Pilihlah Pemimpin Strategik
Burhanuddin Muhtadi seorang yang biasa-biasa saja beberapa waktu lalu kini menjadi tak biasa. Bukan karena dia sudah dikukuhkan sebagai seorang Professor, tapi karena kepiawaiannya menelusuri hasil survey tentang apa bagaimana seseorang itu menjadi elektabel dalam Pilpres.
Kalangan akademisi dan kalangan terpelajar lainnya bisa saja ngamuk karena Gibran Rakabuming Raka putera kandung Jokowi diloloskan oleh pamannya Anwar Usman yang Ketua MK menjadi Cawapresnya Prabowo. Cukup dengan menciptakan norma baru bahwa seseorang yang sudah berpengalaman ikut pemilu legislatif dan menjadi kepala daerah berhak nyapres-nyawapres pada Pilpres 2024.
Meski pamannya kemudian dicopot dari jabatan Ketua MK dengan digelarnya sidang MKMK di bawah Jimly Asshidiqie, tapi norma baru itu sudah berlaku dan tak bisa lagi diubah.
Kalangan idealis, khususnya kalangan akademisi, pun meledak. Bermunculanlah istilah seperti politik dinasti, bahwa Jokowi ingin melanggengkan kekuasaannya melalui Prabowo-Gibran. Yang lucu, Ade Armando seorang yang tadinya influencer dan kini jadi anggota PSI, terpeleset saking bersemangatnya membela Gibran bahwa yang perlu diusut soal politik dinasti adalah Kesultanan Yogyakarta bukannya Jokowi. Tapi Sultan Yogya memang santun orangnya. Ia hanya menjelaskan bahwa kehadiran Kesultanan DIY dalam sistem kita justeru sesuai konstitusi. Ade pun terpaksa harus belajar lagi tanpa harus minta maaf kepada Sultan Yogya.
Mengapa soal Gibran sekarang adem-adem aja, Muhtadi menegaskan keputusan MK itu tak ada efeknya terhadap populasi secara keseluruhan. Itu hanya bergaung di kalangan terbatas saja, yi kalangan idealis, itu pun terbatas di Jabodetabek saja. Sejauh ini rakyat tetap respect sama Jokowi, terbukti popularitasnya di kalangan rakyat tetap bertengger di angka 80.
Mengapa Jokowi tetap populer, meski ia banyak diejek karena telah bergeser bahkan dipandang berkhianat terhadap PDIP, lalu diam-diam berkonspirasi dengan Prabowo dan merestui Gibran sebagai Cawapresnya Prabowo.
Opini dan pandangan terhadap seorang pemimpin politik utama ternyata monolitik di negeri ini.
Meskipun ada kritik terhadap Jokowi, terdapat beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa popularitasnya tetap tinggi. Jokowi dapat mempertahankan popularitasnya melalui prestasi dan kinerjanya sebagai presiden. Banyak yang melihat bahwa pemerintahannya telah mengambil langkah-langkah positif dalam berbagai bidang, seperti infrastruktur, ekonomi, dan pengentasan kemiskinan. Pencapaian nyata ini dapat memperkuat dukungan publik.
Jokowi dikenal sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat, dengan citra sebagai orang yang sederhana dan mendekatkan diri pada kebutuhan masyarakat. Citra ini membuatnya tetap populer di kalangan masyarakat yang merasakan bahwa pemimpin tsb benar-benar mewakili kepentingan mereka.