Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memudarkah Semangat Merah-Putih

9 Agustus 2023   14:06 Diperbarui: 9 Agustus 2023   14:19 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Praktis hanya Setasiun KA Bogor yang pertama merias diri jelang hari kemerdekaan. Foto: Parlin Pakpahan.

Memudarkah Semangat Merah-Putih

Bendera kebangsaan sebuah negara adalah sebuah simbol yang salah satunya adalah menegaskan keberadaannya di antara komunitas regional maupun global. Tak heran bendera kebangsaan di zaman modern ini ada dalam kurikulum pendidikan dasar.

Perjalanan bendera dalam sejarah manusia sudah cukup panjang. Boleh dikata sejak manusia berkebudayaan sebagaimana terlukis dalam artefak-artefak sejarah, manusia sudah memiliki bendera sebagai pengenal keberadaannya. Apalagi tempo doeloe tiada hari tanpa penaklukan di antara kelompok-kelompok bangsa. Sejarah dunia adalah sejarah penaklukan.

Jelang hari kemerdekaan RI yang ke-78 pada 17 Agustus yad, bendera kembali berkibar di tengah masyarakat. Tapi mengapa harus di Jatim, khususnya Surabaya dan Malang, semangat menyongsong hari kemerdekaan itu luarbiasa. Boleh dikata sejak 1 Agustus semua wilayah di kota Malang dan Surabaya sudah menghias dirinya, terutama bendera merah-putih yang terpancang rapi di setiap rumah, dan hiasan merah-putih dimana-mana, sampai ketika kita kulineran pun, semua resto dan kafe, semua pelaku sektor informal, sampai ke hotel berbintang sudah menghias dirinya masing-masing dengan bendera dan asesori merah-putih yang mengiringinya.

Teringat Jabodetabek, nuansa merah-putih baru akan muncul pada 15-16-17 Agustus, bahkan ada orang yang baru sadar, itu pun sesudah diingatkan oleh salah satu tetangganya, maka ybs baru mengerek bendera merah-putih di depan rumahnya pada 18, bahkan 19-20 Agustus. Ini sudah keterlaluan dari kacamata nasionalisme kita.

Kalau ditilik secara historis, sebetulnya di titik manapun di seantero Indonesia, sesudah Bung Karno memproklamirkan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 di Jakarta, beberapa saat kemudian terjadi pergolakan di seantero nusantara. Ini tentu terkait Belanda-Belanda Interniran yang sudah dibebaskan sekutu dalam PD II akan berkuasa kembali.

Hiasan merah-putih di kota Malang sudah ramai tmt 1 Agustus 2023. Foto: Parlin Pakpahan.
Hiasan merah-putih di kota Malang sudah ramai tmt 1 Agustus 2023. Foto: Parlin Pakpahan.

Lihat peristiwa penurunan bendera Belanda di Hotel Yamato atau Hotel Majapahit di Tunjungan Surabaya. Arek-arek Suroboyo sudah berusaha dengan dijurubicarai oleh wakil Residen Surabaya untuk mengingatkan agar bendera Belanda itu diturunkan sehubungan Indonesia sudah merdeka sejak 17 Agustus 1945. Tapi Belanda ngotot tak mau menurunkannya. Terjadilah pergulatan dimana seorang Belanda tewas di tangan pemuda Surabaya, dan pada saat itu pula bendera Belanda Merah-Putih-Biru diturunkan, lalu disobek birunya dengan menyisakan merah-putih yang kemudian dikibarkan kembali di puncak Hotel Yamato.

Menyempit di musim pemilu ini, kita agak bingung ketika HMI belum lama ini membakar bendera PDIP karena berdemo membela Rocky Gerung yang dipolisikan relawan-relawan Jokowi yang dalam hal ini adalah barisan PDIP juga, karena ybs telah menghina Presiden Jokowi dengan kata vulgar yi "Bajingan Tolol". Jarot yang menjurubicarai PDIP langsung marah dengan menyatakan pembakaran bendera partai bisa picu kemarahan akar rumput.

Baru bendera partai sudah seperti itu marahnya. Lalu bagaimana dengan kenyataan sekarang, dimana semangat untuk kembali ke nuansa merah-putih yang harus mewarnai bulan Agustus ini sebagai bulan kemerdekaan, mengapa hanya di beberapa titik nusantara saja semangat itu, baik lapis bawah maupun lapis atas, tak pernah tergeserkan oleh zaman. Mengapa semakin ke sentrum kemerdekaan 78 tahun lalu, semangat itu nyaris tak terlihat, kecuali semangat sektarian, ntah itu karena politik identitas, ataupun semangat kepartaian. Sudah pudarkah semangat merah-putih di antara kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun