Para petinggi Pentagon di AS hanya mengatakan negara-negara lain akan mengawasi dan belajar dari pengalaman IDF sekarang.
Perang Israel-Hamas akan menjadi momen penting jika IDF menggunakan AI secara signifikan untuk membuat pilihan penargetan dengan konsekuensi hidup dan mati.
Pada awal Nopember, IDF mengatakan lebih dari 12.000 target di Gaza telah diidentifikasi oleh divisi administrasi penargetan.
IDF bekerja tanpa kompromi dalam menentukan apa dan siapa musuhnya. Pasukan Hamas juga tidak kebal, di mana pun mereka bersembunyi.
Kegiatan divisi yang dibentuk pada tahun 2019 di direktorat intelijen IDF ini bersifat rahasia.
Pernyataan singkat di situs IDF mengklaim bahwa mereka menggunakan sistem berbasis AI yang disebut Habsora (The Gospel, dalam bahasa Inggeris) dalam perang melawan Hamas untuk menghasilkan target dengan cepat.
IDF mengatakan melalui ekstraksi intelijen yang cepat dan otomatis, The Gospel menghasilkan rekomendasi penargetan bagi para user IDF, dengan tujuan untuk mencocokkan sepenuhnya antara rekomendasi mesin dan identifikasi yang dilakukan oleh human atau manusia.
Berbagai sumber yang mengetahui proses penargetan IDF mengkonfirmasi keberadaan The Gospel, dan mengatakan mesin cerdas itu telah digunakan untuk menghasilkan rekomendasi otomatis untuk menyerang sasaran, seperti rumah pribadi individu yang dicurigai sebagai anggota Hamas atau Jihad Islam.
Dalam beberapa tahun terakhir, divisi penargetan telah membantu IDF membangun database. Sumber The Guardian menyebutkan terdapat antara 30.000 hingga 40.000 tersangka militan. Sistem seperti The Gospel sungguh telah memainkan peran penting dalam menyusun daftar individu yang diizinkan untuk dieliminasi.
Aviv Kochavi, petinggi IDF, mengatakan divisi target didukung oleh kemampuan AI dan mencakup ratusan perwira dan tentara.
Kochavi mengatakan The Gospel adalah "mesin yang menghasilkan data dalam jumlah besar dan lebih efektif daripada manusia mana pun, dan menerjemahkannya menjadi sasaran serangan.