2) Kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah terkait bahasa dan budaya dapat mempengaruhi perkembangan dialek;
3) Interaksi sosial, Interaksi sosial antara penduduk asli dan pendatang akan mendorong percampuran bahasa dan budaya.
Penduduk yang mengubah gaya bahasa penyampaian informasi mengenai IKN, seperti "ayo sini ke Ibu kota Negara (IKN), Jakarta sudah desa itu bukan Ibu kota Negara lagi" dan perubahan pada penduduk kalangan milenial yang menggunakan bahasa gaul seperti kata "Lo dan Gue".
Perubahan pada penggunaan bahasa yang mulai berbeda ini dapat dilihat pada penduduk usia remaja.
Dulu sebelum adanya IKN, remaja disini menggunakan bahasa Indonesia dengan campuran logat Kalimantan dengan berimbuhan "kah, lah, kalok" Imbuhan ini berasal dari adanya campuran logat Banjar dan bahasa Indonesia baku.
Di Kalimantan timur suku asli memang ada seperti telah disinggung di muka, tapi yang pasti sebagian besar Kalimantan timur menjadi tempat yang di huni oleh penduduk dengan suku campuran dari seluruh Indonesia.
Percampuran dialek dapat memiliki dampak positif dan negatif. Positif, misalnya memperkaya khazanah bahasa Indonesia dan meningkatkan toleransi antar budaya. Negatif, misalnya berpotensi menghilangkan bahasa dan budaya lokal.
Karenanya penting untuk mendokumentasikan bahasa dan budaya lokal Penajam Paser Utara, khususnya bahasa Paser dan bahasa Balik, sebelum terjadinya percampuran dialek. Hal ini untuk menjaga kelestarian bahasa dan budaya lokal.
Bagaimanapun, percampuran dialek di ibu kota negara baru merupakan hal yang wajar dan dapat menghasilkan dialek baru yang unik. Yang terpenting disini adalah kita dapat menjaga kelestarian bahasa dan budaya lokal di tengah percampuran tersebut.
Dialek lokal IKN ke depan ini pasca 17 Agustus 2024: Keren euy !
Referensi: