Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Perlunya Polisi Sosial di Lingkungan Perumahan

5 Juni 2023   15:25 Diperbarui: 5 Juni 2023   15:47 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hidup bertetangga di perumahan. Foto : hipwee.com

Perlunya Polisi Sosial di Lingkungan Perumahan

Sadar atau tidak, kita hidup di lingkungan tertentu yang unik, karena tak selalu sama dengan lingkungan lain, sekalipun itu sama-sama perumahan. Misalnya kita tinggal di cluster Anggrek, salah satu cluster dari kl 8 cluster di kompleks perumahan serupa yang dimiliki katakanlah perusahaan real estate Kencana.

Lingkungan sosial dalam sebuah perumahan itu beragam, bergantung pada perspektif dan fokus analisis yang digunakan untuk mengenalinya.

Kategori yang sering digunakan untuk memahami lingkungan sosial dalam sebuah perumahan :

1. Kategori demografis mencakup komposisi penduduk perumahan berdasarkan faktor demografis seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan, dan pendidikan. Misalnya, sebuah perumahan dapat memiliki populasi yang terdiri dari pasangan muda dengan anak-anak kecil atau populasi lanjut usia yang lebih tua.

2. Kategori ekonomi melibatkan faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi penduduk perumahan, seperti tingkat pendapatan, pekerjaan, dan status sosial ekonomi. Misalnya, perumahan dengan populasi yang beragam secara ekonomi, mulai dari masyarakat berpenghasilan rendah hingga masyarakat kelas menengah atau atas.

3. Kategori budaya dan etnis yang melibatkan faktor budaya dan etnis yang mempengaruhi keragaman dalam perumahan. Perumahan dapat mencakup beragam kelompok etnis atau budaya yang memberikan warna dan keanekaragaman dalam lingkungan sosial.

4. Kategori dalam berinteraksi yang mencakup hubungan sosial antarwarga dalam perumahan, seperti tingkat interaksi dan keakraban antara tetangga, partisipasi dalam kegiatan komunitas, dan saling ketergantungan dalam aktivitas sehari-hari.

5. Kategori yang berkaitan dengan status kepemilikan properti dalam perumahan, seperti perumahan yang ditempati oleh pemilik rumah atau yang disewakan oleh pemiliknya. Status kepemilikan ini dapat mempengaruhi kualitas hubungan antarwarga dan kestabilan lingkungan sosial.

6. Kategori yang mencakup faktor-faktor perencanaan dan desain perumahan yang mempengaruhi interaksi sosial, seperti tata letak fisik, aksesibilitas fasilitas umum, ruang terbuka, dan desain arsitektur yang mendorong interaksi sosial.

Kategori ini hanya sekadar contoh, karena masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi lingkungan sosial dalam sebuah perumahan.

Slum Area

Bagaimana dengan “slum area” atau “kantong miskin” atau “kawasan permukiman kumuh” yang bagaimanapun kumuhnya toh ada perumahan meski terbentuknya tak terstruktur dalam perjalanan waktu.

Slum area merupakan suatu kondisi permukiman dengan kualitas hunian yang buruk, kurangnya akses terhadap layanan dasar, dan ketidakstabilan sosial-ekonomi. Dalam konteks slum area, mungkin tidak ada kategori lingkungan sosial yang jelas dan terstruktur seperti yang ditemukan dalam perumahan formal yang terorganisir dengan baik.

Beberapa aspek lingkungan sosial di slum area atau kawasan kumuh :

1. Ketimpangan sosial-ekonomi yang signifikan, sehubungan keberadaan kelompok masyarakat dengan berbagai tingkat pendapatan dan status sosial. Ketimpangan ini dapat mempengaruhi interaksi sosial dan dinamika komunitas di dalam slum area.

2. Solidaritas komunitas. Slum area yang terkesan kumuh itu terorganisir secara informal. Tapi uniknya dalam kekumuhan itu, justeru ada solidaritas dan ikatan komunitas yang kuat di antara penduduknya. Ketergantungan satu sama lain untuk saling membantu dan kerjasama dalam menghadapi tantangan hidup seringkali terbentuk di antara mereka.

3. Jaringan sosial. Meskipun tidak terstruktur, jaringan sosial dapat ditemukan di slum area, misalnya hubungan tetangga, teman, atau keluarga yang saling mendukung dan membantu satu sama lain.

4. Penyesuaian dan adaptasi. Masyarakat di slum area seringkali menghadapi tantangan hidup yang sulit, namun mereka juga memiliki kapasitas untuk beradaptasi dengan lingkungan. Ini bisa berupa pembentukan organisasi masyarakat, inisiatif swadaya, atau upaya lain untuk memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi mereka.

