Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ngaca: Starbucks dan Pendapatan Kitorang

15 Mei 2023   16:58 Diperbarui: 15 Mei 2023   17:15 1532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Starbucks sebagai gaya hidup now. Foto: 24july, flickr.com

Kita harus mau belajar kembali dari nenekmoyang kita bagaimana sebatang pohon jati berdiameter lingkaran drum pertamina sekarang dengan tinggi 30 meter bernilai tukar 10 ekor kerbau. Artinya pohon jati yang bernilai tukar 10 ekor kerbau itu tentu didasarkan sepenuhnya kepada pengorbanan untuk menghasilkannya dan kualitas kedua komoditas itu dalam keseharian hidup anak manusia pada zamannya.

Dalam anggaran berimbang, nilai yang dituangkan dalam APBN itu adalah pengeluaran yang akan kita gunakan dalam tahun 2023 ini dan pendapatan darinya yang tentu harus surplus, tapi bukan surplus karena gelembung ekonomi, tapi karena kita kaya. Titik. Tapi kalau tidak dibarengi dengan kemandirian lepas dari gelembung-gelembung ekonomi yang diciptakan negara dan blok hegemonis, maka tipis kemungkinan kita akan keluar dari lingkaran setan tidak sejahtera ini sebagaimana dicontohkan dalam Starbucks dan Kopi kekinian kita.

Coba ditest soal kopi dan gaya hidup kekinian, bagaimana kalau rental gedung dulu yang disoal. Cobalah kopi kekinian disediakan rental gedung kece kekinian tapi sangat bersaing dengan rental gedung kaum neolib. Pemerintah melalui BUMNnyalah yang bertindak sebagai pemilik property yang direntalkan untuk gerai kopi kekinian. Boleh jadi harga kopi kekinian kita per cangkir tidak akan semahal Starbucks. Mematok harga Rp 10 ribu per cangkir pun mereka pasti siap dan pengunjungnya pun akan semakin membanyak dan membanyak. Indonesia kan sangat kaya dengan kopi ntah itu Arabika atau Robusta. Biarlah kaum neolib menyewakan gedungnya kepada Starbucks dkk seperti harga di AS, kan impas. Bagaimanapun, kaum neolib yang kita undang kesini pastilah bersikukuh menjual produknya seharga di kampungnya, sekalipun penjaja dan pemegang franchise-nya adalah orang awak. Namanya saja kapitalisme jadul AS dan barat.

Itulah dulu pembelajaran pertama kita pasca KTT Asean ke-42 yang baru saja berakhir di Labuan Bajo, Flores, NTT, Indonesia.

Semoga Kopi kekinian kita dapat berkibar dengan harga orang awak sesuai nilai tukar rupiah dalam konteks Asean, atau regional Asia tapi mendunia, dan sejauh kita mau mandiri dalam keAseanan kita dan harga Starbucks biarkan saja seperti harga di kampungnya kelahirannya AS nun jauh di seberang lautan sana.

Ciaoo ..

Joyogrand, Malang, Mon', May 15, 2023.

Ilustrasi daftar harga Starbucks di Jakarta. Foto: foodierate.com
Ilustrasi daftar harga Starbucks di Jakarta. Foto: foodierate.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun