Menghadirkan ahli seperti ini juga membutuhkan pemahaman mendalam dari hakim tentang bagaimana mengintegrasikan berbagai jenis keahlian dalam kerangka hukum yang ada, serta kemampuan untuk memfilter informasi yang esensial dan yang tidak.
Dalam konteks sengketa Pilpres, penting untuk diingat bahwa setiap pihak memiliki hak untuk membela diri dan menggunakan sumberdaya yang mereka anggap relevan untuk memperkuat argumen mereka. Ini termasuk memanggil ahli dari berbagai bidang, termasuk agama dan psikologi.
Sayangnya Rocky Gerung tidak memiliki keahlian di bidang-bidang yang dibutuhkan Paslon 03, kecuali sekadar filsafat umum dan pandai berdebat pokrol bambu di luar sidang pengadilan, ntah itu di media tv dan sebangsanya, maka tak bisa dicegah adanya pertanyaan dari Tim Hukum Paslon 02 tentang relevansi kehadiran ahli tsb dalam konteks persidangan. Mereka mempertanyakan penggunaan ahli agama dan psikolog seperti seperti Romo Magnis yang direkomendasikan Rocky Gerung, sementara ia sendiri tak berkeakhlian seperti itu.
Meskipun Rocky Gerung dikenal sebagai seorang filsuf dan bukan seorang ahli agama atau psikolog, hal itu tidak secara otomatis meniadakan relevansi pendapat atau pandangan yang mungkin dia miliki terkait dengan isu-isu yang dibahas. Setiap individu memiliki hak untuk memiliki pandangan dan mengungkapkannya, terlepas dari latar belakang keahlian formal mereka.
Yang menjadi sorotan seharusnya adalah kekuatan argumentasi dan bukti yang diajukan oleh setiap pihak dalam sengketa Pilpres tsb. Jika ahli yang dihadirkan dapat memberikan kontribusi yang substansial terhadap pemahaman kasus dan pembuktian yang sah, maka kehadiran mereka mungkin dapat diterima. Namun, jika keahlian mereka tidak relevan atau tidak didukung oleh bukti yang kuat, maka penggunaan mereka dalam persidangan bisa dipertanyakan.
Dalam hal ini, penting bagi pihak yang merasa diuntungkan atau dirugikan oleh kehadiran ahli yang dianggap tidak relevan untuk mengajukan argumen yang kuat dan meminta penilaian yang adil dari hakim atau lembaga yang berwenang untuk menentukan apakah kehadiran ahli tsb memang sesuai dengan kebutuhan kasus yang sedang dibahas.
Fenomena takut kalah dan jaga image
Dari sudut manapun, Paslon 01 dan 03 memang kurang kuat pembuktian hukumnya bahwa ada kecurangan dalam Pilpres 2024. Masalah yang mencuat justeru adalah fenomena takut kalah dalam Pilpres atau fenomena jaga image bahwa akulah yang seharusnya menang.
Fenomena tsb bisa menjadi kombinasi dari beberapa faktor, termasuk ketakutan akan kekalahan dalam Pilpres dan keinginan untuk menjaga citra bahwa pihak merekalah yang seharusnya menang.
Pilpres seringkali menjadi momen yang sarat dengan ketidakpastian politik. Pihak yang berkompetisi mungkin merasa tertekan oleh ekspektasi publik, hasil survei, atau perkembangan politik yang tidak terduga, yang semuanya dapat menimbulkan ketakutan akan kekalahan.
Kekalahan dalam Pilpres bisa memiliki dampak besar bagi karier politik seseorang atau partai politiknya. Ini bisa berdampak pada kehilangan dukungan politik, reputasi, atau sumberdaya finansial, sehingga membuat para kandidat dan pendukungnya berusaha keras untuk menghindari kekalahan.