Hal yang jauh lebih mendasar adalah sikap kita kepada demokrasi, hak asasi dan konstitusi dalam menyikapi kasus Gibran sebagai calon wakil presiden.
Dalam demokrasi dan hak asasi, seorang warga tak boleh dilarang menjadi calon presiden (atau jabatan apapun yang dipilih lewat pemilu) semata hanya karena ia anak petani, ataupun semata ia anak presiden, atau semata karena ibu atau bapaknya sedang menjabat.
Hal lain yang juga mendasar yi yang tak dilarang oleh konstitusi jangan dilarang oleh opini publik. Periksa saja konstitusi dimana pun di berbagai negara demokrasi di dunia ini. Tak ada larangan anak presiden mencalonkan diri sebagai calon presiden ketika ayahnya masih menjadi presiden.
Jika tak dilarang oleh konstitusi mengapa pula harus dilarang oleh mantan wartawan senior, budayawan, dokter bedah, pemikir, ahli hukum dst.
Bukankah yang menjadi kata akhir nanti adalah pilihan rakyat banyak secara menyeluruh, bukan pilihan para cendekiawan, ahli hukum, dan orang- perorang lainnya.
Air mata Goenawan Mohamad di depan Rosianna Silalahi dalam sebuah talkshow di Kompas TV memang Wow pangkat sepuluh bahkan lebih dari itu. Tapi seyogyanya kita pun bisa menghargai pandangan dan penilaian lebih banyak orang yang memiliki pandangan yang berbeda.
Tetaplah engkau menangis wahai Goenawan Mohammad, karena itu hanyalah untuk kepentingan rating talkshow Kompas TV, tapi bersukacitalah wahai wong cilik pemilih mayoritas, karena pemilu serentak sampai kapan pun tetaplah pesta rakyat. Kalianlah ternyata yang mengenali siapa Jokowi dan Gibran itu.
Silakan pilih menu yang telah tersedia di meja pemilu dan/atau pilpres kita.
Joyogrand, Malang, Thu', Nov' 07, 2023.