti cakupan yang terbatas, manfaat yang tidak memadai, dan proses birokrasi yang rumit. Hal ini membuat banyak orang masih harus berkutat hanya untuk bertahan hidup.
Mungkinkah ada komitmen yang kuat dari penguasa untuk mempersempit ketimpangan ekonomi, meningkatkan akses ke pendidikan dan kesehatan, membuat kebijakan yang berpihak pada kaum teronggok bertahan hidup ini. Entahlah ..
Kisah Par Sendor Tarutung tsb adalah pengingat masih banyak orang di negeri ini yang berkutat hanya untuk bertahan hidup. Ini jelas menunjukkan masih banyak yang harus dilakukan untuk mencapai Welfare States yang otentik.
Mencapai negara angan-angan menjadi sebuah entitas yang bisa diraba adalah proses panjang dan kompleks yang membutuhkan kerjasama dari semua pihak,
Yang terbaru adalah kenaikan UKT atau Uang Kuliah Tunggal di berbagai perguruan tinggi negeri sekarang. Ini tentu menghalangi generasi muda penerus dari keluarga tidak atau kurang mampu untuk meraih kemajuan dalam rangka hari depannya. Masalahnya, apakah mereka juga akan teronggok begitu saja karena bertahan hidup.
Kenaikan UKT yang signifikan sekarang ini membuat pendidikan tinggi di PTN menjadi tidak terjangkau bagi banyak anak muda dari keluarga bertahan hidup. Ini menyurutkan minat mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan membatasi peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang.
Tanpa pendidikan yang memadai, mereka akan kesulitan mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak dan meningkatkan standar hidup keluarganya. Mereka kembali teronggok sia-sia bertahan hidup terjebak dalam siklus kemiskinan.