Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Anomali dan Ratapan Tak Bisa Lagi Mengorbit Tanpa Jokowi

15 Maret 2024   16:45 Diperbarui: 15 Maret 2024   16:45 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena tarik kesana tarik kemari terkait dengan isu-isu politik seperti kemungkinan Jokowi menjadi Ketua Umum Golkar atau memimpin barisan nasional setelah berakhirnya masa jabatannya dapat dijelaskan dengan beberapa faktor dari sudut pandang sosio-antropologis, terutama terkait dengan sisa-sisa struktur feodal dan dinamika politik di Indonesia:

Dalam budaya politik Indonesia yang masih memiliki ciri-ciri feodal, figur sentral seperti Presiden Jokowi sering kali menjadi pusat otoritas dan pengaruh yang kuat. Meskipun masa jabatannya akan berakhir, otoritas dan pengaruhnya masih dianggap signifikan oleh banyak pihak. Oleh karena itu, upaya untuk menarik Jokowi ke dalam berbagai posisi atau peran politik setelah masa jabatannya berakhir dapat dilihat sebagai usaha untuk mempertahankan pengaruh dan kehadiran figur sentral tersebut dalam politik Indonesia.

Struktur sosial yang masih mencerminkan ciri-ciri feodal sering kali menciptakan hubungan-hubungan ketergantungan yang kuat antara berbagai pihak di dalam politik. Figur seperti Presiden Jokowi, yang memiliki pengaruh besar dalam dinamika politik, sering menjadi fokus dari hubungan ketergantungan tsb. Oleh karena itu, upaya untuk menariknya ke dalam berbagai peran politik setelah masa jabatannya berakhir dapat dilihat sebagai bagian dari dinamika relasi sosial dan politik yang masih ada di Indonesia.

Media massa dan representasi simbolik juga memainkan peran penting dalam memperkuat atau melemahkan otoritas dan pengaruh figur publik, termasuk Presiden Jokowi. Dalam hal ini, upaya untuk membentuk narasi dan citra yang menggambarkan Jokowi sebagai pemimpin yang masih relevan dan penting dalam politik Indonesia dapat menjadi faktor yang mendorong gerakan tarik kesana tarik kemari terkait dengan masa depan politiknya.

Dengan demikian, dari sudut pandang sosio-antropologis, gerakan tarik kesana tarik kemari terkait dengan masa depan politik Jokowi dapat dijelaskan sebagai hasil dari dinamika budaya politik dan struktur sosial yang masih ada di Indonesia, termasuk sisa-sisa struktur feodal. Otoritas figur sentral, hubungan ketergantungan, dan peran media dalam memperkuat representasi simbolik menjadi faktor-faktor yang penting dalam menjelaskan fenomena ini.

Kacamata Riggs

Bangsa Indonesia juga belum banyak bergeser dari masyarakat prismatik sebagaimana digambarkan Professor Fred W. Riggs dalam bukunya "Prismatic Society".

Konsep "masyarakat prismatik" yang diperkenalkan oleh Profesor Fred W. Riggs mengacu pada model teoritis yang menggambarkan masyarakat yang terfragmentasi, terutama dalam konteks negara-negara berkembang. Masyarakat prismatik memiliki ciri-ciri seperti pluralisme, heterogenitas, dan fragmentasi yang kuat dalam struktur sosial, politik, dan administratifnya.

Dalam konteks Indonesia, meskipun ada beberapa perubahan dan modernisasi yang telah terjadi sejak zaman kolonial hingga saat ini, masih terdapat sisa-sisa struktur prismatik yang tercermin dalam berbagai aspek masyarakat.

Beberapa indikator yang menunjukkan bahwa Indonesia masih belum banyak bergeser dari masyarakat prismatik meliputi antara lain Keragaman Etnis dan Kultural. Indonesia adalah negara yang sangat beragam secara etnis dan budaya, dengan lebih dari 300 suku dan beragam bahasa daerah. Keragaman ini menciptakan tantangan dalam membangun identitas nasional yang kuat dan sering kali memunculkan ketegangan antar-etnis; Fragmentasi Politik. Politik Indonesia masih ditandai oleh pluralisme politik yang kuat, di mana terdapat banyak partai politik dengan basis dan agenda yang beragam. Hal ini dapat mengakibatkan fragmentasi politik dan kesulitan dalam mencapai konsensus dalam pengambilan Keputusan; Fragmentasi Administratif. Struktur administratif Indonesia masih memperlihatkan tingkat fragmentasi yang signifikan, terutama antara pusat dan daerah. Sistem desentralisasi yang diterapkan sejak reformasi belum sepenuhnya berhasil mengatasi masalah fragmentasi administratif ini; Ketimpangan Sosial dan Ekonomi. Meskipun terdapat kemajuan ekonomi dan pembangunan, ketimpangan sosial dan ekonomi masih merupakan masalah serius di Indonesia. Ketimpangan ini bisa memperkuat fragmentasi sosial antara kelompok-kelompok yang berbeda.

Kendati demikian, Indonesia juga telah mengalami perkembangan dan modernisasi dalam beberapa aspek, termasuk pertumbuhan ekonomi, kemajuan dalam pendidikan, dan peningkatan infrastruktur. Namun, sisa-sisa dari struktur prismatik masih terlihat dalam banyak aspek masyarakat Indonesia, menunjukkan bahwa negara ini belum sepenuhnya bergeser dari konsep masyarakat prismatik sebagaimana yang didefinisikan oleh Fred W. Riggs.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun