Kore Metan terdiri dari 2 kata, yakni Kore yang berarti melepaskan atau pelepasan, sedang Metan berarti Hitam. Dengan demikian upacara Kore Metan dapat dibatasi sebagai peristiwa pelepasan kain hitam yang dipakai oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai tanda usainya masa berkabung atas meninggalnya seorang anggota keluarga atau famila dalam bahasa Tetum (Linguafranca di Timtim selain bahasa Indonesia dan Porto yang masih tersendat-sendat hingga sekarang).
Upacara Kore Metan ini berasal dari kepercayaan Animisme pada religi rakyat Timtim yang sudah terbilang tua usianya. Dalam kepercayaan itu ada anggapan apabila seseorang meninggal, arwahnya akan tetap tinggal di antara keluarga. Untuk melepas arwah tsb diadakanlah upacara pelepasan kain hitam yang kini lebih dikenal dengan nama ritual Kore Metan.
Masa berkabung dalam keluarga biasanya paling lama 1 tahun. Tapi ada kalanya tidak penuh 1 tahun. Pendeknya tergantung pada hubungan keluarga. Apabila Ayah atau Ibu kandung yang meninggal, masa berkabungnya bisa sampai 1 tahun; kakak kandung 3 bulan; paman 6 bulan dan kakek-nenek 1 tahun.
Dalam upacara pelepasan arwah, selalu diadakan pesta secara besar-besaran dengan mengikutsertakan seluruh famila dan handaitaulan. Kemeriahan pesta ini tercermin dari banyaknya ternak potong yang harus dibantai untuk perhelatan pesta.
Acara pelepasan kain hitam itu sendiri dipimpin oleh semacam pendeta yang mengucapkan doa-doa untuk mengantar almarhum berpindah ke alam baka. Dalam bahasa Tetum upacara ini disebut Mutu Mate atau Toli Mate dan menurut tradisi jadul disertai oleh peletakan nasi dan daging (babi, kerbau, kambing, sapi dll) di atas makam almarhum sebagai santapannya, karena saat kepergiannya nanti almarhum tidak membawa barang apapun.
Tradisi meletakkan nasi dan daging ini berubah setelah masuknya agama Katholik yang dibawa oleh para misionaris yang menganjurkan agar kebiasaan itu diganti dengan cara menaburkan bunga di atas makam, menyalakan lilin dan pengucapan doa oleh pemimpin upacara berdasarkan ajaran agama Katholik.
Sedangkan pemakaian kain hitam biasanya berupa lilitan sepotong kain hitam di dada atau memakai pakaian berwarna hitam, baik untuk pria maupun perempuan. Yang menarik, konon penggunaan pita hitam pada lengan baju adalah pengaruh kebudayaan Porto dan China yang hingga kini masih berlaku.
Meski ada sejumlah hasil penelitian mahasiswa-mahasiswa asal Timor Leste yang belajar di Indonesia mengatakan agar acara ini disarankan jangan dilaksanakan terlalu berlebihan, misalnya ternak yang harus dipotong jangan berlebihan dan acara dansa-dansi di puncak acara pelepasan pita hitam sebagai tanda masa perkabungan usai seyogyanya dibatasi, tetapi bagaimanapun sugesti itu, pemerintah dan stake holdernya tetap harus hati-hati dalam melakukan transformasi disini, karena bagaimanapun ritual Kore Metan selaku obyek wisata budaya sudah lama ada dan dalam konteks kepariwisataan Asean, tentu harus dipoles, tanpa merusak substansinya, agar tetap atraktif bagi para pelancong dari luar.
Kore Metan sebagai Musik Tradisi