Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Menangkal Polusi Udara di Jabodetabek

14 Juni 2023   14:31 Diperbarui: 16 Juni 2023   18:16 2203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jabodetabek, khususnya Jakarta, sejak bulan lalu sudah terserang iklim panas yang luarbiasa. Tapi ini adalah gejala umum, masalahnya banyak wilayah di muka bumi ini juga begitu, kecuali di daerah Arctic dan Antartika. 

Itu pun permukaan gunung es-nya semakin menurun karena meleleh terdampak kebocoran lapisan ozone yang sudah cukup lama dikhawatirkan para akhli.

Bagaimana dengan pandemi Covid-19. Meski status pandemi sudah resmi dicabut pemerintah pada 9 Juni lalu, yang berarti tercabut pula aturan penggunaan masker baik di dalam maupun di luar ruangan, atau ketika kita melakukan perjalanan dalam maupun luar negeri. 

Tapi kenyataannya masih ada sejumlah penyedia jasa transportasi seperti KAI dan penerbangan yang tetap bersikukuh dengan pengenaan masker, bahkan di perbankan, para petugas masih melotot memperingatkan agar nasabah tetap bermasker.

Apakah ini normal baru bahwa masker sebaiknya tetap digunakan, dibarengi rajin cuci tangan dengan sabun pembersih sesudah melakukan aktivitas di luaran, rajin menjaga jarak dalam berinteraksi dengan siapapun dst.

Tak mudah menjawabnya, karena sejauh ini para akhli yang berkompeten untuk itu belum banyak yang bicara.

Suhu panas luarbiasa di Jakarta dan sekitarnya saat ini, tak ada tali temalinya dengan pandemi Covid-19. Itu hanya bertalitemali dengan pemanasan global, karena polusi industri dan kenderaan ber-bbm, Juga bertalitemali dengan penghijauan kota yang tak semua mulus. 

Kampus UI di Depok misalnya yang tadinya punya hutan buatan di kantong-kantong tertentu, karena adanya perluasan bangunan ini itu, terpaksa hutan buatan itu dipangkas, dan selebihnya pemangkasan pohon-pohon kanopinya banyak yang tak benar.

Maklum tukang pangkasnya bukan profesional, melainkan pekerja biasa yang tak tahu bahwa yang dipangkas seharusnya adalah cabang-cabang pohon yang tak perlu, bukannya menebas hampir separuh dari ketinggian pohon kanopi itu, sehingga ke depannya pertumbuhan cabangnya malah jadi amburadul nggak keruan, atau pohon itu malah mati karena dimutilasi begitu saja.

Ilustrasi Polusi Udara di Jabodetabek. Foto : antara via bbc.com
Ilustrasi Polusi Udara di Jabodetabek. Foto : antara via bbc.com

Contoh lain di Depok yang adalah satelit Jakarta, hanya Jalan Margonda Raya yang mempunyai pulau jalan. Sayang, pulau jalan itu terlalu sempit untuk ditanami pohon kanopi sebangsa Trembesi. 

Maka Margonda Raya tak kunjung teduh sampai sekarang, karena Trembesi yang terpaksa bertahan hidup di lahan sempit itu jadi mengerdil. 

Kalaupun ada pohon kanopi peneduh di Jln Juanda, itu hanya jadi sasaran tembak bagi pemerkosa lingkungan hijau, ntah pohon itu dipaku seenak udelnya untuk ini dan itu, dan yang agak sopan ndikit paling ditempeli lampu hias yang sekalipun indah dilihat tapi tak ramah kepada pohon peneduh itu sendiri.

Tak heran banyak orang sekarang ini berteriak "Polusi Udara" di Jabodetabek, khususnya Jakarta, semakin menggila.

Benar sekali, kualitas udara di Jakarta semakin memburuk. Pemprop DKI Jakarta menyatakan belum lama ini peningkatan konsentrasi polutan di Jakarta sudah terlihat sejak April 2023. 

Rata-rata per bulannya konsentrasi PM 2,5 mencapai 29,75 mikrogram per kubik. Angka ini meningkat hampir dua kali lipat menjadi 50,21 mikrogram per kubik pada bulan Mei 2023. Dan berdasarkan data dari IQAir, indeks kualitas udara di Jakarta telah secara konsisten berada di angka 150 ke atas sejak Jumat, 19 Mei 2023.

Tak heran warga Jakarta dan sekitarnya stress karena di area tertentu dan dalam menggunakan jasa tertentu, mereka tetap dipaksa mengenakan masker seakan negeri ini masih berstatus pandemi. 

Kebebasan "normal lama" sebelumnya sudah tak ada lagi. Kalaupun harus bermasker itu disebut sebagai normal baru. 

Ini pun belum signifikan, karena belum ada pengujian khusus apakah Pandemi Covid-19 yang kita jalani dan alami selama hampir 3 tahun ini adalah wabah tergila sepanjang sejarah, bahkan jauh lebih gila dari pandemi "blach death" atau wabah hitam di Eropa tempo doeloe.

Ditambah pemanasan global yang merambah kemana-mana, saluran pembuangan limbah di perkotaan yang tak mau tahu dengan filterisasi pembuangan limbah ala Eropa, TPS dan TPA yang tetap bermasalah.

Mulai dari penumpukan di TPS-TPS, kekurangan armada pengangkut, sehingga selalu saja ada kelambatan dalam sirkulasi pembuangan hingga ke TPA Bantargebang, ditambah dengan kian memadatnya kenderaan bermotor ntah itu roda dua atau pun roda empat.

U-Winfly D7 Sepeda Listrik bebas polusi buatan China. Foto : Parlin Pakpahan.
U-Winfly D7 Sepeda Listrik bebas polusi buatan China. Foto : Parlin Pakpahan.

Mereka lupa bahwa suhu panas kelewat menyengat sekarang ini dan ntah kapan berakhirnya, itu tidak hanya di Jakarta, tapi juga daerah lain, bahkan kawasan di ketinggian pun seperti Malang, Sukabumi dan Wonosobo di dataran tinggi Dieng juga panas di tengah hari. Dan baru melembut di senja hari menuju malam.

Yang kita hadapi sekarang adalah Polusi Udara karena semakin menggilanya jumlah kenderaan bermotor, dan terdegradasinya lingkungan karena ulah warga dan pembangunan yang tak terkendali dengan baik.

Jumlah kenderaan bermotor sekarang sudah tak terhitung. Menurut katadata.co.id jumlah kenderaan bermotor di DKI Jakarta terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Jumlah kenderaan bermotor di ibukota mencapai 26,3 juta unit pada 2022. 

Jumlah ini meningkat 4,38% dari tahun sebelumnya sebanyak 25,26 juta unit. Berdasarkan jenisnya, kenderaan yang paling banyak adalah sepeda motor sebanyak 17,3 juta unit, lalu 3,76 juta unit mobil penumpang, 748,39 ribu unit truk dan 37,18 ribu unit bus.

Bisa-bisa saja peningkatan jumlah kenderaan bermotor itu mengindikasikan adanya penguatan industri otomotoif dan daya beli masyarakat meski hampir 3 tahun ini didera pandemi Covid-19.

Sayang, banyak yang melupakan bahwa pesatnya pertumbuhan kenderaan bermotor tentunya berdampak pada tingginya polusi udara dan tingkat kemacetan ibukota. Bagaimana mengendalikan pertumbuhannya. 

Ini tentu berpulang kepada Pemprop DKI Jakarta beserta stake holdernya. Kalau pemerintah pusat dipastikan sudah membuat aturan terbukanya seperti UU No 32 tahun 2009 dan PP turunannya yi PP No 22 tahun 2021 tentang Lingkungan Hidup dan juga UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilengkapi Permen tentang kenderaan bermotor, baik yang ber-bbm maupun mobil listrik, sepeda listrik dan sepeda motor listrik.

Beberapa tahun terakhir ini memang sudah digadang-gadang kenderaan listrik ntah itu untuk roda dua, roda empat, bahkan pernah diadakan balapan Formula E di Ancol pada zaman Gubernur Anies.

Perusahaan otomotif yang mengkhususkan perhatiannya pada energi listrik pun sudah banyak bermunculan. 

Sekalipun sudah diiming-imingi pemerintah bahwa kenderaan listrik itu nanti akan disubsidi, tapi pada kenyataannya kenderaan itu baru terbatas penggunaannya di lingkungan perumahan saja, itu pun baru sepeda listrik, sedangkan mobil listrik dan sepeda motor listrik, semuanya masih jalan di tempat.

Penertiban kembali lahan-lahan ruko dan lain sebagainya agar menyisihkan sebagian lahannya untuk penghijauan, itu juga masih jalan di tempat, apalagi kalau kita beranjak ke normalisasi kali Ciliwung dan berbagai anak-anak sungainya di seantero Jakarta.

Juga, masih jalan di tempat, termasuk filterisasi pembuangan limbah warga ke kali belum juga terealisasi sesuai ketentuan, ditambah drainase yang pelit sempit tak memperhitungkan kemiringan dan arus deras air ketika musim hujan dan sebaliknya sontak melambat alirannya di musim kemarau. 

Dengan kata lain, di musim kemarau yang panas menyengat seperti sekarang, drainase parit terbuka itu berubah rupa jadi semacam genangan yang kata orang Medan adalah Parit Busuk. Elemen-elemen inilah yang membuat pencemaran dan Polusi Udara di Jakarta dan sekitarnya sungguh dahsyat.

Kenderaan listrik yang sekarang sudah mulai digunakan warga, meski terbatas di perumahan untuk sekadar belanja dan raun-raun pada jari-jari 10 Km. Itu sudah bagus. Tak ada suara berisik dsb. Hanya kendaraan itu belum didukung sepenuhnya oleh teknologi kunci seperti Baterei Lithium yang tahan lama. 

Kenderaan itu butuh dicas 5 jam-an ke atas. Pengecasan sepeda listrik memang tak perlu semacam SPBU, tapi kebelummumpuni sepeda listrik itu sungguh tak memotivasi warga untuk ramai-ramai berkenderaan listrik di lingkungannya masing-masing.

Mobil listrik pun sudah dicoba, pengrajin dalam negeri juga banyak dengan berbagai merk, apalagi dari luar ntah itu Yamaha, Honda, Polytron dsb. 

Tapi lagi-lagi teknologi pendukungnya belum mumpuni, yi baterei yang cepat habis, termasuk tempat buat ngecas baterei belum ada jaringannya yang luas. 

Sejauh ini hanya di beberapa titik saja pengecasan itu ada di Jakarta, apalagi di kota-kota lainnya, bahkan masih banyak kota yang belum punya tempat pengecasan baterei kenderaan listrik.

Polusi Udara yang terjadi sekarang di Jakarta adalah akumulasi dari perkembangan yang terjadi selama ini dalam pembangunan. 

Di sektor perhubungan, jaringan infrastruktur jalan sudah oke, tapi giliran memasyarakatkan kenderaan listrik bebas polusi, kita malah kedodoran karena tak sempat memikirkan bagaimana membangun jaringan pengecasan sepeda motor listrik dan mobil listrik.

Bagaimanapun kita harus segera kembali ke hulu. Kalau memang kita kaya dengan Nikel dan Cobalt bahkan Phospat untuk membuat baterei kenderaan listrik yang tahan lama agar warga termotivasi untuk membeli dan menggunakannya.

U-Winfly D7 Sepeda Listrik bebas polusi buatan China. Foto : Parlin Pakpahan.
U-Winfly D7 Sepeda Listrik bebas polusi buatan China. Foto : Parlin Pakpahan.

Kita tentu harus mengandalkan pemain lokal untuk mengembangkan bahan dasar yang kita miliki itu sebagai baterei listrik dalam negeri yang berdurasi lama dalam pemakaian. 

Kalaupun kita terpaksa harus bekerjasama dengan pihak asing, tentu kita harus mampu sharing teknologi dengan bahan baku yang sudah diolah terlebih dahulu. Bukannya memberikan hak menambang dan hak membuat baterei seenak udelnya kepada pihak asing.

Apabila kenderaan listrik bebas polusi ini berhasil memasyarakat karena keunggulannya nyata di mata warga, tentu perkembangan kenderaan ber-bbm yang penuh asap polusi itu bisa kita kendalikan. 

Apalagi kalau kita berhasil  menata lingkungan sebaik-baiknya atas dasar UU tentang Lingkungan Hidup, dan aturan yang ketat bagi REI dalam membangun apapun, tentu penghijauan kota dan filterisasi pembuangan limbah warga, termasuk yang terpenting TPA yang berhasil nyata dalam teknologi daur ulang sampah ibukota. Itu semuanya dapat mengurangi polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.

Akhirnya biarlah normal baru dipaksakan di area tertentu seperti transportasi, mal-mal, layanan kesehatan dan perbankan, tapi tak perlu mencari kambing hitam, karena polusi udara sekarang utamanya ditimbulkan oleh dinamika pembangunan itu sendiri yang tak bisa kita kendalikan secara optimal.

Polusi udara sekarang tak ada tali temalinya dengan pandemi Covid-19, bahwa pandemi itu masih menggerayangi kita, sehingga kita harus bermasker dan bermasker seraya melupakan bahwa dinamika pembangunan itulah yang terlepas dari kendali kita.

Jangan-jangan mafia minyak masih ada, boleh jadi itulah yang menghalang-halangi kenderaan listrik berkembang pesat sesuai ekspektasi kita. Maklum bisnis minyak kan menghasilkan bergepok-gepok uang untuk dan atas nama kegemukan sekelompok orang dan bukan kegemukan banyak orang. Sementara polusi udara. EGP. Oalah!

Samanea Hill, Bogor Barat, Wed', June 14, 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun