Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rocky Gerung Berfilsafat dalam Sengketa Pilpres

20 April 2024   14:42 Diperbarui: 20 April 2024   14:47 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertukaran akal sehat ini meningkatkan upaya untuk mendidik publik tentang fungsi dan peran MK serta pentingnya hukum dalam masyarakat. Ini dapat dilakukan melalui seminar, workshop, atau materi edukasi online yang mudah diakses oleh masyarakat luas, termasuk menggunakan kesempatan sidang sebagai sarana untuk mengembangkan yurisprudensi yang tidak hanya adil tapi juga inovatif, menciptakan preseden hukum yang bisa dijadikan referensi untuk kasus serupa di masa depan, dan membuat mekanisme di mana masyarakat bisa memberikan umpan balik atau bertanya langsung terkait kasus yang sedang dibahas. Ini bisa melalui forum online atau sesi tanya jawab publik setelah sidang.

Tapi mengimplementasikan ide ini memerlukan perubahan dalam cara kerja MK, terutama terkait dengan keterbukaan dan interaksi dengan masyarakat. Selain itu, perlu ada jaminan bahwa semua proses dilakukan dengan mempertahankan standar hukum yang ketat untuk menghindari reduksi ke kompleksitas legal menjadi sekedar "akal sehat" semata. Ini penting untuk menjaga kredibilitas dan otoritas MK sebagai lembaga yudisial.

Tak heran Lawyer Paslon 02 mengecam penggunaan ahli etika seperti Frans Von Magnis Suseno dalam sidang MK. Menurut hemat mereka pendapat harus berdasarkan hukum, bukan hanya filsafat.

Memang bisa saja Etika dan Fisafat berkesaksian di MK. Kehadiran ahli di MK dipandang sebagai upaya untuk memperdalam pemahaman hakim atas konteks dan substansi yang dibahas dalam sebuah kasus. Ahli yang dihadirkan bisa berasal dari berbagai disiplin ilmu, termasuk hukum, ekonomi, sosiologi, dan termasuk etika atau filsafat, tergantung pada relevansi mereka terhadap materi persidangan.

Dalam beberapa kasus, terutama yang melibatkan isu-isu besar seperti hak asasi manusia, kebijakan publik, dan undang-undang yang mempunyai dampak luas terhadap masyarakat, pandangan etis dan filsafat dapat memberikan dimensi lain dalam memahami konsekuensi dari sebuah keputusan hukum.

Meskipun pendapat utama dalam sidang harus berbasis hukum, eksplorasi etis dan filsafat bisa mendukung argumen hukum dengan memberikan perspektif tentang mengapa sesuatu dianggap benar atau salah, adil atau tidak adil dalam konteks yang lebih luas.

Nihil Bukti

Hanya saja kesaksian yang disampaikan Romo Frans Von Magnis Soeseno dalam sengketa pilpres itu nihil dengan bukti, karena tidak didukung oleh data atau analisis yang relevan dan konkret. Ini berarti bahwa walaupun filsafat dapat memberikan kerangka berpikir, kesaksian etis yang diberikan itu belum memiliki dasar argumentatif yang kuat dan relevan secara hukum.

Hakim MK perlu mengevaluasi apakah keahlian yang ditawarkan oleh ahli etika atau filsafat memiliki relevansi langsung dengan kasus yang dihadapi. Bagaimanapun, keahlian yang dihadirkan harus bisa membantu menjawab pertanyaan hukum yang menjadi pokok permasalahan.

Peran ahli filsafat dan etika harus bersifat melengkapi dan bukan menggantikan argumentasi hukum yang harus tetap menjadi fokus utama dari persidangan di MK.

Dalam praktiknya, tantangan utama dalam menggunakan ahli filsafat dan etika adalah memastikan bahwa kontribusi mereka benar-benar membawa nilai tambah ke dalam proses pengadilan dan dipahami dengan benar oleh para hakim serta pihak yang terlibat dalam kasus. Keahlian tsb harus diintegrasikan secara hati-hati untuk mendukung, bukan mendominasi, diskusi hukum yang berlangsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun