Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Prabowo Soebianto dan Tail Coat Effect yang Tak Ngefek

21 September 2023   15:54 Diperbarui: 23 September 2023   17:30 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tail coat effect Jokowi terhadap Prabowo. Foto : disway.id

Prabowo Soebianto dan Tail Coat Effect yang tak Ngefek

Setelah berulangkali mengikuti Pilpres, kali ketiga ini bagaimana kans Prabowo Soebianto dalam Pilpres 2024. Apakah dengan  duduk di kabinet Jokowi selama beberapa tahun ini telah membuat Prabowo lebih mudah meraih kekuasaan atau sebaliknya.

Selama di kemiliteran sebelum dipecat dengan tidak hormat karena melawan sistem dan bertindak diluar komando, ada memang sejumlah prestasi yang layak diangkat oleh Tim suksesnya, antara lain selama bertugas di Timtim, dimana Prabowo terlibat dalam berbagai operasi militer di Timor Timur selama konflik pada kisaran tahun 1980-an dan awal 1990-an. Beberapa pihak menganggapnya sebagai seorang pemimpin militer yang efektif dalam mengatasi situasi di Timtim ketika itu.

Pasca Timtim, selama menjadi Danjen Kopasus, Prabowo terlibat dalam reorganisasi dan modernisasi pasukan tsb. Ia melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualifikasi dan kapabilitas pasukan khusus Indonesia.

Prabowo juga terlibat dalam operasi militer untuk meredam pemberontakan di Aceh selama konflik di sana pada tahun 1990-an. Meski operasi tsb kontroversial dan dituduh ada sejumlah pelanggaran HAM disana, ada yang menganggapnya berhasil dalam mengakhiri konflik tsb.

Prabowo memiliki pengalaman internasional dalam bidang militer dan pertahanan. Ia juga pernah mengenyam pendidikan militer di luar negeri, termasuk di AS.

Setelah dinonaktifkan dari kemiliteran, Prabowo terlibat dalam politik dan menjadi pemimpin partai politik yang didirikannya, yi Gerindra. Ia juga mencalonkan diri sebagai calon presiden dalam dua pemilihan presiden (2014 dan 2019).

Kontroversial

Prestasi dan pengalaman Prabowo dalam karier militer dan di dunia politik adalah subjek perdebatan dan penilaian yang bervariasi. Dalam pilpres kali ini, pemilih akan mempertimbangkan berbagai aspek dari rekam jejak dan visi calon serta fokus pada isu-isu kebijakan yang relevan dengan masa depan negara.

Karena sudah beberapa kali ikut Pilpres, orang akan tetap mengutik-utik masa lalu Prabowo mulai dari peristiwa Mei 1999, pemecatannya secara tidak hormat dari kemiliteran dan terakhir yang tetap disembunyikannya adalah rumahtangganya. Ia dan isterinya Siti Hediati Soeharto serta anaknya tak pernah tampil bersamanya. Apakah ia sudah bercerai dari Titiek atau hanya pisah ranjang, orang tak banyak tahu.

Masa lalu Prabowo jelas dapat mempengaruhi persepsi pemilih terhadapnya. Peristiwa kerusuhan Mei 1998 adalah salah satu peristiwa yang paling kontroversial dalam sejarah politik Indonesia. Prabowo Soebianto, yang pada saat itu menjabat sebagai Pangkostrad, dikaitkan dengan beberapa tindakan represif yang terjadi selama kerusuhan tsb. Misalnya langsung menghadap Presiden Habibie dengan senjata dipinggang tak ubahnya koboi. Dan ini berhasil dicegah pengawal presiden yi Sintong Panjaitan - Lih Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, Kompas, March 2009. Rekam jejaknya dalam peristiwa ini dapat mempengaruhi pandangan pemilih tentang dirinya.

Prabowo Soebianto dipecat secara tidak hormat dari kemiliteran oleh Presiden Habibie pada tahun 1998. Pemecatan ini juga menjadi bagian dari rekam jejaknya dan dapat menjadi topik perdebatan dalam kampanye pemilihan presiden.

Penyelidikan atau perbincangan tentang hubungan keluarga Prabowo Soebianto dengan keluarga Soeharto, termasuk dengan Siti Hediati Soeharto, dapat menciptakan spekulasi dan perdebatan di antara pemilih.

Anak satu-satunya Prabowo yang tinggal di luar negeri juga akan disoal begitu lawan politik Prabowo mendapat akses informasi kesitu. Sejumlah sumber mengatakan anaknya adalah LGBT, maka tak pernah ditampilkan bersamanya.

Benar, spekulasi tentang kehidupan pribadi anggota keluarga kandidat dalam konteks politik dapat menjadi kontroversial dan tidak etis jika tidak didukung oleh bukti yang kuat. Kalaupun anak Prabowo Soebianto yang tinggal di luar negeri itu adalah LGBT, maka klaim tsb membutuhkan bukti yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan sebelum dapat dianggap sebagai fakta. Yang menjadi masalah bagi  Prabowo adalah bagaimana kalau telusur jejak dari lawan-lawan politiknya dapat menembus hal-hal yang "hidden" disini.

Dalam politik, isu-isu pribadi anggota keluarga kandidat sering kali diangkat sebagai bagian dari kampanye hitam atau serangan politik. Lihat di AS misalnya, dimana Melania Trump selama ini dituduh sebagai bintang porno, dengan menunjukkan berbagai foto bugil Melania di berbagai media fashion, bahkan diungkit pula soal hubungan intim Trump dengan bintang porno beneran yi  Stormy Daniel. Dalam demokrasi yang sehat, perdebatan seharusnya lebih berfokus pada isu-isu kebijakan, visi, dan program kerja kandidat, bukan pada isu-isu pribadi yang tidak relevan dengan kualifikasi atau kinerja kandidat dalam menjalankan tugas publik. Tapi dalam exercise of power mencari kelemahan lawan akan dilakukan bagaimanapun caranya.

Siti Hediati Soeharto sang Isteri memang belum begitu jelas apakah sudah bercerai atau belum dengan Prabowo. Yang jelas keduanya sudah cukup lama pisah ranjang. Ini kelemahan lain yang bisa diungkit untuk menjatuhkan Prabowo.

Meski kehidupan pribadi para kandidat dan hubungan mereka dengan pasangan mereka adalah masalah pribadi yang seharusnya tidak menjadi fokus utama dalam kampanye kepresidenan atau pemilihan umum. Tapi ini Indonesia. Jokowi yang jelas-jelas bukan PKI saja dikatakan keturunan PKI. Ijazah Insinyur kehutanannya yang adalah asli UGM dikatakan sebagai ijazah palsu dst. Sekali lagi ini adalah Indonesia.

Pasangan Prabowo Soebianto, Siti Hediati Soeharto, bisa saja benar bahwa Prabowo memilih untuk menjalani hidup terpisah atau memiliki perjanjian pribadi tertentu, itu adalah masalah pribadi mereka. Karenanya dalam kampanye kepresidenannya nanti, yang terpenting adalah bagaimana Prabowo dapat menjelaskan itu kepada publik.

Banyak pasangan kandidat turut terlibat dalam kampanye untuk memberikan dukungan moral dan tampil di hadapan pemilih. Namun, keterlibatan pasangan dalam kampanye biasanya lebih berkaitan dengan aspek dukungan emosional dan kualitas kepemimpinan kandidat daripada dengan aspek-aspek pribadi yang lebih privat.

Tailcoat effect yang tak ng-efek

Deadline pendaftaran capres-cawapres sudah semakin dekat. Gibran Rakabuming Putera Presiden Jokowi yang masih berusia 35 tahun diisukan akan disandingkan dengan Prabowo.

Ketentuan mengenai usia kandidat cawapres dalam pemilihan presiden Indonesia diatur oleh konstitusi dan peraturan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 169A UUD 1945 yang diubah dengan Amandemen Keempat, kandidat cawapres harus memenuhi syarat berikut : warga negara Indonesia sejak lahir (wajib); setidaknya berusia 35 tahun pada saat pencalonan (wajib); memiliki integritas yang tinggi dan tidak pernah terlibat dalam tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; memiliki kualifikasi pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dilihat dari ketentuan tsb, Gibran Rakabuming sudah memenuhi semua syarat yang ditetapkan dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Karenanya ia sah dipertimbangkan sebagai calon wakil presiden untuk mendampingi capres Prabowo Soebianto.

Mengapa harus Gibran. Pilihan ini semata didasarkan pada tail coat effect semata. Dalam beberapa kesempatan kita melihat seakan Jokowi dekat dengan Prabowo Soebianto, bahkan ketika mencek KCJB atau Kereta Cepat Jakarta Bandung, Kompas via media Telegram beberapa kali mengangkat kedekatan semacam ini.

Konsep "tail coat effect" atau efek ekor jas merujuk pada fenomena di mana seorang presiden yang masih berkuasa memiliki pengaruh kuat yang akan mempengaruhi konstituen. Pengaruh ini bisa saja muncul karena popularitas atau kebijakan presiden yang masih berkuasa dan itu dapat mempengaruhi elektabilitas kandidat yang didukung.

Namun, pengaruh ini tidak selalu linier atau mutlak, dan berbagai faktor lain juga dapat mempengaruhi pemilihan presiden. Dalam kekinian para pemilih, sepertinya tail coat effect dimaksud sudah tidak terlalu signifikan. Dalam  beberapa kali poling yang dilakukannya, Eep Syaefulloh Fatah bisa membuktikan bahwa tail coat effect dari Jokowi kecil saja hanya pada kisaran 20%, sekalipun tingkat kepuasan publik terhadap kepemimpinannya mendekati 80%. Itu hanya berarti para konstituen Indonesia tidak lagi sepenuhnya membaca bahwa gerak-gerik presiden selalu bernuansa tanda-tanda kultural, apakah foto bersama Jokowi dengan Prabowo menandakan dukungannya terhadap Prabowo. Sebagian besar konstituen tidak lagi menafsirkan seperti itu. Ini juga sejalan dengan kandidat yang bagi-bagi sesuatu kepada konstituen. Siapapun kandidatnya, manuver bagi-bagi bingkisan itu akan diterimanya. Tapi belum tentu ia akan mencoblos ketiganya. Ia tetap mencoblos salah satunya, tapi itu adalah pilihan individual. Toh di tempat pencoblosan tak ada CCTV yang akan membuktikan siapa yang dicoblosnya nanti. Tail coat effect sungguh "tak ng-efek" dan/atau tak berarti dibandingkan melancarkan strategi lain dalam memikat pemilih.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi

Elektabilitas Prabowo sekarang berada di urutan kedua setelah Ganjar Pranowo, Apakah dijagokannya Gibran sebagai Cawapres Prabowo dapat mempengaruhi persepsi pemilih. Tidak segampang itu tentu. Bahkan cukup banyak orang yang melihat Gibran sebagai anak kecil sebagaimana halnya AHY yang kini membonceng Gerindra setelah terdepak dari koalisi Nasdem.

Keberhasilan Prabowo dalam pemilihan presiden masih akan sangat bergantung pada sejumlah faktor lain yang dapat berubah seiring berjalannya kampanye dan perkembangan politik, termasuk popularitas Prabowo sendiri, isu-isu politik saat ini, dukungan partai politik, dan kualitas kampanye mereka.

Dalam pilpres kali ini Prabowo akan dinilai berdasarkan rekam jejaknya sendiri, rencana kebijakan, dan visi politiknya, bersama dengan cawapres yang dipilih oleh partai.

Prabowo Soebianto telah menjadi kandidat presiden dalam dua pemilihan presiden sebelumnya (2014 dan 2019) dengan dukungan dari partai-partai politik tertentu. Ketergantungan pada dukungan partai politik yang kuat dapat menjadi faktor penting dalam kesuksesannya di pemilihan presiden.

Tingkat popularitas Prabowo Soebianto di antara pemilih juga akan memainkan peran penting. Hasil dari berbagai survei opini publik dan polling dapat memberikan indikasi tentang sejauh mana elektabilitasnya di mata pemilih.

Isu-isu politik yang mendominasi kampanye pemilihan presiden dapat mempengaruhi peluang Prabowo. Pemilihan presiden selalu didasarkan pada berbagai isu seperti ekonomi, keamanan, lingkungan, dan lainnya. Bagaimana Prabowo mengatasi isu-isu ini dan menarik pemilih dengan rencana dan visinya akan sangat berpengaruh.

Prabowo akan bersaing dengan kandidat-kandidat lain dalam pemilihan presiden. Identitas dan kualitas kandidat lainnya juga akan mempengaruhi dinamika pemilihan.

Kinerja pemerintah saat ini, yang dipimpin oleh Presiden Jokowi, akan menjadi faktor penting dalam pemilihan. Keberhasilan atau kegagalan pemerintah dalam mengatasi berbagai masalah dan isu-isu yang dihadapi negara juga akan mempengaruhi persepsi pemilih.

Pemilihan presiden adalah proses politik yang sangat kompleks, dan hasilnya seringkali sulit diprediksi. Pemilih akan mempertimbangkan berbagai faktor sebelum membuat keputusan. Karenanya, dalam kampanye pemilihan presiden, kandidat seringkali mencoba untuk menyoroti pencapaian mereka, visi politik, dan rencana kebijakan untuk masa depan Indonesia.

Sekarang berpulang kepada Prabowo dan Tim Suksesnya untuk bagaimana berkomunikasi dengan konstituennya tentang keberhasilannya di masa lalu dan now, termasuk salah langkahnya soal Tim  Mawar dan pemecatannya dengan tidak hormat dari kemiliteran di masa lalu. Juga bagaimana merespon isu-isu tak sedap seputar masalah pribadinya, seperti isteri dan anaknya yang diisukan LGBT.

Joyogrand, Malang, Thu', Sept' 21, 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun