Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mitos Si Raja Batak

3 Januari 2024   17:46 Diperbarui: 3 Januari 2024   17:57 1697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Si Raja Batak. Foto : @halak_toba, twitter.com via ihwal.id

Mitos Si Raja Batak

Menelusuri literasi tentang asal-usul orang Batak tidaklah mudah. Ada memang sumber seperti MOP Siregar dalam karyanya Tuanku Rao.

Dalam buku Tuanku Rao MOP menyatakan asal-usul orang Batak itu adalah dari segitiga Laos, Birma dan Vietnam. Ini sudah dibantah para akhli termasuk Batakolog Dr. Uli Kozok. Sejarah asal-usul ini masih gelap sampai sekarang.

Asal-usul suku Batak adalah topik yang sering menjadi perdebatan dan masih belum sepenuhnya terpecahkan. Berbagai teori dan hipotesis telah diajukan, tetapi kesulitan dalam mengumpulkan bukti sejarah yang jelas membuat asal-usul suku Batak menjadi "gelap" dan kontroversial.

Pernyataan MOP asal-usul orang Batak berasal dari segitiga Laos, Birma, dan Vietnam merupakan satu dari banyak teori yang beredar. Sayang, teori-teori semacam ini seringkali tidak didukung oleh bukti arkeologis atau linguistik yang kuat.

Dr. Uli Kozok, yang mengkhususkan diri dalam bidang linguistik dan sastera Asia Tenggara, membantah teori tsb dengan dasar analisis linguistik. Studi linguistik sering menjadi sumber informasi penting dalam menentukan hubungan antarbudaya dan sejarah migrasi.

Beberapa faktor yang membuatnya rumit termasuk perpindahan manusia, perubahan bahasa, dan kurangnya catatan tertulis yang lengkap dari masa lalu.

Ketidakpastian mengenai asal-usul suku Batak menunjukkan kompleksitas sejarah manusia dan seringkali menyiratkan bahwa keberlanjutan penelitian dan kajian lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik.

Yang pasti sebelum  kedatangan Belanda, istilah "Batak" adalah sebuah exonym (nama eksternal untuk suatu tempat, orang atau bahasa yang digunakan oleh orang asing dan bukan versi bahasa asli) yang digunakan oleh suku Aceh dan Melayu untuk merujuk pada penghuni di pedalaman yang tidak atau belum beragama Islam. Sementara istilah "Batak" sebelum zaman Belanda tidak pernah digunakan oleh penduduk Sumut sendiri.

Di dalam pustaha laklak atau buku dari kulit kayu dan juga di dalam naskah bambu tidak terdapat istilah "Batak".

Istilah Batak tsb terbawa oleh orang luar, para ahli bahasa, penginjil, dan kemudian oleh para pegawai pemerintahan Belanda sehingga lama-kelamaan teradopsi oleh penduduknya sebagai istilah kesukuan.

Yang sedikit mengganggu adalah term "SI Raja Batak". Kalau memang ada  moyang yang bernama Si Raja Batak, maka istilah "Batak" tersebut mestinya sudah digunakan oleh penduduk.

Ketika Uli Kozok seorang Batakolog menanyakan hal ini kepada Johan Angerler, apakah istilah "Si Raja Batak" memang merupakan istilah asli orang Batak (Toba). Johan menjawab bahwa sebutan pertama "Si Raja Batak" di dalam literatur adalah dengan terbitnya buku "Poestaha taringot toe tarombo ni Bangso Batak" oleh Waldemar M. Hoetagaloeng pada tahun 1926.

Apakah ini berarti bahwa "Si Raja Batak" baru lahir pada tahun 1926. Dalam arsip Universiteitsbibliotheek Leiden, Uli Kozok menemukan surat-menyurat yang ditulis oleh P. Voorhoeve (ahli pernaskahan Batak) kepada Pater Promes, seorang pastor Katolik yang juga ahli budaya.

Di dalam surat tertanggal 6 Maret 1985 Voorhoeve mengatakan kepada Pater Promes bahwa dia tidak pernah melihat rujukan pada "Si Raja Batak" sebelum terbitnya buku  W. Hoetagaloeng.

Pater Promes membenarkan bahwa munculnya istilah Si Raja Batak relatif baru. Dalam literatur tentang Batak, termasuk pustaha-pustaha, tidak ada sebutan tentang "Si Raja Batak, dan tarombo atau silsilah yang ditulis sebelum 1926 juga tidak mengenal Si Raja Batak. Lih Dr Uli Kozok dalam http://tinyurl.com/yrvkhuso

Voorhoeve menjelaskan bahwa Belanda membagikan posisi administratif (pegawai negeri) berdasarkan keturunan. Hanya mereka yang dapat memperlihatkan bahwa mereka keturunan raja diperbolehkan menjadi pegawai negeri. Maka orang ramai-ramai mulai menyusun tarombo atau silsilah keluarga (yang secara tradisional tidak pernah ditulis) untuk membuktikan "kelayakan" mereka diterima sebagai pegawai negeri.

Dan baru sejak keluarnya buku W. Hoetagaloeng maka tarombo-tarombo Batak menyebutkan "Si Raja Batak" sebagai leluhurnya.

Apakah hal ini berarti bahwa orang Batak secara tradisi tidak mempunyai nenek moyang pertama? Di dalam tarombo yang ditulis sebelum tahun 1926, moyang tertua kadang-kadang disebut sebagai "Ompu Jolma".

Istilah "Ompu Jolma" merupakan istilah dalam budaya Batak yang merujuk pada nenek moyang atau leluhur tertua. Sebelum buku tarombo ditulis oleh Waldemar M. Hoetagaloeng pada tahun 1926, tradisi menyusun tarombo atau silsilah keluarga di masyarakat Batak umumnya bersifat lisan atau verbal. Oleh karena itu, konsep nenek moyang atau leluhur dinyatakan dalam istilah seperti "Ompu Jolma" ketika disampaikan secara lisan.

"Ompu" adalah gelar penghormatan yang digunakan untuk merujuk kepada orang yang lebih tua atau leluhur. Sementara "Jolma" bisa diartikan sebagai manusia atau individu. Jadi, secara harfiah, "Ompu Jolma" dapat diterjemahkan sebagai leluhur manusia atau leluhur tertua.

Dalam tradisi lisan, ketika seseorang menyusun silsilah keluarga atau menceritakan asal-usul keluarganya, mereka menggunakan istilah seperti "Ompu Jolma" untuk merujuk kepada nenek moyang pertama atau leluhur tertua dalam garis keturunan mereka.

Sebelum adanya tulisan formal seperti buku tarombo, banyak tradisi dan sejarah lisan diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan munculnya tulisan formal, terutama setelah tahun 1926, istilah-istilah dan konsep-konsep ini menjadi lebih terdokumentasi dan diatur secara tertulis dalam buku-buku sejarah dan silsilah.

Kontroversi seputar penggunaan istilah "Batak" dapat memunculkan pertanyaan tentang bagaimana sebuah komunitas mengidentifikasi dirinya sendiri dan bagaimana identitas tsb dipengaruhi oleh konteks sejarah dan kolonialisme. Faktor seperti pemberian label oleh orang asing, aktivitas misionaris, dan administrasi kolonial Belanda kemungkinan besar telah memainkan peran penting dalam membentuk pemahaman orang Batak terhadap diri mereka sendiri.

Pemahaman tentang istilah "Si Raja Batak" dan pergeseran dalam penggunaannya tampaknya melibatkan sejumlah faktor sejarah, budaya, dan administratif yang kompleks. Istilah ini baru menjadi lebih umum setelah munculnya buku "Poestaha taringot toe tarombo ni Bangso Batak" pada tahun 1926 oleh Waldemar M. Hoetagaloeng.

Poin yang ditekankan oleh P. Voorhoeve mengenai hubungan antara istilah "Si Raja Batak" dengan pembagian posisi administratif oleh Belanda berdasarkan keturunan raja cukup menarik. Praktik administratif semacam ini kemungkinan besar telah mendorong masyarakat Batak untuk menyusun tarombo sebagai bukti keturunan raja, dan istilah "Si Raja Batak" mungkin menjadi lebih menonjol dalam literatur setelahnya.

Tentang pertanyaan apakah hal ini berarti bahwa orang Batak secara tradisi tidak memiliki nenek moyang pertama.

Cara orang merinci silsilah keluarga dapat berubah seiring waktu dan dalam konteks tertentu. Penggunaan istilah seperti "Ompu Jolma" untuk menyebut nenek moyang tertua sebelum tahun 1926 menunjukkan bahwa tradisi penggambaran silsilah mungkin telah berubah sejalan dengan perkembangan sosial, budaya, dan administratif.

Tarombo Batak menjadi lebih ramai setelah tahun 1926 dan merujuk pada mitologi Batak dapat mencerminkan pergeseran dalam cara orang Batak merekam dan merinci silsilah keluarga mereka. Faktor-faktor seperti pengaruh kolonial Belanda, praktik administratif, dan munculnya literatur tertentu, seperti buku "Poestaha taringot toe tarombo ni Bangso Batak" oleh Waldemar M. Hoetagaloeng, telah memainkan peran dalam mengubah cara orang Batak mendokumentasikan keturunan mereka.

Budaya Batak yang bersifat verbal dan tradisi lisan telah menyebabkan perubahan dalam cara cerita keluarga dan silsilah direkam setelah literatur tertentu diperkenalkan. Peningkatan penulisan tarombo mencerminkan upaya untuk memperjelas dan mengabadikan mitologi, sejarah, dan asal-usul keluarga dalam bentuk tertulis.

Ketika sebuah masyarakat beralih dari tradisi lisan ke bentuk tertulis, terkadang ada kemungkinan bahwa mitologi dan cerita keluarga yang sebelumnya ditransmisikan secara lisan dapat mengalami perubahan atau penyesuaian dalam proses dokumentasi. Hal ini juga dapat menciptakan keberlanjutan dan adaptasi dalam cara suku Batak memahami dan mengartikan warisan budaya mereka.

Masalahnya naskah terkuno Batak kurang lebih 500 tahun lalu adalah naskah Hindu Batak dalam bentuk laklak atau buku dari kulit kayu. Itu pun hanya tersimpan di museum oriental di Belanda. Begitu Hindu Batak raib tak berbekas dalam perjalanan sejarah, orang Batak kembali ke budaya verbal semula yi mitologi Batak.

Perpindahan dari naskah tertulis seperti laklak atau buku kulit kayu menuju budaya verbal dan mitologi Batak kemungkinan besar dapat terjadi karena berbagai faktor sejarah, termasuk pengaruh agama dan perubahan sosial. Pencapaian sejarah dan perpindahan agama mungkin telah berperan dalam mengubah cara masyarakat Batak menyimpan dan mentransmisikan pengetahuan mereka.

Fakta bahwa naskah-naskah Hindu Batak saat ini hanya tersimpan di museum di Belanda menunjukkan tantangan dalam melestarikan warisan budaya dan sejarah. Pemulihan dan preservasi naskah-naskah tsb dapat menjadi proyek penting untuk memahami lebih lanjut tentang hubungan antara Hinduisme dan budaya Batak pada masa lalu.

Studi tentang mitologi Batak dapat memberikan wawasan yang berharga tentang cara masyarakat Batak memahami diri mereka sendiri, asal-usul, dan hubungan dengan alam sekitar. Ini juga menunjukkan ketahanan dan adaptabilitas budaya suku Batak di tengah perubahan sejarah yang signifikan.

Karena sampai sekarang masih terjadi perpecahan dalam marga-marga Batak. Itu hanya menunjukkan bahwa ada ketidaksesuaian persepsi masing-masing yang mengklaim bahwa kau yang palsu aku yang asli, atau aku Abang yang sebenarnya dan engkau adalah adikku, atau engkau dari marga atau clan yang tak jelas, akulah clan atau marga yang asli dst.

Perpecahan dalam marga-marga Batak atau kelompok-kelompok etnis lainnya sering kali terkait dengan faktor-faktor sosial, budaya, dan sejarah.

Ketidaksesuaian persepsi dan klaim identitas dapat menciptakan ketegangan dan konflik di antara kelompok-kelompok tsb. Pemahaman yang berbeda-beda mengenai silsilah keluarga dan sejarah leluhur dapat menciptakan perbedaan persepsi tentang klaim keturunan dan keaslian. Persaingan sosial atau ekonomi dapat memperkuat perpecahan antar-marga karena adanya upaya untuk mempertahankan atau meningkatkan status sosial atau ekonomi kelompok tertentu. Perubahan dalam struktur sosial dan pengaruh globalisasi dapat menciptakan ketegangan antar-kelompok yang mencoba mengadaptasi atau mempertahankan tradisi dan identitas mereka. Faktor politik, baik di tingkat lokal maupun regional, juga dapat memainkan peran dalam perpecahan antar-kelompok.

Mengatasi kontroversi seputar mitos Si Raja Batak dan perselisihan antar clan atau marga memerlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk meredam konflik dan membangun pemahaman bersama.

Dialog dan Komunikasi Terbuka

Memfasilitasi dialog terbuka antara berbagai kelompok atau clan. Mendukung komunikasi yang efektif dan saling mendengarkan. Menggunakan forum resmi atau acara pertemuan untuk membahas perbedaan dan mencari pemahaman bersama.

Pendidikan dan Kesadaran

Mensosialisasikan sejarah dan mitologi Batak secara akurat untuk mendorong pemahaman yang lebih baik. Melakukan kegiatan pendidikan tentang keragaman budaya dan pentingnya menghormati perbedaan.

Penelitian dan Studi Akademis

Memfasilitasi penelitian dan studi akademis untuk menyelidiki sejarah, mitologi, dan asal-usul yang lebih mendalam. Melibatkan para ahli dan akademisi dalam memeriksa dan menganalisis data.

Pemimpin Komunitas dan Adat

Melibatkan pemimpin komunitas dan tokoh adat dalam upaya mediasi dan penyelesaian konflik. Mendorong para pemimpin untuk memberikan arahan yang membawa kedamaian dan kesatuan.

Program Kebudayaan dan Kesenian

Memfasilitasi kegiatan kebudayaan dan seni yang merangkul keragaman serta mempromosikan identitas bersama. Menjadikan seni dan kebudayaan menjadi sarana untuk menyatukan masyarakat.

Undang-Undang dan Kebijakan yang Inklusif

Memastikan adanya kebijakan yang mendukung hak-hak setiap kelompok dan mencegah diskriminasi. Mengimplementasikan kebijakan yang merangsang kerjasama antar masyarakat.

Pelibatan Masyarakat

Melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan dan menentukan arah masa depan. Membangun kegiatan partisipatif yang melibatkan semua pihak terkait.

Program Pemberdayaan

Mengimplementasikan program pemberdayaan yang melibatkan semua kelompok dan mendorong kolaborasi. Program ini dapat mencakup pendidikan, pelatihan keterampilan, dan pengembangan ekonomi lokal.

Penyelesaian konflik dan membangun pemahaman bersama memerlukan waktu dan upaya yang berkelanjutan. Dengan adanya komitmen dari berbagai pihak dan pendekatan yang holistik, masyarakat dapat mencapai perdamaian dan kerjasama yang lebih baik.

Si Raja Batak adalah sebuah Mitos. Yang terpenting bagi orang Batak sekarang adalah meluruskan apa yang dibengkok-bengkokkan oleh Waldemar Hoetagaloeng karena sebuah oportunisme tak terhindarkan di masa lalu.

Joyogrand, Malang, Wed', Jan' 03, 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun