Spesies seperti Pinus Batak memerlukan pendekatan yang holistik dan kolaboratif. Melibatkan ahli biologi, ahli kehutanan, dan komunitas lokal dapat memperkuat upaya konservasi ini.
Ketika makan malam di salah satu lapo di Desa Pakpahan selaku ibukota Kecamatan Pangaribuan obrolan pun semakin seru. Ternyata belum pernah ada studi mendalam tentang siklus hidup dan reproduksi Pinus Batak untuk memahami secara rinci kebutuhan dan tantangan dalam perbanyakan alami mereka.
Meski Danau Toba sudah semakin glowing sekarang, dan infrastruktur jalan ke Pangaribuan selaku daerah pendukung sudah bagus, toh masih juga terjadi pembalakan liar, Sasarannya asal-lah pohon Pinus Pangaribuan, dan yang penting sudah berdiameter medium sebesar ban truk, maka babat sudah Pinus Batak itu.
Pembalakan liar seperti ini ibarat candu bagi warga, khususnya mereka yang berjiwa avontur dalam masalah finansial. "Hepeng do na mangatur nagara on" atau "Uanglah yang mengatur negara ini". Ini hanya berarti filosofi Machiavelli terpeleset di tanah Batak ke jurang "Hamoraon" atau kekayaan yang menjadi idam-idaman setiap orang yang sudah paham matematika dasar hamoraon. He He ..
Bagaimanapun galaunya hati ini karena belum ada perkembangan yang signifikan dalam pelestarian Pinus Batak di Pangaribuan, Â Cagar Alam Dolok Saut di Pangaribuan dan Dolok Sipirok di Tapanuli selatan tetap saya pilih untuk dijadikan obyek wisata jelajah alam.
Setidaknya dapat dilakukan beberapa strategi pemasaran dan pengembangan pengalaman wisata. Misalnya pemangku kepariwisataan Danau Toba. Pemda setempat harus menyertakan mereka dalam program edukasi dan interpretasi yang memberikan informasi mendalam tentang keanekaragaman hayati, ekologi, dan nilai konservasi di Bukit Barisan.
Pemerintah juga harus menggunakan papan informasi, pamflet, dan tur pemandu yang dapat menjelaskan secara menarik tentang keunikan lingkungan tsb; merancang paket wisata tematik yang menggabungkan pengalaman alam dengan kegiatan yang lebih berorientasi kebudayaan atau petualangan, sehingga dapat menarik berbagai minat wisatawan, misalnya paket wisata fotografi alam, penelusuran flora dan fauna, atau kegiatan suaka margasatwa.
Berkolaborasi dengan komunitas lokal, baik di Rahut Bosi, Silantom, Desa Pakpahan, Sibingke, Sigotom dll. Ini bisa memberikan wawasan unik, pengalaman lokal, dan keterlibatan dalam kegiatan budaya.
Jangan lupa bagaimana meningkatkan infrastruktur yang mendukung wisata, seperti jalur trekking yang aman, tempat peristirahatan, dan aksesibilitas yang baik. Pastikan adanya fasilitas yang memadai, seperti toilet, tempat makan, dan area piknik.
Manfaatkan media sosial dan situs web untuk mempromosikan obyek wisata. Bagikan foto-foto menarik, cerita perjalanan, dan ulasan positif dari wisatawan sebelumnya. Gunakan tagar atau kampanye khusus untuk meningkatkan keberadaan digital obyek wisata tsb.
Singkat kata pemda setempat harus piawai melakukan marketing, seperti berkolaborasi dengan agen perjalanan lokal, hotel, dan operator tur untuk menciptakan paket wisata yang komprehensif dan mudah diakses bagi turis.