Ketidaksetaraan dalam pemahaman peristiwa 1965 antara pihak yang berkuasa dan keluarga korban menciptakan kesenjangan yang sulit diatasi. Pemikiran dialektis memerlukan dialog dan pemahaman bersama, tetapi ketidaksetaraan pemahaman bisa menjadi hambatan.
Peristiwa 1965 terkait dengan konflik ideologis antara PKI, yang merupakan partai komunis dengan ideologi sosialis-marxis, dan pihak-pihak anti-komunis yang terutama dipimpin oleh militer dan organisasi-organisasi Islam. Identitas politik dalam hal ideologi sangat mempengaruhi persepsi dan tindakan pihak-pihak yang terlibat.
Via pendekatan Hegel ini dan 2 contoh di muka, kita dapat melihat dialektika sosial-politik akan sulit di sebuah negara yang mayoritas meyakini dogma mati tertentu yang tak terkait dengan ajaran agama, tapi justeru terkait dengan keyakinan sekuler mereka yang tak relevan dengan zaman. Keyakinan sekuler itu adalah kehidupan sosial-politik mereka di masa lalu yang seharusnya ber-evolusi dalam sejarah pemikiran anak manusia.
Kita juga akan sulit membaca apapun dari debat capres-cawapres sekarang. Sekalipun isu-isu yang diperdebatkan aktual, tetapi kalau yang dicari hanya pemenangan calon tanpa dialektika yang seharusnya terjadi dalam sebuah perdebatan politik, maka kita hanya menggantang asap saja disini.
Tanpa dialektika tak ada kemajuan. Dan tanpa kemajuan tak ada dialektika. Dilematis memang.
Pernyataan itu mencerminkan ide bahwa hubungan antara dialektika (proses kontradiksi dan resolusi konflik) dan kemajuan (perkembangan atau perubahan positif) adalah saling terkait dan bersifat timbal balik.
Dialektika, dalam pemikiran Hegelian atau konsep-konsep serupa, melibatkan proses di mana kontradiksi atau konflik dialektis diatasi melalui sintesis, yang kemudian menghasilkan perkembangan atau pemahaman yang lebih tinggi. Dalam konteks ini, dialektika dipandang sebagai dorongan atau mesin yang mendorong perubahan dan kemajuan dalam pemikiran dan masyarakat. Konflik dan perubahan pemikiran dianggap sebagai katalis untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam.
Di sisi lain, kemajuan menyiratkan adanya perkembangan atau perubahan positif. Tanpa adanya kemajuan atau perubahan, tidak akan ada kontradiksi atau konflik yang mendorong proses dialektika. Dalam konteks ini, kemajuan dianggap sebagai hasil dari proses dialektika yang terus-menerus terjadi. Pemikiran yang statis atau keadaan yang tidak berubah tidak akan memberikan kesempatan bagi proses dialektika untuk terjadi.
Dengan demikian, pernyataan tersebut menciptakan suatu siklus di mana dialektika dan kemajuan saling mendukung. Proses dialektika memicu kemajuan, dan kemajuan menciptakan kondisi untuk terjadinya lebih banyak kontradiksi atau konflik, yang selanjutnya mendorong proses dialektika yang lebih lanjut.
Joyogrand, Malang, Sat'. Jan' 06, 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H