Indonesia yang hampir berpenduduk 300 juta jiwa sekarang harus diakui tak mudah begitu saja melenggang baik dalam perpolitikan apalagi perekonomian.Â
Boleh saja siapapun mengatakan negeri ini masih ngesot dalam perkembangannya atau sudah melaju pesat sehingga berhasil mencapai level negara kelas menengah.
Itu adalah penilaian bebas individu-individu dan lembaga-lembaga internasional seperti IMF dan WTO. Bukankah modernitas sekarang adalah serba cair dimana pemikiran bisa merambah kemanamana.Â
Apalagi di kelembagaan internasional sekarang, apakah itu penilaian IMF dari dunia barat atau BRICS dari dunia yang dulu disebut kaum selatan dan kini menjadi "new polar" yang tak sudi dengan hegemoni barat.
Di tengah kengesotan atau boleh jadi kemajuan kita sekarang, Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI belum lama ini mengungkapkan ada 3.192 WNI dalam rentang waktu 2019-2022 yang pindah kewarganegaraan ke Singapore?
Lha koq? Ini membingungkan? Apakah mereka eksodus ke luar negeri karena negeri ini masih ngesot atau bagaimana. Oke, katakanlah bukan karena situasi ngesot.Â
Dalam logika generasi Z sekarang boleh jadi "Kesempatan Ekonomi". Singapore - dari sekian cerita dan tulisan yang mereka baca --tiba-tiba menjadi negara idaman bagi mereka, seperti gaji yang ditawarkan lebih tinggi, lapangan pekerjaan yang lebih luas, atau stabilitas ekonomi yang lebih baik.
Mereka juga melotot melihat pendidikan. Mereka membaca dan mendengar pengalaman sejumlah orang yang mengatakan Singapore memiliki sistem pendidikan yang berkualitas tinggi dan institusi pendidikan terkenal di dunia.Â
Khususnya mereka yang berusia 40-an ke atas boleh jadi memilih pindah ke Singapore agar anak-anak mereka dapat mengakses pendidikan yang lebih baik.
Juga mereka menilai Kualitas Hidup di Singapore lebih oke ketimbang negerinya sendiri, termasuk sistem kesehatan yang lebih maju, infrastruktur yang baik, keamanan yang tinggi, dan kualitas lingkungan yang lebih baik.