Undang-Undang tentang DKJ sudah disahkan, Presiden terpilih pun sudah dikukuhkan KPU, dan ibu kota RI sudah dekat pindah ke IKN Kalmantan Timur. Yang pasti sejak berlakunya Undang-Undang tentang DKJ, Jakarta bukan lagi ibu kota RI.
Ini merupakan perkembangan signifikan dalam konteks administratif, politik, dan ekonomi. Penilaian terhadap perubahan ini dapat dilihat dari beberapa aspek:
1. Transisi administratif dan pemerintahan
Dengan berlakunya Undang-Undang tentang DKJ, Jakarta tidak lagi berstatus sebagai ibu kota Indonesia. Ini menandai perubahan besar dalam struktur administrasi dan tata kelola pemerintahan. Transisi ini memerlukan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, terutama untuk memastikan pelayanan publik tidak terganggu.
2. Dampak ekonomi
Perubahan status Jakarta dapat berdampak pada ekonomi kota dan sekitarnya. Dengan tidak lagi menjadi ibu kota, beberapa sektor ekonomi yang terkait dengan pemerintahan mungkin mengalami perubahan. Namun, Jakarta tetap merupakan pusat bisnis, perdagangan, dan keuangan Indonesia, sehingga efek ekonomi mungkin lebih bersifat penyesuaian daripada penurunan drastis.
3. Persiapan IKN sebagai ibu kota baru
Rencana pemindahan ibu kota ke IKN Kaltim menunjukkan ambisi besar pemerintah untuk mendistribusikan pusat pertumbuhan ke wilayah lain. Persiapan infrastruktur, pemerintahan, dan ekonomi di lokasi baru menjadi penting. Pemindahan ini juga diharapkan dapat mengurangi beban Jakarta sebagai pusat kegiatan nasional.
4. Konsekuensi sosial dan budaya
Pemindahan ibu kota bisa mempengaruhi aspek sosial dan budaya Jakarta. Namun, mengingat kota ini memiliki sejarah dan identitas yang kuat, transisi ini dipastikan lebih mudah diserap oleh masyarakat. Jakarta dapat mengembangkan peran baru sebagai pusat budaya dan sejarah sambil mempertahankan statusnya sebagai kota terbesar di Indonesia.