Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pilpres 2024: Ndang di Ahu Ndang di Ho, Bulus Ma tu Begu

13 Januari 2024   13:24 Diperbarui: 13 Januari 2024   13:25 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ndang di Ahu Ndang di Ho, Bulus Ma tu Begu atau Zero Sum Game. Foto : quora.com

Pilpres 2024 : Ndang di Ahu Ndang di Ho, Bulus Ma tu Begu

Merespon ribut-ribut antar Tim Sukses kandidat capres dalam rangka Pilpres 2024, kenapa tak menawarkan program partainya saja? Atau mengkritisi program partai lain? Yang terjadi malah sibuk mengabarkan "kekurangan" pihak lain. Seakan di pihaknya tak ada kekurangan. Pendeknya capres yang lain buruk, yang terbaik adalah capres Tim Sukses saya.

Teringat slank ngeri-ngeri sedap dalam komunitas Batak. Pihak yang satu sudah merasa telanjur citranya tidak mendukung, dan sulit untuk mengembalikannya. Bayangan kekalahan sudah semakin jelas. Dalam keputusasaan, karena tidak legowo, maka akan dilakukan serangan kepada pihak lain yang lebih besar kans-nya untuk menang. Serangannya apa saja yang penting mereka tidak menang dalam perlombaan itu.

Kesohorlah kemudian : "ndang di ahu, ndang di ho, bulus ma tubegu", yang artinya "tidak untukku, tidak untukmu, lebih baiklah diambil setan".Ini senada dengan "saya jeblok kamu juga jeblok". Lazimnya sikap atau pendirian seperti ini disebut teori "zero sum game".

Perilaku seperti ini masih dominan dalam budaya politik Indonesia, padahal Pilpres 2024 bukanlah yang pertama di era reformasi, tapi sudah yang ke sekian kalinya

Bagaimana kita melihat persoalan ini. Dan bagaimana mengkaji perilaku seperti ini dari kacamata sosiolog besar Talcot Parsons.

Dalam konteks politik, fenomena di mana tim sukses kandidat lebih cenderung menyerang lawan politik daripada menawarkan program atau mengkritisi program partainya sendiri memang acapkali terjadi. Hal ini dapat dilihat sebagai strategi politik yang digunakan untuk memenangkan dukungan publik, terutama jika kampanye yang bersangkutan menganggap bahwa menonjolkan kelemahan lawan lebih efektif daripada menyoroti keunggulan sendiri.

Dalam pandangan Talcott Parsons, seorang sosiolog Jerman terkenal, kita bisa memahami perilaku semacam ini melalui beberapa konsep dalam teori fungsionalisme struktural. Parsons menekankan konsep fungsi dan disfungsi dalam sistem sosial. Dalam konteks politik, kampanye yang lebih fokus menyerang lawan dapat dianggap sebagai bentuk disfungsi dalam sistem politik.

Parsons berargumen bahwa setiap elemen dalam sistem sosial memiliki fungsi yang mendukung kelangsungan sistem tsb. Dalam konteks politik, fungsi positifnya adalah memberikan informasi kepada publik tentang perbedaan antara calon dan partainya dengan yang lain.

Namun, jika kampanye terlalu fokus pada menyerang lawan tanpa memberikan informasi yang cukup tentang program dan visi mereka sendiri, ini dapat dianggap sebagai disfungsi. Hal ini dapat mengarah pada ketidakstabilan sistem politik dan kurangnya informasi yang diperlukan pemilih untuk membuat keputusan yang bijak.

Dalam konteks kampanye, adaptasi mencakup kemampuan untuk berubah dan berkembang sesuai dengan tuntutan situasi. Kampanye yang terlalu fokus pada menyerang lawan mungkin kehilangan kemampuan adaptasi untuk merespons isu-isu yang muncul secara dinamis.

Parsons menyoroti pentingnya integrasi sosial untuk stabilitas sistem. Jika kampanye terlalu polarisasi dan penuh dengan serangan tanpa dasar yang kuat, ini dapat merusak integrasi sosial dan menciptakan ketegangan di masyarakat.

Dalam kacamata sosiologis, perilaku semacam ini dapat dianggap sebagai indikasi ketidakseimbangan dalam sistem politik. Masyarakat dan pemilih perlu mengajukan pertanyaan kritis terhadap kampanye yang lebih fokus pada menyerang lawan daripada memberikan informasi yang substansial tentang rencana dan program mereka sendiri.

Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa memilih bukan hanya tentang menolak calon, tetapi juga tentang mendukung calon yang memiliki visi dan program yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Bagaimana seorang Talcot Parsons dalam konteks Pilpres Indonesia 2024 memberi saran terbaiknya disini. Perlukah mendestigmatisasi seseorang atau malah menstigma dengan cap terburuk. Atau bagaimana sebetulnya yang terbaik, karena di Amerika pun  upaya kembali memberi stigma kepada Trump justeru semakin menjadi-jadi, apakah kita sudah sampai pada puncaknya demokrasi atau malah menurun. Bagaimana Fukuyama mempertanggungjawabkan thesisnya bahwa demokrasi adalah puncak peradaban manusia dalam berpolitik.

Talcott Parsons, seorang sosiolog fungsionalis, akan mendorong pendekatan yang lebih seimbang dan konstruktif dalam konteks Pilpres Indonesia 2024.

Beberapa saran yang dapat diterapkan dari perspektif Parsons misalnya kampanye sebaiknya lebih fokus pada penyampaian informasi positif mengenai visi, program, dan kebijakan yang ditawarkan oleh kandidat. Ini membantu membangun pemahaman yang lebih baik di antara pemilih mengenai rencana masa depan yang diusung.

Mendorong pendidikan pemilih untuk membantu mereka memahami dan menilai rencana serta program yang diusung oleh masing-masing kandidat. Ini dapat membantu mengurangi pengaruh stigmatisasi atau serangan pribadi terhadap lawan.

Mendorong adanya dialog terbuka dan konstruktif antara kandidat dan tim kampanye. Diskusi yang berfokus pada solusi, bukan hanya masalah, dapat membawa pemahaman yang lebih baik di antara pihak-pihak yang bersaing.

Parsons akan menyarankan untuk menghindari stigmatisasi pribadi atau serangan yang bersifat merendahkan martabat lawan politik. Hal ini penting untuk menjaga integritas dan martabat demokrasi.

Dalam konteks Amerika dan upaya kembali memberi stigma kepada Trump, ini juga mencerminkan dinamika politik yang polarisasi.

Francis Fukuyama, dalam teorinya tentang "Puncak Sejarah" (End of History), tidak berarti bahwa demokrasi tidak akan mengalami tantangan atau kritik. Ia menyoroti bahwa demokrasi sebagai sistem politik telah memenangkan pertarungan ideologis utama, tetapi tetap harus menghadapi tantangan dan perbaikan terus-menerus.

Fukuyama sendiri mengakui bahwa demokrasi tidak selalu sempurna dan dapat mengalami kemunduran. Dalam menyikapi tantangan terhadap demokrasi, penting untuk terus memperbaiki dan memperkuat lembaga-lembaga demokratis, serta mempromosikan partisipasi warga dalam proses politik.

Daripada hancur-hancuran seperti "Yang Anies mau ditembaklah", "Yang Ganjar akan ditinggalkan PDIP-lah" dan "Yang Prabowo semakin tidak Gemoy-lah", sebaiknya bangsa ini segera saja meninggalkan peribaratan  "ndang di ahu, ndang di ho, bulus ma tu begu", yang artinya "tidak untukku, tidak untukmu, lebih baiklah diambil setan", atau "saya jeblok kamu juga jeblok". Teori zero sum game semacam ini adalah cermin dari perilaku buruk kita dalam demokrasi modern.

Meninggalkan perilaku buruk seperti yang diilustrasikan di atas merupakan langkah penting untuk membangun demokrasi yang sehat dan inklusif di negeri ini.

Beberapa saran untuk mencapai tujuan tsb antara lain memperkuat sistem pendidikan politik yang mendorong pemahaman mendalam tentang nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan pentingnya toleransi. Masyarakat yang teredukasi secara politik lebih mungkin untuk menghindari perilaku zero-sum game.

Mendorong budaya dialog dan diskusi yang positif, dan mendukung platform-platform di mana pemimpin politik dan masyarakat bisa bertukar ide tanpa merendahkan pihak lain. Tersedianya ruang bagi perdebatan yang bermutu dapat memperkaya pemahaman bersama.

Mempromosikan keterbukaan dan akuntabilitas dalam tindakan pemerintah dan politisi. Dengan demikian, masyarakat dapat lebih mudah menilai kinerja dan membuat keputusan politik berdasarkan informasi yang akurat dan transparan.

Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik. Ketika warga merasa bahwa suara mereka dihargai dan bahwa mereka memiliki peran dalam pembentukan kebijakan, mereka lebih cenderung untuk berpartisipasi dengan cara yang konstruktif.

Mendukung keberadaan media yang independen dan bertanggungjawab. Media yang memberikan informasi yang seimbang dan kredibel dapat membantu mengubah pola pikir masyarakat dan mengurangi stigmatisasi.

Melibatkan generasi muda dalam proses politik. Pemuda seringkali membawa energi dan perspektif baru yang dapat membantu mengubah dinamika politik menuju kolaborasi daripada konfrontasi.

Meluncurkan inisiatif pendidikan publik yang fokus pada nilai-nilai demokrasi, dialog antarbudaya, dan penghargaan terhadap perbedaan. Ini dapat dilakukan melalui program-program di sekolah, workshop, dan kampanye publik.

Pemimpin politik memiliki peran penting dalam membentuk budaya politik. Mereka harus menunjukkan komitmen terhadap etika politik, penyelesaian konflik yang damai, dan memimpin dengan contoh dalam berkomunikasi yang beradab.

Memastikan bahwa sistem hukum berfungsi dengan baik dan dapat menangani pelanggaran etika politik. Ini menciptakan landasan yang kuat untuk mencegah perilaku yang merugikan demokrasi.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini secara konsisten, masyarakat dapat bekerjasama untuk mengubah budaya politik menjadi lebih inklusif, kooperatif, dan positif dalam mendukung demokrasi modern.

Upaya untuk membangun demokrasi yang sehat dan berfungsi tergantung pada partisipasi aktif dan kritis masyarakat. Stigmatisasi dan polarisasi dalam politik dapat menghambat kemajuan demokrasi, sementara pendekatan yang inklusif dan konstruktif lebih mungkin membawa perubahan positif dalam sistem politik.

Joyogrand, Malang, Sat', Jan' 13, 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun