Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Imajinasi Politik Jokowi

19 Desember 2023   13:25 Diperbarui: 19 Desember 2023   13:25 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Imajinasi Politik Jokowi

Tak terasa menuju Pilpres 2024, kita sudah menyelenggarakan debat capres yang pertama, menyusul yang kedua dalam tempo dekat ini.

Opini tentang debat capres itu pastilah beragam, karena kompetisi Pilpres kali ini diwarnai kelompok yang merasa ada yang berubah atau diubah dalam sistem now, yi munculnya seorang Gibran yang berpasangan dengan Capres Prabowo.

Semua tahu bahwa Gibran adalah anak kandung Jokowi dan Prabowo adalah mantan rival Jokowi pada pilpres 2019.

Sebagaimana diketahui Presiden Jokowi tidak memiliki silsilah politik yang akan memberinya pengaruh dalam politik setelah lengser dari jabatannya. Tapi ia populer di mata masyarakat. Di akhir masa kekuasaannya, Ia hanya memanfaatkan popularitas dan kendalinya atas lembaga-lembaga negara untuk memastikan terpilihnya penerus yang bersahabat dan bisa memantapkan dirinya sebagai mantan Presiden yang sejajar dengan mantan-mantan lainnya mulai dari Bung Karno hingga Esbeye yang digantikannya.

Bayangkan awal reformasi di negeri ini, dimana pemilu 1999 diikuti oleh empat puluh delapan partai. Dua puluh satu di antaranya mampu meraih kursi di parlemen, Partai-partai dengan kinerja terbaik ketika itu adalah tiga partai yang sama yang pernah menjadi anggota parlemen di masa Orba Soeharto.

Pemenang terbesar adalah PDIP, yang dipimpin oleh Megawati Soekarno, putri presiden pertama Indonesia. Di posisi kedua adalah Partai Golkar yang identik anak kandung Soeharto dan Orba, yang dipimpin oleh loyalis rezim dari latar belakang bisnis dan militer. Dan yang ketiga adalah PPP, yang terdiri dari elit Muslim yang mewakili berbagai kelompok muslim Indonesia.

Itu dulu. Sekarang jumlah parpol sudah banyak menciut karena UU Pemilu sudah disempurnakan dengan adanya Parliamentary threshold dan Presidential threshold.

Menuju Pilpres 2024 dengan barang baru Gibran dan barang lama Anies dan Ganjar, serta barang sangat lama Prabowo Soebianto, kita tak banyak tahu tentang apa yang akan dilakukan Prabowo apabila ia memenangkan kontestasi nanti.

Di masa lalu, Ia tampil sebagai seorang prajurit patriotik dalam pencalonannya sebagai wapres dan berpasangan dengan Megawati pada tahun 2009, kemudian sebagai seorang nasionalis yang menimbulkan banyak keributan dalam Pilpres 2014, sebelum mempolarisasi masyarakat sebagai seorang Islamis yang dirugikan pada Pilpres 2019 untuk menantang terpilihnya kembali Jokowi.

Prabowo telah lama menghadapi tuduhan pelanggaran HAM pada masa regime Soeharto, dan dia dilarang memasuki AS sampai saat ini. Ia diberhentikan dari jabatannya di militer, setelah mencoba merangsek ke kantor presiden BJ Habibie dan dihalangi Jenderal Sintong Panjaitan.

Ia telah lama membantah klaim tsb, namun hingga saat ini, cerita tentang sepakterjangnya di masa lalu itu menimbulkan kekhawatiran di sejumlah kalangan, bagaimana kalau ia berkuasa nanti.

Poling sudah gencar dilakukan sejak beberapa bulan lalu, dan poling Nopember lalu misalnya, 9 lembaga survei menyatakan Prabowo-Gibran mengungguli Ganjar-Mahfud dan Amien-Cak Imin.

Ada analist yang mengatakan ia akan menang telak cukup satu putaran saja. Yang moderat mengatakan Pilpres 2024 akan berjalan dua putaran, karena tidak ada kandididat yang mampu memperoleh lebih dari 50 persen suara pada putaran pertama, Memasuki putaran kedua, Prabowo kemungkinan akan menarik pendukung Islamis Baswedan dan akan memenangkan kursi kepresidenan

Sebagaimana disinggung di muka, kelemahan utama dari sistem sekarang adalah ketergantungan yang sangat pada keterlibatan pribadi para pemimpin yang sudah lengser dari kekuasaan, yang memiliki kepentingan yang sama dalam mempertahankan dominasi mereka serta pemahaman yang sama tentang bagaimana cara melakukannya.

Beberapa diantaranya telah mengambil langkah-langkah untuk mewariskan kepemimpinan partai kepada anak-anaknya. Sadar tidak memiliki garis keturunan seperti ini, Jokowi menggunakan kekuasaannya untuk memposisikan dirinya di antara generasi mantan presiden dengan membangun keluarga politik. Kita lihat kehadiran Gibran dan Kaesang dalam platform politik sekarang.

Jokowi mengamankan masa depan keluarga politik yang baru dibangunnya itu dengan menjalin aliansi dengan rival lamanya, yi Prabowo Soebianto. Ia menggunakan keluarga politik untuk memusatkan kekuasaan, dan secara halus memblokir new comer. Hal ini menunjukkan bahwa taktik yang digunakan untuk mendominasi politik pada masa lalu, kini dikembangkan Jokowi sedemikian rupa yang mungkin akan bertahan lebih lama dari para ahli taktik aslinya.

Taktik Presiden Jokowi dalam mendominasi kekuasaan setelah lengser nanti adalah dengan membangun keluarga politik dengan mengusung kedua anaknya yi Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang. Setelah deal diam-diam dengan Prabowo, Gibran kemudian dipasangkan dengan Prabowo untuk kontestasi pilpres 2024.

Inilah yang tidak dimengerti publik sekarang. Saya pikir langkah tsb bukanlah politik dinasti, melainkan cara Jokowi mengantisipasi masa depan, karena sistem politik sekarang bukanlah sesuatu yang sudah sempurna. Masalahnya ia banyak meninggalkan legacy yang harus dilanjutkan oleh penerusnya yang loyal terhadap visinya selama berkuasa.

Menggunakan keluarga dalam politik, terutama memasukkan anak-anak dalam dunia politik, wajar menuai berbagai tanggapan dan interpretasi. Cukup  banyak kalangan yang melihatnya sebagai cara untuk meneruskan visi dan program yang telah dicanangkan oleh Jokowi sebelumnya. Tapi tak kurang, sejumlah kalangan khawatir akan konsolidasi kekuasaan semacam ini yang terkonsentrasi dalam satu keluarga, dapat berujung pada politik dinasti.

Perkembangan demokrasi di negeri ini jelas tak mesti sama dengan negara-negara demokrasi lainnya ntah di Asia, Eropa, AS dll. Respon publik tergantung pada pandangan politik, nilai-nilai, dan interpretasi masing-masing individu. Tapi bagaimanapun, tindakan Jokowi secara hidden semata adalah antisipasi untuk memastikan kelanjutan kebijakannya yang dianggap positif. Kalaupun ada yang melihatnya sebagai upaya memperkuat dominasi politik keluarga. Itu hanyalah dugaan, karena belum ada bukti yang dapat diusung.

Terkait kesepakatan diam-diam Jokowi dengan Prabowo dan memasangkan anaknya Gibran untuk kontestasi Pilpres 2024. Ini adalah sebuah keputusan politik yang kompleks. Jokowi tak sesederhana penampilannya. Jokowi adalah sosok yang kompleks, yang bahkan seorang kepercayaannya seperti Pak Luhut Binsar Panjaitan belum sepenuhnya mengenal apa siapa dan bagaimana Jokowi itu sesungguhnya.

Pasangan Prabowo-Gibran adalah semacam "political detente" dari ketegangan politik pada Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. Terbukti di masa kampanye Pilpres 2024 sekarang, samasekali tak ada keributan yang berarti. Kalaupun saling menyerang di medsos. Itu biasa. Lihat di AS sekalipun demikian adanya.

Jujur, langkah politik di sebuah sistem yang belum mapan sekali sangat bergantung pada figur dan kausalitas politik yang ada di sekitar. Dan tanpa road map menuju kursi kekuasaan seperti sistem di AS, maka dalam konteks Indonesia sekarang dibutuhkan sebuah imajinasi politik, sebagaimana imajinasi Jokowi bahwa belum ada kader yang siap meneruskan legacynya kecuali Prabowo, dan ke depan pasca Prabowo, Gibranlah yang akan dan pantas meneruskannya untuk Indonesia maju dan modern di masa yang akan datang. Gibranlah ke depan ini yang diharapkan sang imajinator yang dapat menciptakan road map bagaimana seharusnya menuju kursi kekuasaan itu.

Imajinasi politik, atau kemampuan untuk melihat dan membayangkan perubahan politik serta menciptakan visi masa depan, dapat menjadi faktor penting dalam membentuk langkah-langkah politik. Membuat road map atau rencana jangka panjang untuk mencapai tujuan politik tertentu pastilah membutuhkan visi dan imajinasi yang kuat.

Pemilihan kader atau individu yang dianggap mampu meneruskan legacy dan mewujudkan visi pemimpin sebelumnya menjadi langkah strategis Jokowi sekarang ini sebelum lengser dari kekuasaan.

Masyarakat yang terlibat dan informasi yang transparan adalah elemen penting dalam memastikan bahwa proses politik imajinatif ini berjalan dengan baik dan sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.

Joyogrand, Malang, Tue', Dec' 19, 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun