Folklore Gadungan Sigodangpohul
Folklore atau cerita rakyat adalah sebuah cerita tradisional yang diwariskan secara turun-temurun melalui lisan atau tulisan. Cerita ini anonim, artinya tidak diketahui siapa penciptanya, dan berkembang di masyarakat dalam waktu yang lama.
Folklore memiliki banyak jenis, antara lain Mitos, yi cerita tentang asal-usul alam semesta, manusia, dan budaya, misalnya, cerita tentang Sang Pencipta, manusia pertama, dan asal-usul suatu suku bangsa; Legenda, yi cerita tentang kepahlawanan atau peristiwa sejarah yang telah dibumbui dengan unsur-unsur fantastis, misalnya, cerita tentang Malin Kundang, Legenda Danau Toba, dan Legenda Roro Jonggrang; Â Dongeng, yi cerita fiksi yang tidak benar-benar terjadi dan biasanya memiliki unsur magis, misalnya, cerita tentang Bawang Putih dan Bawang Merah, Cinderella, dan Putri Salju; Fabel, yi cerita tentang binatang yang berperilaku seperti manusia dan mengandung pesan moral, misalnya cerita tentang Kancil dan Kura-kura, Semut dan Belalang, dan Anjing dan Bayangannya; Cerita jenaka, yi cerita yang bertujuan untuk menghibur dan membuat orang tertawa, misalnya, cerita tentang Pak Belalang dan Pak Tani, Si Kabayan, dan Abu Nawas.
Bahkan di zaman yang sekarang kita sebut modern, pada 100-200 tahun yad, katakanlah begitu, bisa saja seorang Luna Maya dengan segala kisah-kasih back streetnya diFabelkan dan Hotman Paris Hutapea juga bisa diFabelkan sebagai si Raja Homang tano Batak.
Folklore memiliki banyak fungsi, antara lain mengajarkan nilai-nilai moral dan budaya kepada masyarakat; memberikan hiburan dan kesenangan kepada masyarakat; menjaga dan melestarikan budaya suatu masyarakat; memberikan rasa identitas dan kesatuan kepada masyarakat.
Folklore merupakan bagian penting dari budaya suatu masyarakat. Cerita-cerita ini memberikan kita wawasan tentang nilai-nilai, kepercayaan, dan tradisi masyarakat tersebut. Folklore juga membantu kita untuk memahami sejarah dan perkembangan suatu masyarakat.
Tanah Batak seputar Danau Toba, Sumatera utara, adalah Tanah Folklore. Ada beberapa alasan mengapa begitu banyak folklore di tanah Batak.
Â
Sejarah dan Tradisi Lisan
Masyarakat Batak memiliki sejarah panjang dan tradisi lisan yang kuat. Cerita-cerita tentang asal-usul suku Batak, leluhur mereka, dan peristiwa penting dalam sejarah mereka diturunkan dari generasi ke generasi melalui cerita rakyat. Danau Toba, sebagai tempat yang dianggap suci dan memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi, menjadi pusat banyak cerita rakyat Batak.
Keindahan Alam
Danau Toba dan sekitarnya memiliki keindahan alam yang luarbiasa. Gunung-gemunung, hutan lebat, dan air danau yang jernih menjadi inspirasi bagi banyak cerita rakyat Batak. Cerita-cerita ini sering kali menggabungkan unsur-unsur magis dan fantastis dengan keindahan alam, menciptakan cerita yang menarik dan penuh makna.
Nilai-nilai Moral dan Budaya
Folklore Batak sering kali mengandung nilai-nilai moral dan budaya yang penting bagi masyarakat Batak. Cerita-cerita ini mengajarkan tentang nilai-nilai seperti keberanian, kesetiaan, kehormatan, dan kerja keras. Folklore juga membantu melestarikan tradisi dan budaya Batak dan memberikan rasa identitas kepada masyarakat Batak.
Kearifan Lokal
Folklore Batak sering kali mengandung kearifan lokal yang berkaitan dengan lingkungan hidup, kesehatan, dan kehidupan sosial. Cerita-cerita ini memberikan pelajaran tentang bagaimana hidup selaras dengan alam dan bagaimana menjaga keseimbangan dalam kehidupan sosial.
Hiburan
Folklore Batak juga merupakan sumber hiburan bagi masyarakat Batak. Cerita-cerita ini sering kali lucu, menegangkan, dan penuh petualangan. Folklore menjadi cara bagi masyarakat Batak untuk bersantai dan menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman.
Sayang, cukup banyak juga folklore yang bikin orang Batak masa kini kebingungan tentang Marga atau Clan mereka. Kebanyakan folklore gadungan model begini bercerita tentang pertikaian status siapa si abangan dan siapa si adikan, tanah legacy dan sebangsanya. Ini bisa kita temukan dalam banyak marga seperti Pakpahan, Nainggolan, Simanjuntak, Hasibuan dll.
Folklore Sigodangpohul misalnya yang menceritakan tentang tiga orang bersaudara, Hutaraja, Lumbanbosi, dan Sigodangpohul, yang merupakan leluhur marga Pakpahan di Toba. Cerita ini tentang asal-usul mereka, migrasi mereka ke Toba, dan bagaimana mereka mendirikan perkampungan mereka.
Yang cukup mengejutkan Dr. Gerry van Klinken dalam bukunya : "The Politics of Folklore: The Case of the Sigodangpohul Story in Batak Toba" membahas beberapa klaim tanah legacy yang didasarkan pada folklore Sigodangpohul.
1. Klaim Marga Hasibuan
Marga Hasibuan di Toba mengklaim mereka adalah keturunan Sigodangpohul dan memiliki hak atas tanah di Lumban Silindung. Klaim ini didasarkan pada cerita Sigodangpohul yang menyebutkan Sigodangpohul mendirikan perkampungan di Lumban Silindung.
2. Klaim Marga Pakpahan
Marga Pakpahan di Toba mengklaim mereka adalah keturunan Sigodangpohul dan memiliki hak atas tanah di Bakkara. Klaim ini didasarkan pada cerita Sigodangpohul yang menyebutkan bahwa Sigodangpohul dan saudara-saudaranya bermigrasi ke Toba dan mendirikan perkampungan di Bakkara.
3. Klaim Marga Simanjuntak
Marga Simanjuntak di Toba mengklaim mereka adalah keturunan Sigodangpohul dan memiliki hak atas tanah di Balige. Klaim ini didasarkan pada cerita Sigodangpohul yang menyebutkan Sigodangpohul memiliki seorang isteri yang berasal dari marga Simanjuntak.
Van Klinken menunjukkan klaim-klaim ini tidak memiliki bukti sejarah yang kuat. Dia menunjukkan folklore Sigodangpohul tidak dapat diverifikasi sebagai sumber sejarah yang akurat. Dia juga menunjukkan tidak ada bukti yang menunjukkan Sigodangpohul dan saudara-saudaranya benar-benar memiliki tanah di Toba.
Van Klinken menyimpulkan klaim tanah yang didasarkan pada folklore Sigodangpohul adalah contoh bagaimana cerita rakyat dapat digunakan untuk tujuan politik. Dia menunjukkan cerita ini telah digunakan untuk melegitimasi klaim atas tanah dan kekuasaan.
Van Klinken meneliti bukti sejarah terkait folklore Sigodangpohul. Dia menemukan cerita ini tidak memiliki bukti sejarah yang kuat untuk mendukungnya. Dia menyimpulkan cerita ini kemungkinan besar merupakan fiksi yang diciptakan di kemudian hari.
Cerita Sigodangpohul telah digunakan untuk tujuan politik. Klinken menunjukkan cerita ini telah digunakan untuk melegitimasi klaim atas tanah dan kekuasaan.
Cerita bushitt Sigodangpohul adalah warning bagi orang Batak untuk memahami asal-usul dan tempat mereka di dunia dengan cara yang benar. Cerita Sigodangpohul adalah contoh bagaimana folklore dapat digunakan untuk berbagai tujuan.
Pendekatan yang digunakan
Van Klinken menggunakan beberapa pendekatan untuk menganalisis klaim tanah yang didasarkan pada folklore  Sigodangpohul.
Analisis Sejarah. Van Klinken meneliti bukti sejarah terkait cerita Sigodangpohul. Dia menemukan cerita ini tidak memiliki bukti sejarah yang kuat untuk mendukungnya.
Analisis tekstual . Van Klinken menganalisis teks cerita Sigodangpohul. Dia menunjukkan cerita ini memiliki banyak versi yang berbeda dan tidak ada versi yang dapat diverifikasi sebagai versi asli.
Analisis kontekstual . Van Klinken menganalisis konteks politik dan sosial di Toba. Dia menunjukkan klaim tanah yang didasarkan pada cerita Sigodangpohul muncul dalam konteks konflik dan perebutan tanah.
Dr. Van Klinken menyimpulkan klaim tanah yang didasarkan pada folklore Sigodangpohul tidak memiliki dasar sejarah yang kuat. Dia menunjukkan folklore ini telah digunakan untuk tujuan politik dan bukan sebagai sumber sejarah yang akurat.
Sejak 1960-an folklore Sigodangpohul telah merasuki sejumlah marga, sehingga terjadi perpecahan. Padahal kalau mau, cukup dengan menunjukkan dimana makam leluhur mereka dalam tambak-tambak atau pemakaman keluarga, kita akan tahu bahwa makam itu berasal dari generasi ke-10, atau ke-9 atau ke -8. Tapi gilirannya ke generasi pertama dan kedua, semua para avontur marga yang berangkat dari folklore Sigodangpohul ini kehilangan jejak.
Kritislah, sejarah Batak itu baru dimulai kl 500 tahun lalu. Selebihnya ada missing link yang belum kita ketahui sampai sekarang. Sebelum tahun 1500-an. dimana mereka. Ini belum terjawab sampai sekarang, karena belum ada akhli yang menjelajah sampai kesana.
Akhir kata, abaikan saja Folklore Sigodangpohul, karena ternyata folklore tsb adalah folklore gadungan yang memecahbelah marga di tanah Batak jadi nggak keruan.
Lihat :
"The Politics of Folklore: The Case of the Sigodangpohul Story in Batak Toba" oleh Dr. Gerry van Klinken
"The Role of Folklore in the Construction of Batak Identity" oleh Dr. Philipus T.W.M. van der Veen
Â
"Cerita Rakyat Batak Toba" oleh Dr. J.C. Vergouwen
"Folklore Batak Angkola" oleh Dr. William H.F. Adelaar
Joyogrand, Malang, Tue', Febr' 20, 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H