Francis Fukuyama, dalam teorinya tentang "Puncak Sejarah" (End of History), tidak berarti bahwa demokrasi tidak akan mengalami tantangan atau kritik. Ia menyoroti bahwa demokrasi sebagai sistem politik telah memenangkan pertarungan ideologis utama, tetapi tetap harus menghadapi tantangan dan perbaikan terus-menerus.
Fukuyama sendiri mengakui bahwa demokrasi tidak selalu sempurna dan dapat mengalami kemunduran. Dalam menyikapi tantangan terhadap demokrasi, penting untuk terus memperbaiki dan memperkuat lembaga-lembaga demokratis, serta mempromosikan partisipasi warga dalam proses politik.
Daripada hancur-hancuran seperti "Yang Anies mau ditembaklah", "Yang Ganjar akan ditinggalkan PDIP-lah" dan "Yang Prabowo semakin tidak Gemoy-lah", sebaiknya bangsa ini segera saja meninggalkan peribaratan  "ndang di ahu, ndang di ho, bulus ma tu begu", yang artinya "tidak untukku, tidak untukmu, lebih baiklah diambil setan", atau "saya jeblok kamu juga jeblok". Teori zero sum game semacam ini adalah cermin dari perilaku buruk kita dalam demokrasi modern.
Meninggalkan perilaku buruk seperti yang diilustrasikan di atas merupakan langkah penting untuk membangun demokrasi yang sehat dan inklusif di negeri ini.
Beberapa saran untuk mencapai tujuan tsb antara lain memperkuat sistem pendidikan politik yang mendorong pemahaman mendalam tentang nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan pentingnya toleransi. Masyarakat yang teredukasi secara politik lebih mungkin untuk menghindari perilaku zero-sum game.
Mendorong budaya dialog dan diskusi yang positif, dan mendukung platform-platform di mana pemimpin politik dan masyarakat bisa bertukar ide tanpa merendahkan pihak lain. Tersedianya ruang bagi perdebatan yang bermutu dapat memperkaya pemahaman bersama.
Mempromosikan keterbukaan dan akuntabilitas dalam tindakan pemerintah dan politisi. Dengan demikian, masyarakat dapat lebih mudah menilai kinerja dan membuat keputusan politik berdasarkan informasi yang akurat dan transparan.
Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik. Ketika warga merasa bahwa suara mereka dihargai dan bahwa mereka memiliki peran dalam pembentukan kebijakan, mereka lebih cenderung untuk berpartisipasi dengan cara yang konstruktif.
Mendukung keberadaan media yang independen dan bertanggungjawab. Media yang memberikan informasi yang seimbang dan kredibel dapat membantu mengubah pola pikir masyarakat dan mengurangi stigmatisasi.
Melibatkan generasi muda dalam proses politik. Pemuda seringkali membawa energi dan perspektif baru yang dapat membantu mengubah dinamika politik menuju kolaborasi daripada konfrontasi.
Meluncurkan inisiatif pendidikan publik yang fokus pada nilai-nilai demokrasi, dialog antarbudaya, dan penghargaan terhadap perbedaan. Ini dapat dilakukan melalui program-program di sekolah, workshop, dan kampanye publik.