5. Pengaruh lingkungan fisik. Lingkungan fisik slum area, meskipun kumuh, dapat mempengaruhi interaksi sosial dan cara penduduk berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Faktor seperti tata letak bangunan, akses terhadap fasilitas umum, dan kondisi infrastruktur dapat mempengaruhi lingkungan sosial di slum area.

Singkatnya komunitas di slum area menghadapi persoalan yang kompleks dan beragam, dan setiap kawasan memiliki karakteristik dan dinamika sendiri. Karenanya, kompleksitas di slum area harus dilihat sebagai totalitas yang terdiri dari beragam faktor yang mempengaruhi lingkungan sosial di dalamnya.

Nilai-nilai

Bagaimana interaksi sosial di berbagai kategori perumahan tsb dan apakah komunitas sosial di berbagai kategori itu akan membentuk nilai-nilai tersendiri atau haruskah ada yang mengawasi dan membinanya agar tertib sosial dapat berjalan dengan baik.

Interaksi sosial di berbagai kategori perumahan dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti demografi, ekonomi, budaya, dan desain perumahan. Setiap kategori perumahan dapat memiliki dinamika komunitas dan nilai-nilai sosial yang unik.

Interaksi sosial yang kemungkinan terjadi :

1. Basis demografi.

Dalam perumahan yang didominasi oleh kelompok demografis tertentu, seperti pasangan muda dengan anak-anak kecil atau populasi lanjut usia, interaksi sosial biasanya fokus pada kebutuhan dan minat yang relevan dengan kelompok demografis tsb. Misalnya, mungkin ada kegiatan komunitas yang berpusat pada pengasuhan anak-anak, aktivitas olahraga untuk orang dewasa, atau program sosial untuk lansia.

2. Basis ekonomi.

Interaksi sosial dalam perumahan dengan berbagai tingkat ekonomi dapat mencerminkan keragaman sosial-ekonomi yang ada di antara penduduknya. Interaksi biasanya melibatkan kesempatan untuk saling berbagi pengalaman, dukungan dalam hal keuangan atau peluang pekerjaan, serta kolaborasi untuk mengatasi tantangan ekonomi bersama.

3. Basis budaya dan etnis.

Perumahan dengan beragam kelompok budaya dan etnis dapat menciptakan interaksi sosial yang kaya akan keberagaman. Ini dapat melibatkan pertukaran budaya, perayaan acara tradisional, kolaborasi dalam proyek-proyek komunitas, serta saling belajar dan memahami nilai-nilai budaya masing-masing.

4. Basis desain dan perencanaan yang mendukung interaksi sosial.

Beberapa perumahan didesain seperti itu, misalnya menyediakan ruang terbuka yang ramah masyarakat, taman bermain, taman komunal, atau fasilitas komunitas lainnya yang dapat mendorong interaksi antara tetangga. Dalam hal ini, interaksi sosial mungkin lebih spontan, dan adalah penting bagi warga untuk merawat dan membangun hubungan yang positif.

Dalam hal membangun komunitas sosial yang baik, berbagai faktor dapat mempengaruhi pembentukan nilai-nilai dan kohesi sosial di dalamnya. Peran terpenting disini adalah dari warga sendiri dalam membangun dan menjaga kehidupan komunitas yang sehat. Selain itu, pihak pengelola atau asosiasi perumahan dapat berperan dalam memfasilitasi komunikasi, mempromosikan partisipasi warga, dan mengorganisir kegiatan komunitas. Beberapa perumahan juga memiliki komite atau kelompok sukarelawan yang berinisiatif untuk memantau dan mengembangkan kehidupan sosial di perumahan tsb.

Meskipun pengawasan dan pengelolaan dari pihak luar dapat membantu menjaga ketertiban sosial, tapi ruang terbesar adalah inisiatif dan partisipasi warga agar terbangun nilai-nilai sosial yang positif.

Berkembang semau gue

Apakah masyarakat di slum area atau di kawasan permukiman kumuh gampang diatur atau sebaliknya berkembang semau gue mengikuti naluri survivalnya.

Dinamika sosial disini tentu berbeda dibandingkan dengan perumahan formal. Masyarakat di slum area seringkali berinteraksi dalam konteks yang kompleks, di mana tantangan sosial dan ekonomi dapat mempengaruhi cara mereka berperilaku dan beradaptasi.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam hal pengaturan dan perkembangan komunitas di slum area adalah :

1. Ketahanan dan adaptabilitas.

Masyarakat di slum area seringkali menghadapi kondisi sosial-ekonomi yang sulit. Dalam rangka bertahan hidup, mereka cenderung mengembangkan strategi adaptasi yang kreatif untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam beberapa kasus, banyak warga yang mengikuti naluri survival dan fokus pada kepentingan individu atau kelompok tertentu.

2. Solidaritas dan kerjasama.

Meskipun slum area seringkali ditandai oleh kondisi yang sulit, ada solidaritas dan ikatan komunitas yang kuat di antara penduduknya. Masyarakat di slum area seringkali saling membantu dan mendukung satu sama lain untuk mengatasi kesulitan. Solidaritas dan kerjasama dalam komunitas dapat membantu membangun nilai-nilai sosial yang positif meskipun dalam konteks yang sulit.

3. Peran fasilitator dan pembinaan.

Di slum area, pendekatan yang efektif untuk mempromosikan tertib sosial dan pembangunan komunitas adalah melalui peran fasilitator yang bekerjasama dengan masyarakat setempat. Pendekatan ini melibatkan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat untuk mengambil peran aktif dalam membangun dan memelihara kehidupan komunitas yang baik.

4. Partisipasi masyarakat

Adalah penting untuk melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan pengembangan program atau proyek yang mempengaruhi kehidupan mereka. Dengan melibatkan masyarakat secara langsung, mereka dapat merasa memiliki proses pembangunan dan terlibat dalam menciptakan perubahan positif dalam lingkungan mereka.

Pengaturan dan pengembangan komunitas di slum area perlu mempertimbangkan aspek-aspek yang lebih holistik, termasuk pemenuhan kebutuhan dasar seperti air bersih, sanitasi, perumahan yang layak, dan akses ke layanan kesehatan dan pendidikan. Peningkatan kondisi sosial-ekonomi secara menyeluruh dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih stabil dan membantu dalam membentuk nilai-nilai sosial yang positif.

Setiap slum area memiliki konteks yang unik, dan pendekatan yang tepat harus didasarkan pada pemahaman yang baik tentang dinamika dan kebutuhan masyarakat setempat.

Interaksi sosial

Bagaimana kita berinteraksi di lingkungan perumahan dengan berbagai strata itu dan bagaimana pula berinteraksi di slum area.

Deskripsi terurai di atas tetaplah sesuatu yang normatif. Di perumahan menengah ke atas, sekalipun terkesan warga menjaga privacy masing-masing karena itu adalah hak dasar mereka, tapi tak urung di balik pagar pengamannya masing-masing ada saja “gosip pohon anggur”, artinya warga tetap mengintip satu sama lain, si ini sudah sampai dimana, si ono wah semakin merajalela kesosialitaannya, si anu kelihatannya lagi surut, kemarin mobil BMW, sekarang koq tinggal Avanza.

Yang repot disini tak ada rapat RT, boro-boro mau rapat RW apalagi rapat LKMD/K di desa/kelurahan. Pokoknya semua diselesaikan dengan uang, habis perkara, dan kalau terpaksa harus rapat RT/RW, yang maju biar saja pembokat atau ASN. Tak heran di tempat semacam ini frequently kebobolan maling juga, karena bantu-membantu warga dalam keamanan nyaris nihil.

Di lingkungan menengah bawah dan slum area. Interaksi sosial sama saja. Meski kohesi sosial agak lumayan, tugas siskamling pun masih digulir dan warga pada umumnya mau menerima tugas itu, termasuk menghadiri rapat RT/RW, bahkan yang unik di slum area yang benar-benar slum area, solidaritas warga cukup tinggi. Kalau ada acara ntah 17 Agustusan, atau hajatan. Mereka cenderung bergotongroyong untuk menyukseskannya, minimal keluar tenaga kalau kantong memang lagi kosong-melompong.

Tapi bukan berarti gosip pohon anggur tak pernah ada, atau lirak-lirik sudah sampai dimana para tetanggaku ini sudah tak ada lagi karena kohesifnya warga dalam menjaga perilaku. Deviasi kesana masih ada, meski tak seekstrim di perumahan papan atas yang telah memberi kuasa kepada para pembokat atau ASN-nya untuk menghadiri rapat RT/RW.

Singkatnya, kita tak selalu nyaman memang dalam hidup bertetangga itu, karena di strata apapun perumahan itu, ada saja manusia yang jealous, suka gossip, ada yang sok jagoan, ada yang suka dengan kesenangannya sendiri seperti bermusik keras-keras tidak memperdulikan tetangga, ada yang suka ngintip-ngintip bagaimana keadaan tetangganya sekarang apakah lagi happy atau lagi susah, celakanya kalau kita happy malah diganggu, sebaliknya kalau kita lagi susah malah disyukurin.

Berinteraksi di lingkungan perumahan dengan berbagai strata sosial termasuk di slum area bisa menjadi tantangan karena adanya perbedaan kepentingan, nilai-nilai, dan perilaku individu.

Namun, ada beberapa pendekatan yang dapat membantu membangun interaksi sosial yang lebih positif di kedua lingkungan tsb.

1. Komunikasi terbuka dan saling pengertian.

Adalah penting untuk menjalin komunikasi yang terbuka dengan tetangga di lingkungan perumahan. Jika terjadi konflik atau ketidaknyamanan, bicarakan secara langsung dan jujur dengan tetangga tsb untuk mencari pemahaman bersama dan menemukan solusi yang memadai. Berusaha memahami perspektif orang lain juga penting untuk membangun hubungan yang lebih baik.

2. Menghormati privasi dan batasan.

Adalah penting untuk menghormati privasi dan batasan bertetangga dalam berinteraksi. Menghindari kegiatan yang mengganggu seperti bermusik keras-keras atau mengintip-ngintip kehidupan pribadi orang lain adalah sikap yang dihargai.

3. Membangun solidaritas dan kepedulian.

Yang diperlukan disini adalah itikad baik untuk membangun solidaritas dan kepedulian dalam lingkungan perumahan. Itu adalah kunci untuk menciptakan hubungan yang positif, termasuk melakukan kegiatan sosial bersama, saling membantu dalam situasi sulit, atau berkontribusi dalam upaya perbaikan lingkungan dapat memperkuat ikatan antartetangga.

4. Menggalang partisipasi dan kebersamaan.

Diperlukan partisipasi aktif dalam kegiatan komunitas dan mengedepankan semangat kebersamaan yang dapat membantu membangun hubungan yang lebih baik di lingkungan perumahan. Melibatkan diri dalam pertemuan tetangga, proyek kebersihan, atau kegiatan sosial lainnya dalam rangka memperkuat rasa kepemilikan dan ikatan dalam komunitas.

5. Mengembangkan empati dan toleransi.

Membangun empati terhadap orang lain dan mempraktekkan toleransi terhadap perbedaan adalah aspek penting dalam interaksi sosial yang sehat. Mencoba memahami situasi dan sudut pandang orang lain, serta menghargai keberagaman dalam lingkungan perumahan, dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan harmonis.

Di slum area, interaksi sosial melibatkan dinamika yang kompleks karena kondisi sosial-ekonomi yang sulit. Namun, prinsip-prinsip seperti komunikasi terbuka, solidaritas komunitas, kepedulian, dan partisipasi tetap relevan.

Menghormati kehidupan pribadi orang lain, menjaga kebersamaan, dan membangun kesadaran akan kesulitan yang dihadapi masyarakat adalah penting dalam membangun interaksi sosial yang lebih positif.

Polisi Sosial dan Kendali Diri

Sanggupkah kita mengendalikan diri kita sendiri dalam dinamika sosial seperti itu. Karena musuh utama itu ternyata adalah diri kita sendiri. Sedangkan bagi pemerintah adalah salah kalau mengkambinghitamkan warga yang tak berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Bagaimana mungkin mereka berperan aktif disitu kalau tidak difasilitasi pemerintah melalui para petugas lapangannya yang bergaji, bahkan merekalah yang seharusnya menuntun warga untuk menjaga harmoni lingkungan tanpa mencederai nilai-nilai lama yang seharusnya tetap dijunjung seperti toleransi, menjaga privacy masing-masing selaku hak dasar manusia, dan di atas segalanya adalah perlu adanya pemimpin dan kepemimpinan di tingkat RT/RW dan Desa/Kelurahan yang mampu mengendalikan wilayah kerjanya.

Akhirnya, yang belum pernah dicoba sejauh ini adalah pengadaan “Polisi Sosial” yang bukan Polisi RW seperti yang diintrodusir Polri sekarang. Polisi sosial perlu dalam melestarikan nilai-nilai sosial lama seperti gotongrong, dan memperkuat nilai-nilai sosial baru seperti “sikap egaliter” dan bukannya sikap sok jago seperti kemarin-kemarin, sikap demokratis yang menghargai perbedaan pendapat bagaimanapun adanya, sikap anti gossip dst.

Kalau toh Polisi Sosial ini diabaikan pemerintah, yakinlah Polisi RW yang sudah mulai diturunkan sekarang ini tak banyak gunanya, karena mereka hanya bertugas sebatas pengamanan dan bukan memfasilitasi nilai-nilai kemasyarakatan yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Lain halnya dengan Polisi Sosial yang dalam hal ini sudah dilatih secara lintas sektoral oleh pemerintah dan mereka telah bersertifikasi khusus untuk itu.

Joyogrand, Malang, Mon’, June 05, 2023.

Ilustrasi hidup bertetangga di perumahan.Foto : idntimes.com
Ilustrasi hidup bertetangga di perumahan.Foto : idntimes.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun