Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Tetap Bersikukuh dengan Gaya Lama, PDIP Bakal Kalah dalam Pilpres 2024

10 Mei 2023   16:30 Diperbarui: 10 Mei 2023   16:35 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hal Prabowo, sebetulnya Mega bisa membisiki Prabowo, agar dia yang semakin menua itu jadi Presiden dengan cawapres Ganjar cukup satu kali saja, yi pada Pilpres 2024, tetapi sebagai imbalannya Ganjar yang harus dicapreskan pada Pilpres 2034. Tapi pendekatan strategis ini malah ditepis, dan Ganjarlah, setelah Puan diaborsi, yang harus dan tidak boleh tidak untuk diusung sebagai Capres dalam Pilpres 2024. Terang Prabowo yang sudah berkali-kali majut jalan dalam Pilpres Indonesia, nggak mau kalau dibalikkan hanya jadi wacapres dalam Pilpres 2024.

Prabowo yang sempat saya kenal sepakterjangnya selama di Timtim takkan pernah mundur dari sebuah tekad, apalagi tekad yang sudah lama dikepalkan. Dan hebatnya Gerindra yang tadinya anak bawang dalam perpolitikan Indonesia, kini sudah jadi partai besar, yang boleh dikata selisih suaranya dibandingkan PDIP tak banyak-banyak amat. Ini tentu berbahaya dari segi pengamanan kemenangan Ganjar dalam Pilpres yad.

Perkembangan Gerindra menunjukkan kepada kita bahwa reformasi politik di negeri ini semakin baik. Politik identitas yang semula dijadikan alat oleh Gerindra, kini terlihat sudah menghilang. Fakta lain, begitu Fahri Hamzah hengkang dari PKS yang mirip-mirip kaum fundamentalis timur tengah itu, dalam babakan berikutnya kita lihat betapa Fahri dalam partai baru Gelora adalah seorang nasionalis yang konsisten dengan pendiriannya bahwa demokrasi adalah kebebasan terukur yang tak boleh diculasi satu sama lain. PKS jelas telah menculasinya. 

Bahkan AHY pun sudah mau mengikuti akal sehat dan tak mau ngawur seperti Esbeye ayahandanya bahwa terserah Anies siapa cawapres yang akan mendampinginya dalam Pilpres 2024.

Prabowo yang sudah sejak lama diusung Gerindra sudah ada koalisinya. Siapa cawapresnya nanti, itu strategi lain. Begitu juga dengan Anies yang akan segera memastikan siapa cawapres yang akan mendampinginya.

Kalaulah koalisi besar yang meliputi Golkar, Gerindra, PAN, PKB dan PPP kelak terbentuk dan ini sejak semula sudah direstui Jokowi, PDIP akan berantakan. Jokowi tidak mencampuri terbentuknya koalisi itu, tapi merestuinya. Itu 2 hal yang berbeda. Jokowi adalah abdi rakyat dan bukan petugas partai, meski term "petugas partai" itu kembali didengarnya saat Mega mencapreskan Ganjar Pranowo belum lama ini. 

Tapi ia tak bergeming dengan keyakinannya bahwa capres ideal ke depan ini tetaplah capres nasionalis yang didukung koalisi besar yang menomorsatukan kesatuan dan persatuan bangsa. Pengalaman perpecahan dan diakali pihak asing agar terpecahbelah sepertinya sudah cukup. Indonesia tidak mungkin setaraf SMP dari masa ke masa. Inilah saatnya Indonesia menuju level SMA, PT dan paripurna pada  2045 yad. Tak heran ia merestui cikal bakal koalisi besar itu.

Katakanlah koalisi besar itu beringsut beberapa waktu kemudian setelah Ganjar dicapreskan, tapi tidak mengurangi arti pendekatan Jokowi bahwa Prabowo dan Ganjar sangat pantas dicapreskan, terlepas dari abc masa lalu Prabowo yang kelam, mulai dipecat secara tidak hormat dari TNI karena dituding tidak mentaati perintah atasan, juga masalah perpisahan ranjangnya dengan sang isteri Siti Hediati Hariyadi, dan menggunakan kaum radikal sebagai katak-katak politik berbahaya dalam Pilpres 2019 lalu. 

Tapi yang pasti Prabowo adalah seorang nasionalis sejati. Kader seperti itu tak mesti dari PDIP yang selalu pongah mementang-mentangkan berakar dari PNI. Sekarang, ia bisa dari mana saja.

Itulah cara Jokowi mengingatkan PDIP agar segera berbenah diri. Lihat, yang mulai digerayangi katak-katak politik sekarang ini adalah term petugas partai. Apakah serendah itu kualifikasi untuk capres Indonesia versi PDIP bahwa dalam pencapresan harus selalu ada kalimat petugas partai. Meski itu khas PDIP, tapi sungguh tak elok, karena itu memang tak ada dalam ketatanegaraan kita. Kalau dipaksakan membabibuta, maka rakyat pemilih hanya akan melihat Ganjar sebagai capres yang hanya manut kepada ketum partai dan tidak kepada rakyat, sampai-sampai harus terjun ke jurang pun harus manut.

Megawati dan PDIP sebaiknya merangkul partai-partai lain dalam koalisi ntah koalisi apapun namanya nanti. Yang dirangkul tak mesti harus parpol yang lolos dari parliamentary threshold sebelumnya pada pemilu lalu, tapi partai-partai lain yang tak lolos pun bisa saja, ntah itu PSI, Partai Buruh, PBB, Hanura dll. Janganlah sombong dengan terus mementang-mentangkan sudah melampaui presidential threshold. So kami berdikari. Publik luas sangat tidak menyukai itu sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun