Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Etos 98 Kelanjutan Etos 66 dan 77/78 atau Hanya Jargon

20 Februari 2023   13:52 Diperbarui: 20 Februari 2023   13:56 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi, Megawati, Wiranto dan Ganjar dalam peresmian Graha Pena 98 di HOS Tjokroaminoto, Jakarta pusat. Foto : nasional.tempo.co

Etos 98 Kelanjutan Etos 66 dan 77/78 atau Hanya Jargon

Teringat Graha Pena, jadi ingat gedung tinggi satu-satunya di Jln A. Yani Surabaya yang ujung atau menaranya berbentuk lancip seperti pena.

Tapi kali ini yang dimaksud Pena dengan embel-embel 98 disini adalah nama sebuah memori perjuangan yi Persatuan Nasional Aktivis 98.

Nama ini juga mengingatkan akronim serupa yi Angkatan 1908, Angkatan Balai Pustaka, Angkatan 1945, Angkatan 66, Angkatan 74, Angkatan 77/78 dan pada puncaknya sekarang ber-evolusi cukup disebut sebagai Aktivis 1998 saja.

Semuanya itu adalah riak dari Revolusi Kemerdekaan 1945, except angkatan balai pustaka dan angkatan 1908 yang merupakan awal kebangkitan nasional di negeri ini.

Ibarat gelombang samudera. Sosok NKRI sekarang dimulai dari gelombang besar yang memukul pantai pada Revolusi Kemerdekaan 1945. Gelombang besar itu berangsur-angsur dalam perjalanan waktu mengecil, mengecil dan perlahan tapi pasti akhirnya menyisakan riak yang takkan berhenti lagi.

Memori yang sedang dalam proses pelembagaan itu terhitung sejak tumbangnya regime represif Orba, yi lengsernya Presiden Soeharto pada 1999 lalu, atau persisnya 24 tahun lalu, kini tampil menyuarakan cita-cita yang konon takkan pernah padam lagi, yi demokrasi dan keadilan sosial bagi semua anak bangsa.

Di bawah Adian Napitupulu, Sekjen Pena 98, mereka kini membuktikan kehadiran permanennya, yi bermarkas tetap di sebuah gedung yang mereka namakan Graha Pena 98, Jalan HOS Tjokroaminoto 115, Menteng, Jakarta pusat.

Organisasi ini cukup unik, karena tak ada ketua umumnya atau presidennya, melainkan cukup dilayani oleh Sekjen. Tapi siapa sangka Pena 98 telah mempunyai perwakilan di 16 propinsi yang ada presidium atau kepemimpinan kolektifnya.

Memori sebelum itu sudah dicoba dilembagakan, tapi apa boleh buat tahi kambing bulat-bulat, entitas perjuangan itu berguguran satu per satu.

Generasi Z atau generasi rebahan dan generasi sandwich sekarang sudah nggak bakal mengingatnya lagi. Mereka lebih asyik dengan gadgetnya masing-masing. Generasi milenial sepertinya rada mau sedikit mengingatnya, tapi apakah generasi ini akan berpijak pada nilai-nilai perjuangan kakak angkatannya. Wallahualam bissawab waillaihil marji walmaab. Waktulah yang membuktikannya nanti.

Cikal bakal Pena 98 sudah digadang-gadang sejak awal reformasi dan berpuncak di masa Esbeye. Dari beragam nama akhirnya dipilih nama Pena 98.

Graha Pena 98 diresmikan kemarin Minggu 19 Pebruari 2023. 2000-an karangan bunga mewarnai peresmiannya. Karangan bunga yang menghiasi Jalan Cokroaminoto hingga Jalan H.R. Rasuna Said tsb membentang sepanjang kl 3 kilometer dan berisi ucapan selamat atas peresmiannya. Bukan main!

Karangan bunga tsb al dari Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Menteri Kabinet Indonesia Maju, anggota DPR RI lintas partai, pengusaha, bahkan ada yang dari Kades.

Ucapan selamat Presiden Jokowi atas peresmian Graha Pena 98. Foto : images.kontan.co.id
Ucapan selamat Presiden Jokowi atas peresmian Graha Pena 98. Foto : images.kontan.co.id

Karangan bunga itu bukan hanya untuk Pena 98, melainkan penghormatan kepada seluruh aktivis mahasiswa yang dibunuh dan diculik, termasuk seluruh mahasiswa dan rakyat yang bahu-membahu berjuang pada awal reformasi 25 tahun lalu, demikian Adian Napitulu Sekjen Pena 98 -- lih nasional.tempo.co dalam https://tinyurl.com/2z3scrll

Pena 98 pada puncak acara itu mendeklarasikan 8 kriteria calon presiden 2024 yad yang bisa menjadi rekomendasi publik dan parpol. Pendeklarasian itu disampaikan oleh masing-masing perwakilan pengurus Pena 98 dari beberapa wilayah, mulai Bali hingga Sulawesi Tenggara.

8 kriteria tsb al : 1). Menjaga Pancasila, berpedoman pada UUD 1945, setia pada NKRI, menghormati keberagaman, dan merawat kebhinnekaan; 2). Capres 2024 bukan bagian dari rezim Orba, sebab watak capres dalam kategori itu akan tersandera dalam pemikiran masa lalu. Capres 2024 yang masih tersandera dalam pemikiran, perilaku, apalagi berafiliasi dengan regime Orba, dipastikan tidak akan mampu membawa Indonesia melangkah maju tanpa beban masa lalu; 3). Tidak punya rekam jejak terlibat dalam penggunaan politik identitas, jika masyarakat berharap, bermimpi, berkeinginan dan bercita-cita Indonesia ke depan menjadi negara modern, multi etnis, multi ras, multi kultur, multi identitas; 4). Capres yang tidak pernah terlibat dalam pelanggaran HAM; 5). Tak pernah terlibat dalam kasus korupsi; 6). Melanjutkan program kerja Presiden Jokowi, sebab keberlanjutan dan kesinambungan program pembangunan oleh tiap pemimpin nasional penting guna memastikan pergantian presiden, bukan berarti pergantian program; 7). Pemimpin yang mampu memperjuangkan agenda reformasi dan menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu; 8). Kriteria capres 2024 harus mampu memperkuat ekonomi kerakyatan yang berkeadilan.

Apakah Aktivis 98 yang merupakan garda depan reformasi 1998/1999 yang menumbangkan regime orba dapat konsisten dengan cita-cita demokrasi dan keadilan bagi semua anak bangsa.

Dilihat dari data dan fakta sejarah, dapat dikatakan tidak semua aktivis 98 memiliki pandangan dan tindakan yang sama dalam menjalankan cita-cita demokrasi dan keadilan bagi semua anak bangsa setelah reformasi.

Beberapa aktivis 98 seperti Adian Napitupulu memang telah berjuang keras untuk memperjuangkan kebebasan berpendapat, hak asasi manusia, dan reformasi institusi negara, tapi toh ada juga yang terlibat dalam korupsi dan tindakan yang merugikan masyarakat seperti Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, atau yang mengaduk-aduk melting pot Indonesia dengan politik identitas seperti Fadli Zon (sekalipun ybs sekuler dalam kesehariannya), atau Asbun seperti Andi Arief dan Desmond Junaidi Mahesa, yang penting menang duel dalam pokrol bambu politik praktis, yang lain urusan belakang.

Reformasi yang dipelopori aktivis 98 mendapatkan momentumnya saat krisis moneter Asia melabrak Indonesia sejak medio 1997. Namun gerakan yang mendukung demokrasi adalah setelah peristiwa 27 Juli 1996 (peristiwa Kudatuli) yang meluluhlantakkan markas PDI Megawati (bukan PDI Suryadi dukungan regime) di Salemba dan cukup banyak memakan korban jiwa yang dalam hal ini telah mencorengmoreng citra demokrasi Indonesia di mata dunia.

Pada 1998, Soeharto kembali dipilih MPR untuk jabatan yang ketujuh kalinya. Pada moment inilah para mahasiswa turun ke jalan menuntut adanya reformasi dalam sistem pemerintahan Indonesia al mengadili Soeharto dan kroni-kroninya, mengamandemen UUD 1945, menghapus dwi fungsi ABRI, melaksanakan otonomi daerah seluas-luasnya, menegakkan supremasi hukum dan menciptakan pemerintahan yang bebas dari KKN.

Itulah jasa terbesar Angkatan 98 yang telah memberikan kontribusi penting dalam memperjuangkan kebebasan dan demokrasi di Indonesia. Mereka dengan segala pengorbanannya di masa lalu, khususnya pengorbanan jiwa, telah menginspirasi banyak orang untuk berjuang melawan korupsi, otoritarianisme, dan ketidakadilan.

Ucapan selamat terhadap peresmian Graha Pena 98 di HOS Tjokroaminoto, Jakpus,  mengular sepanjang kl 3 Km. Foto : images.kontan.co.id
Ucapan selamat terhadap peresmian Graha Pena 98 di HOS Tjokroaminoto, Jakpus,  mengular sepanjang kl 3 Km. Foto : images.kontan.co.id

Gerakan jauh sebelumnya, memang telah melahirkan banyak aktivis serupa seperti Angkatan 66, Angkatan 74 dan angkatan 77/78.

Sayang, nilai-nilai perjuangan angkatan sebelumnya ini tidak bisa permanen dipedomani dalam mengisi alam kemerdekaan, lihat sosok Aktivis 66 yang bercokol di kabinet Orba yang tidak lagi konsisten dengan perjuangan menumbangkan Orla, seperti Cosmas Batubara, Marie Muhammad, Akbar Tanjung dll. Intinya mereka ABS asal-lah tetap di dalam sistem kekuasaan. Aktivis 1974, seperti Hariman Siregar yang tadinya hendak diakomodir BJ Habibie, malah bubar jalan. Hariman tetap dengan idealismenya. Dan Angkatan 77/78 seperti Heri Ahmadi sempat menjadi anggota DPR di awal reformasi, tapi kemudian bubar jalan juga tanpa sebuah kesinambungan yang berarti. 

Aktivis 98-lah yang boleh dikata yang ingin mencoba bahwa nilai-nilai perjuangan merekalah yang bakalan permanen ke depan ini seperti sepakterjangnya sekarang dalam memproklamasikan jati diri dan pada puncaknya menetapkan kriteria capres 2024 yang selaras dengan nilai-nilai yang mereka perjuangkan pada 1998/99, termasuk menentang politik identitas yang tak sejiwa dengan nilai perjuangan kemerdekaan Indonesia di masa lalu.

Banyak faktor yang dapat menjelaskan mengapa gerakan serupa sebelumnya tidak dapat permanen dipedomani dalam mengisi alam kemerdekaan. Beberapa faktor tsb al tidak adanya dukungan dari pemerintah atau kekuatan politik yang berkuasa pada saat itu, tidak adanya koordinasi dan solidaritas yang kuat antara kelompok-kelompok gerakan yang ada, dan belum optimalnya kesadaran politik dan partisipasi masyarakat dalam gerakan-gerakan tsb.

Aktivis 98 dianggap berhasil dalam memperjuangkan reformasi demokrasi di Indonesia karena mereka mampu memanfaatkan momentum dari krisis ekonomi dan politik yang terjadi, serta memiliki dukungan publik yang luas. Selain itu, gerakan ini juga berhasil mengembangkan koordinasi dan solidaritas yang kuat antara anggota-anggota gerakan.

Bagaimana agar keberadaan sebuah gerakan bisa permanen. Ini tentu tak lepas dari kemampuan beradaptasi dengan perubahan dan tetap berjuang untuk memperjuangkan kebebasan dan keadilan bagi rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, penting bagi Pena 98 untuk terus berinovasi dan beradaptasi dalam menghadapi tantangan-tantangan baru yang muncul.

Dalam konteks nasionalisme Indonesia, kata-kata bersayap dari Presiden Perancis Charles de Gaulle, yi bagaimana seseorang bisa memerintah sebuah negara yang memiliki dua ratus empat puluh enam jenis keju yang berbeda.

Kata-kata bersayap ini menyiratkan sebuah negara dengan banyak variasi dan perbedaan seperti Indonesia akan lebih sulit untuk diperintah. Dalam konteks nasionalisme, hal ini dapat dimaknai sebagai pentingnya memiliki kesamaan dan identitas yang kuat untuk memperkuat kebersamaan dalam sebuah negara.

Sebagai negara dengan keragaman etnis, agama, bahasa, dan budaya, pluralitas ini sebenarnya dapat menjadi kekuatan bagi Indonesia, sejauh di bawah siapapun nanti, Indonesia harus bisa menunjukkan kemampuan untuk mempertahankan keragaman tsb dalam kehidupan sehari-hari, seraya tetap menghormati perbedaan dan memperjuangkan hak-hak setiap kelompok.

Maka adalah penting bagi kepemimpinan Indonesia pasca Jokowi untuk semakin memperkuat identitas nasional dan membangun kesepahaman bersama antara kelompok-kelompok yang ada. Identitas nasional yang kuat dan kesepahaman bersama antara kelompok-kelompok yang ada dapat membantu mengatasi perbedaan dan konflik, serta memperkuat kebersamaan sebagai sebuah bangsa.

Mengerucut pada Adian Napitupulu, Pena 98 diharapkan tak harus bernasib sama dengan gerakan sebelumnya, yi raib tak berbekas dalam perjalanan sejarah bangsa, karena terlena hingga lalai dalam merawat nilai-nilai yang lahir pada zamannya.

Untuk kelanggengan nilai-nilai yang diperjuangkannya, maka Pena 98 harus memulai pengawalannya, persis ketika presiden terpilih tahun 2024 memulai pemerintahannya. Dengan kata lain, Pena 98 harus dapat memastikan sistem kekuasaan ke depan ini harus bebas dari KKN, bebas dari politik identitas, dapat menghukum penjahat-penjahat HAM di masa lalu, sehingga regime baru pun kreatif dan inovatif dalam menciptakan program baru, seraya melanjutkan langkah-langkah pemerintah sebelumnya.

Di atas segalanya, Pena 98 pada tahapan selanjutnya seyogyanya berganti nama menjadi setidaknya LPDKI atau Liga Perjuangan Demokrasi dan Keadilan di Indonesia yang mengintegrasikan semua nilai perjuangan mulai dari era kebangkitan nasional hingga reformasi 1998/99.

Hilangkan ego angkatan yang fana itu, agar memori 1998/99 tidak lagi sekadar jargon politik seperti angkatan-angkatan sebelumnya, melainkan menjadi memori permanen bangsa Indonesia.

Joyogrand, Malang, Mon', Febr' 20, 2023.

Presiden Jokowi, Megawati, Wiranto dan Ganjar dalam peresmian Graha Pena 98 di HOS Tjokroaminoto, Jakarta pusat. Foto : nasional.tempo.co
Presiden Jokowi, Megawati, Wiranto dan Ganjar dalam peresmian Graha Pena 98 di HOS Tjokroaminoto, Jakarta pusat. Foto : nasional.tempo.co

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun