Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tanpa Dialektika Tak Ada Kemajuan dan Tanpa Kemajuan Tak Ada Dialektika

6 Januari 2024   15:53 Diperbarui: 6 Januari 2024   15:59 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam konteks Indonesia, kita juga melihat betapa sulit berpikir dialektis itu ketika kita sampai pada hoaks besar tahun 1965 yaitu pemberontakan PKI. Ketika kita mengatakan peristiwa 1965 adalah hoaks besar, karena beberapa akhli telah menelitinya secara maksimal bahwa itu adalah hoaks besar, pemerintah terlihat berusaha keras menutupinya bahwa itu telah ending selama-lamanya, sementara keluarga korban masih tertinggal dan diperlakukan sebagai warganegara kelas paria. Ada ketidakadilan yang absurd disini.

Ketidaksetujuan dan konflik interpretasi sejarah ini menggarisbawahi kesulitan untuk menerapkan pendekatan dialektika dalam konteks tertentu.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kesulitan ini antara lain :

Kontroversi Historis

Sejarah peristiwa 1965 memiliki berbagai narasi dan interpretasi yang berbeda. Ketidakpastian dan kontroversi seputar fakta-fakta historis membuat sulit untuk mencapai kesepakatan dan sintesis di antara berbagai pandangan.

Politik Identitas

Peristiwa 1965 terkait erat dengan politik identitas dan kekuasaan politik. Pihak-pihak yang memiliki kepentingan politik tertentu mungkin tidak bersedia untuk mengakui atau menerima pandangan yang berbeda karena hal ini dapat mempengaruhi narasi politik mereka.

Pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengkonsolidasikan kekuasaan atau menjaga stabilitas politik cenderung menggunakan politik identitas untuk memobilisasi dukungan atau menekan oposisi. Hal ini dapat terlihat dalam cara politik identitas digunakan untuk membenarkan tindakan atau menjatuhkan lawan politik.

Peristiwa 1965 menciptakan narasi politik dan sejarah yang mencirikan identitas kelompok tertentu sebagai ancaman terhadap stabilitas dan ideologi nasional. Dengan demikian, politik identitas memainkan peran penting dalam konstruksi naratif dan memahami peristiwa tsb.

Meskipun peristiwa 1965 lebih berkaitan dengan perbedaan ideologi, namun ada juga dimensi etnis dan agama. Beberapa kelompok etnis dan agama memiliki kepentingan politik tertentu dan terlibat dalam konflik tsb sesuai dengan identitas mereka.

Pasca-peristiwa 1965, terdapat stigma dan stereotip terhadap individu dan kelompok yang dianggap terkait dengan PKI. Identitas politik mereka menjadi sumber ketidakpercayaan dan diskriminasi, terutama dalam beberapa dekade pertama pasca-peristiwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun