Dalam konteks ketidaksetaraan global, pemikiran dan kesadaran manusia di berbagai negara sangatlah beragam. Upaya untuk mencapai perubahan sosial yang signifikan harus mempertimbangkan perbedaan-perbedaan ini dan memahami konteks spesifik di mana perubahan tsb diupayakan.
Pertikaian antar bangsa, misalnya Israel Versus Arab-Palestina. Sudah hampir 1 abad lamanya mereka bertikai dan belum juga selesai untuk mensolusikan permasalahan mereka yaitu soal tanah legacy. Israel sudah lama di daerah itu. Semua penggalian arkeologis telah membuktikannya. Sedangkan Arab-Palestina merevisinya dengan menarik garis historisitas keberadaan mereka setidaknya pada tahun 1920-an ketika Inggeris menguasai tanah itu setelah Ottoman kalah dalam Perang Dunia I. Akhirnya kita hanya melihat bahwa dialektika itu tak ada, karena masalah revisionisme dari pihak Arab. Yang ada di tanah legacy itu hanyalah konflik dari masa ke masa, karena keyakinan yang dianut dalam memperjuangkan hak atas tanah telah menjadi dogma mati yang tak kenal kompromi bagi salah satu pihak.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keterbatasan aplikasi dialektika dalam kasus konflik Israel-Arab Palestina meliputi :
Kontroversi Historis
Sejarah wilayah tsb memiliki interpretasi yang berbeda-beda antara pihak Israel dan Arab-Palestina. Kontroversi seputar sejarah dan hak kepemilikan tanah menjadi salah satu sumber konflik, dan pandangan yang berbeda tentang masa lalu sulit diatasi melalui proses dialektika jika pihak-pihak tsb memiliki dogma mati yang menghalangi dialog.
Faktor Politik dan Identitas
Konflik ini juga terkait dengan faktor politik dan identitas yang kompleks. Ketegangan politik dan perasaan identitas nasional yang kuat dapat menghambat proses dialektika dan pembaharuan pemikiran.
Interferensi Eksternal
Peran aktor eksternal, baik negara-negara tetangga maupun pihak-pihak lain di dunia, dapat memperumit konflik dan menghambat kemungkinan penyelesaian yang dapat dicapai melalui dialog dan negosiasi.
Ketidakmampuan mencapai solusi yang memuaskan selama periode yang panjang mencerminkan betapa mengerikannya sesuatu yang dogmatis. Tak ada dialektika disini.
Kendati dialektika mungkin sulit diterapkan secara langsung dalam konteks ini, upaya untuk mengatasi konflik masih memerlukan dialog, pemahaman, dan kemauan politik dari kedua belah pihak, serta mungkin melibatkan mediator atau lembaga internasional untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan. Kalau memang tak lagi ada ruang dialektika disini, maka yang terjadi ke depan ini adalah Armageddon non.Apokaliptik.