Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Masalah Kampanye dan Demisioner

26 Januari 2024   18:16 Diperbarui: 26 Januari 2024   18:22 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi dan Prabowo Soebianto dalam Jacket yang sama. Foto : dewantaranews.com

Masalah Kampanye dan Demisioner

Pernyataan Presiden Jokowi bahwa presiden boleh kampanye menuai beragam reaksi dari publik. Jokowi menyebut presiden boleh memihak dan kampanye asal tidak menggunakan fasilitas negara.

Ada yang setuju dengan pandangan bahwa presiden memiliki hak untuk kampanye, selama itu dilakukan secara transparan dan tanpa penyalahgunaan fasilitas negara.

Ada yang tidak setuju dengan ide bahwa presiden dapat memihak dalam kampanye, karena hal ini dapat dianggap tidak netral dan bisa mempengaruhi proses demokratis.

Ada yang meminta klarifikasi lebih lanjut terkait batasan-batasan yang diberlakukan pada kampanye presiden, terutama terkait dengan penggunaan fasilitas negara.

Aturan soal kampanye sendiri telah diatur dalam UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Lihat Bagian Kedelapan tentang Kampanye Pemilu oleh Presiden dan Wakil Presiden dan Pejabat Negara Lainnya.

Terkait presiden boleh kampanye termuat dalam Pasal 299. Pasal tsb menyebut hak kampanye presiden dan wakil presiden, termasuk pejabat negara juga mempunyai hak untuk kampanye.

Masalah Kampanye

Berikut pasal-pasal lain yang mengatur soal presiden boleh kampanye :

Pasal 299 : (1) Presiden dan wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye; (2) Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota Partai Politik mempunyai hak melaksanakan Kampanye; (3) Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota Partai Politik dapat melaksanakan Kampanye, apabila yang bersangkutan sebagai : (a) Calon Presiden atau Calon Wakil Presiden; (b) anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU; atau (c) Pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.

Pasal 300 : Selama melaksanakan Kampanye, Presiden dan Wakil Presiden, pejabat negara, dan pejabat daerah wajib memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pasal 301 : Presiden atau wakil Presiden yang telah ditetapkan secara resmi oleh KPU sebagai calon Presiden atau calon wakil presiden dalam melaksanakan Kampanye Pemilu Presiden atau Wakil Presiden memperhatikan pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai Presiden atau Wakil Presiden.

Pasal 302 : (1) Menteri sebagai anggota tim kampanye dan/atau pelaksana kampanye sebagaimana dimaksud dalam pasal 299 ayat (3) huruf b dan huruf c dapat diberikan cuti; (2) Cuti bagi menteri yang melaksanakan Kampanye dapat diberikan 1 (satu) hari kerja dalam setiap minggu selama masa Kampanye; (3) Hari libur adalah hari bebas untuk melakukan Kampanye di luar ketentuan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 304 : Selain itu, UU Pemilu juga mengatur hal-hal yang tidak boleh dilakukan presiden, menteri, hingga pejabat negara selama kampanye. Aturan kampanye ini termuat dalam Pasal 304. Berikut isinya : (1) Dalam melaksanakan Kampanye, Presiden dan Wakil Presiden, pejabat negara, pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara; (2) Fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : (a) sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas meliputi kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya; (b) gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik Pemerintah, milik pemerintah provinsi, milik pemerintah kabupaten/kota, kecuali daerah terpencil yang pelaksanaannya harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keadilan; (c) sarana perkantoran, radio daerah dan sandi/telekomunikasi milik pemerintah propinsi/kabupaten/kota, dan peralatan lainnya; dan (d) fasilitas lainnya yang dibiayai oleh APBN atau anggaran pendapatan dan belanja daerah; (3) Gedung atau fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang disewakan kepada umum dikecualikan-dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 305 : Selanjutnya, pada Pasal 305 dijelaskan mengenai penggunaan fasilitas negara yang melekat pada jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Berikut isi lengkap Pasal 305 : (1) Penggunaan fasilitas negara yang melekat pada jabatan Presiden dan Wakil Presiden menyangkut pengamanan, kesehatan, dan protokoler dilakukan dengan sesuai kondisi lapangan secara profesional dan proporsional; (2) Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden, fasilitas negara yang melekat sebagaimana dimaksud pada ayat satu tetap diberikan sebagai Presiden dan Wakil Presiden; (3) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang bukan Presiden dan Wakil Presiden, selama Kampanye diberikan fasilitas pengamanan, kesehatan, dan pengawalan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia; (4) Pengamanan dan pengawalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibiayai dari APBN; (5) Ketentuan lebih lanjut bagi pelaksanaan pengamanan dan pengawalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.

 

Meski sudah sebenderang itu, toh publik melalui elite politik tetap memandang tak etis apabila Presiden ikut berkampanye untuk salah satu kandidat Pilpres 2024.

Pandangan mengenai etika dan proporsionalitas partisipasi Presiden dalam kampanye tentu bervariasi tergantung pada perspektif dan nilai-nilai individu atau kelompok.

Jika UU Pemilu dan hukum terkait memperbolehkan presiden untuk terlibat dalam kampanye, maka partisipasinya dapat dianggap sesuai dengan hukum. Legalitas dan konstitusionalitas tindakan presiden dapat diukur berdasarkan aturan dan ketentuan yang berlaku.

Beberapa orang boleh jadi melihat partisipasi presiden dalam kampanye sebagai tidak etis karena presiden diharapkan menjaga netralitasnya sebagai pemimpin negara.

Etika politik mempertimbangkan keadilan dan netralitas dalam proses demokrasi, dan beberapa berpendapat bahwa presiden seharusnya tidak memihak calon tertentu.

Kita juga harus melihat bagaimana pemimpin dari negara-negara lain berperilaku dalam konteks pemilihan umum dapat memberikan pembandingan yang bermanfaat.

Beberapa negara memiliki tradisi dimana pemimpin negara terlibat secara aktif dalam mendukung kandidat atau partai tertentu, sementara yang lain menghargai netralitas pemimpin negara.

Kultur politik kita tentu tak harus sama dengan negara demokrasi lainnya. Kita lihat belum lama ini misalnya Presiden Jokowi jalan berdampingan dengan Paslon No 02 dengan Jacket yang sama. Ini hanya menegaskan Presiden sekarang sudah memastikan dukungannya kepada Prabowo. Goyangan figur utama ini semakin mendekati pencoblosan tentu akan semakin nyata, dan rakyat yang puas terhadapnya otomatis akan mengikut kemana arah pilihannya.

Kalaupun masih ada yang ngotot mengaitkannya dengan Gibran selaku anak kandungnya. Ini tentu tak lepas dari "rasa takut berlebihan" menjadi The Looser karena pamor Presiden selaku figur utama di negeri ini memiliki perbawa khusus kepada elektoral, terlebih hasil poling selama ini telah memastikan bahwa Jokowi telah memuaskan 75-80% rakyat Indonesia.

Seyogyanya mereka segera kembali ke aturan main yang berlaku. Lihat kembali UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Bagian Kedelapan tentang Kampanye Pemilu oleh Presiden dan Wakil Presiden dan Pejabat Negara Lainnya.

Masalah Demisioner

Masalah pemerintahan demisioner juga banyak dihembuskan akhir-akhir ini. Kalau beberapa menteri saja yang diisukan akan mengundurkan diri karena alasan kontestasi Pilpres 2024. Itu wajar, tapi inipun dengan catatan bahwa pengunduran diri itu hanya sejauh masa kampanye. Setelah itu ybs akan kembali menduduki jabatannya hingga berakhirnya masa pemerintahan Jokowi.

Pengunduran diri adalah keinginan individu ybs untuk aktif terlibat dalam proses politik, terutama jika mereka berasal dari partai politik tertentu yang memiliki keterlibatan dalam kontestasi Pilpres. Hal ini bisa dianggap sebagai ekspresi kebebasan politik dan hak setiap individu untuk terlibat dalam kegiatan politik.

Pergantian menteri atau anggota kabinet sehubungan dengan kontestasi Pilpres bukan hal yang luarbiasa dalam sistem politik. Ini bisa terjadi karena adanya pergeseran politik, perbedaan pandangan, atau strategi politik yang berbeda di antara partai politik.

Kalaupun itu diberlakukan sebagai strategi politik untuk mempengaruhi opini publik atau memberikan pesan politik tertentu. Ini dapat menjadi upaya untuk menyoroti isu-isu tertentu atau mengekspresikan ketidaksetujuan terhadap arah pemerintahan saat ini. Tapi ini pun jadi tak penting lagi. Buktinya Mahfud MD menjadi gagap, apalagi menteri-menteri asal Nasdem. Sri Mulyani dan MenPUPR Basuki malah bekerja semakin menjadi-jadi. Kerja .. Kerja .. sampai pemerintahan Jokowi berakhir Oktober 2024 yad.

Hasil Pilpres 2024 akan diketahui setelah pencoblosan pada tgl 14 Pebruari 2024, sementara Presiden Jokowi baru akan habis masa jabatannya pada minggu ketiga Oktober 2024 yang akan datang.

Ada yang salah kaprah yang menyebut interval waktu ini sebagai masa demisioner lembaga kepresidenan.

Yang pasti Interval waktu ini tidak bisa ditafsirkan sebagai masa demisioner, melainkan periode transisi atau periode pra-penggantian kepemimpinan. Dalam konteks Indonesia, istilah "masa demisioner lembaga kepresidenan" tidaklah umum sebagaimana halnya dalam sistem demokrasi parlementer.

Setelah hasil pemilihan presiden diketahui, ada periode waktu antara pengumuman hasil dan pelantikan presiden terpilih. Selama periode ini, presiden terpilih mungkin mulai mempersiapkan kabinetnya dan merancang agenda kebijakan.

Pemerintahan yang akan datang dapat menggunakan waktu ini untuk memastikan kesiapan administratif dan membuat rencana transisi yang mulus. Ini melibatkan koordinasi dengan pemerintahan yang sedang berakhir untuk memastikan kelancaran proses transisi.

Jabatan Presiden Jokowi akan berakhir pada Oktober 2024, dan selama periode transisi ini, ia masih memegang kedudukan sebagai presiden hingga pelantikan presiden yang baru terpilih. Kewenangan presiden yang sedang berakhir tetap berlaku, meskipun pemerintahan baru dapat memasuki tahap persiapan untuk mengambil alih.

Kontinuitas pemerintahan adalah penting selama periode transisi agar fungsi pemerintahan dan pelayanan publik tidak terganggu. Ini melibatkan kerjasama dan komunikasi yang baik antara pemerintahan yang sedang berakhir dan yang akan datang.

Semua aman-aman saja bukan. Yang bermasalah tentu kalau kita berumah di atas angin. Kita bisa masuk angin disini atau sekurangnya memandang terrestrial sebagai indah semuanya. Tak heran kita jadi gampang meradang melihat warna-warni di bawah. Oalahh ..

Joyogrand, Malang, Fri', Jan' 26, 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun