Jakarta Kekosongan Hukum Sejak 15 Pebruari 2024
Orang tak boleh lagi sok-sok-an tentang Jakarta, entah itu mencalonkan diri jadi Gubernur DKI, atau gagah-gagahan nih gue anak Jekarte mau ape lu, atau sok-sok-an peragaan busana di trotoar Sudirman mentang-mentang anak Jekarte tempo doeloe dan sekarang jatuh miskin dan terpojok di Citayam Depok dst.
Masalahnya Jakarta sudah bukan lagi ibu kota negara Indonesia sejak 15 Pebruari lalu merujuk pasal 39 dan 41 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu kota negara (UU IKN). Pasal itu mengatur Undang-Undang DKI Jakarta harus direvisi paling lama dua tahun setelah UU IKN diundangkan.
UU IKN Pebruari 2024 lalu pas dua tahun usianya. So, sejak 15 Pebruari lalu, sebenarnya ibu kota negara sudah tidak lagi DKI Jakarta.
Saat ini Nusantara di Penajam Paser utara Kaltim sudah berstatus ibu kota negara. Sedangkan, Jakarta mengalami kekosongan hukum terkait status.
Herannya DPR bisa terlambat begitu merealisasikan UU tentang Daerah Khusus Jakarta. Di tengah-tengah gonjang-ganjing Hak Angket yang nggak kepuguhan, tanpa ba bu lagi DPR segera merampungkan RUU DKJ. Dalam RUU itu seyogyanya dicantumkan kembali proses peralihan ibu kota negara.
RUU DKJ menjadi hal yang mendesak. Hal ini sejalan dengan Pasal 39 dan 41 UU IKN yang mengamanatkan revisi UU DKI Jakarta dalam waktu paling lama dua tahun setelah UU IKN diundangkan.
Dengan perubahan status per tgl 15 Pebruari ybl, Jakarta mengalami kekosongan hukum terkait statusnya. Tak ada kata lain, noise soal Hak Angket diabaikan saja dulu dan DPR segera menanggapi hal ini dengan merampungkan RUU DKJ untuk menetapkan status Jakarta dan memperjelas proses peralihan ibu kota negara.
Keberlanjutan hukum dan pemberlakuan peraturan hukum yang sesuai menjadi krusial. DPR dapat memastikan bahwa RUU DKJ mencakup ketentuan-ketentuan yang diperlukan untuk menjaga konsistensi dan keberlanjutan hukum.
Jangan pula dilupakan dalam menyusun RUU DKJ, agar dilibatkan partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan agar keputusan yang dihasilkan mencerminkan aspirasi dan kepentingan masyarakat secara luas.
Pemerintah dan DPR perlu menjalankan komunikasi publik yang baik untuk menjelaskan perubahan status ibu kota dan langkah-langkah yang diambil untuk menanggapi kekosongan hukum tersebut.
Meskipun Nusantara sudah berstatus ibu kota negara, perlu dilakukan pemantapan lebih lanjut terkait administrasi, infrastruktur, dan semua aspek yang terkait dengan peran sebagai ibu kota.
Dalam konteks ini, transparansi, partisipasi, dan pemahaman bersama di antara pemangku kepentingan akan menjadi kunci untuk mencapai solusi yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dan menjaga stabilitas hukum.
Presiden Jokowi bisa saja turun tangan bila DPR belum kunjung mengesahkan RUU DKJ. Jokowi dalam hal ini bisa menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
Ini harus dicegah jangan sampai terjadi, sebab ini bisa menjadi langkah yang kontroversial, karena penggunaan Perppu biasanya dianggap sebagai instrumen yang bersifat darurat dan seharusnya digunakan dalam keadaan mendesak.
Presiden memiliki kewenangan untuk menerbitkan Perppu sesuai dengan Pasal 22C UUD 1945. Namun, penggunaannya seharusnya terbatas pada keadaan mendesak.
Sebaiknya proses legislasi dilakukan secara demokratis melalui DPR, sebab bagaimanapun penggunaan Perppu dapat dianggap sebagai tindakan otoriter jika tidak ada urgensi yang jelas.
Langkah signifikan seperti perubahan ibu kota memerlukan dukungan dan partisipasi masyarakat. Penggunaan Perppu tanpa konsultasi dan keterlibatan masyarakat dapat menciptakan ketidakpuasan.
Sebaiknya keputusan tersebut didasarkan pada rekomendasi ahli dan kajian yang menyeluruh terkait dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari perubahan ibu kota.
Sebelum melangkah menggunakan Perppu, carilah solusi alternatif, seperti mendiskusikan lebih lanjut dengan DPR atau mengkaji ulang rencana perubahan ibu kota untuk memastikan keberlanjutan dan keselarasan dengan kepentingan publik.
Pendekatan yang demokratis dan transparan dapat membantu menghindari kontroversi dan meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap keputusan pemerintah.
Isu Endapan Gas Alam
Ada kritik keras dari Faisal Basri melalui Tempo belum lama ini mengenai adanya endapan gas alam di bawah IKN di Penajam Paser utara Kalimantan timur. Kata Faisal ini dapat mengancam pembangunan yang sedang berlangsung sekarang. Bahkan Faisal mengatakan anggaran yang dialokasikan sebesar Rp 400 trilyun itu tak cukup, sebab harus dipikirkan bagaimana menambah dana untuk pengamanan IKN.
Tapi kalau dibalik barangkali endapan gas alam itu justeru dapat dimanfaatkan untuk komunitas IKN ke depan ini.
Boleh-boleh saja masalah endapan gas alam di bawah perut bumi IKN di Penajam Paser Utara, Kalimantan timur, dapat menjadi suatu aspek yang perlu dipertimbangkan dengan cermat dalam proses pembangunan.
Endapan gas alam di bawah wilayah IKN bisa menjadi potensi ancaman jika tidak dikelola dengan baik. Potensi masalah seperti kebocoran atau permasalahan lingkungan dapat timbul, yang dapat menghambat pembangunan dan memberikan dampak negatif pada lingkungan sekitar.
Sebaliknya, endapan gas alam juga bisa dimanfaatkan secara positif. Jika dikelola dengan bijak, sumberdaya alam ini dapat menjadi sumber pendapatan ekonomi bagi komunitas IKN dan Indonesia secara keseluruhan. Pengelolaan yang berkelanjutan dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat menjadi kunci di sini.
Perencanaan yang matang dan pengelolaan yang baik perlu menjadi fokus. Ini tentu dengan penerapan teknologi yang canggih untuk mengelola sumberdaya alam secara aman, serta pemberdayaan masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat yang adil.
Evalusi dampak lingkungan harus dilakukan secara cermat untuk memahami konsekuensi pembangunan terhadap lingkungan, termasuk potensi dampak dari eksploitasi sumberdaya alam yang ada.
Transparansi dalam pengelolaan sumberdaya alam dan partisipasi aktif masyarakat sangat penting. Melibatkan masyarakat setempat dalam proses pengambilan keputusan dan memberikan informasi yang jelas tentang potensi risiko dan manfaatnya akan membantu meminimalkan konflik dan meningkatkan dukungan masyarakat.
Pemanfaatan teknologi terkini dalam eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam dapat membantu mengurangi risiko dan meningkatkan efisiensi. Penerapan teknologi ramah lingkungan juga perlu menjadi pertimbangan.
Akhirnya mari kita pastikan bahwa RUU DKJ akan segera diproses dan pembangunan IKN dilakukan secara berkelanjutan dan memperhitungkan kepentingan jangka panjang masyarakat dan lingkungan sekitar. Evaluasi risiko dan manfaat yang cermat, serta keterlibatan masyarakat setempat, dapat membantu menciptakan solusi yang seimbang dan berkelanjutan.
Lihat :
Joyogrand, Malang, Thu', March 07, 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H