Kedua, ada kemungkinan YouTube dan platform media sosial lainnya memiliki kebijakan internal yang ketat dalam hal konten yang berhubungan dengan konflik dan kekerasan. Ini dapat mencakup konten yang dianggap tidak pantas, memperlihatkan kekerasan, dan sebagainya.Â
Dalam konten yang berkaitan dengan konflik di Ukraina, ada kemungkinan YouTube memilih untuk menghapus atau membatasi beberapa konten yang dianggap melanggar kebijakan mereka terkait dengan jenis konten tsb.
Platform media sosial seperti YouTube seharusnya berkembang sesuai dinamika zaman dan terus mengembangkan kebijakan dan prosedur baru yang pastinya harus netral. Seiring berjalannya waktu, kebijakan dan praktik YouTube terkait konten yang berkaitan dengan konflik Timur-Barat seharusnya tak mesti seiring sejalan dengan kebijakan pemerintah dimana perusahaan itu settled.
Kita berharap dalam pergantian CEO YouTube ini yang meskipun alami di negara seperti AS, CEO yang baru dapat melakukan terobosan bahwa tak ada lagi ketimpangan pengunggahan konten di YouTube dan ini harus dimafhumi induknya yi Google dan Alphabet Inc. Masalahnya YouTube telah menjadi platform dunia yang seyogyanya dapat menerima input dari manapun tanpa rintangan politis.
Menilik konten kreator di Indonesia. Mereka kebanyakan memilih membuat konten yang heboh atau kontroversial, tanpa menafikan memang ada kreator yang menghasilkan konten yang bernilai edukatif dan bermanfaat bagi penonton. Tapi YouTube membebaskannya.Â
Demikian juga konten hatred di middle-east, khususnya Gaza dan tepi barat, dan konten anti semit di Eropa barat, khususnya Jerman dan Perancis. Juga YouTube membebaskannya begitu saja.
Harus diakui YouTube memang telah memperkenalkan berbagai program dan inisiatif untuk mendukung konten edukatif dan bermanfaat, seperti YouTube Learning, sebuah inisiatif yang dirancang untuk membantu pembelajaran dan pengajaran, serta YouTube Edukasi, sebuah inisiatif yang ditujukan untuk mendukung pembelajaran dan pendidikan melalui konten-konten edukatif yang bermanfaat.
Juga harus diakui, banyak konten kreator di Indonesia terus berinovasi dalam menciptakan konten-konten edukatif yang menarik dan bermanfaat, termasuk dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan keuangan, bahkan tak sedikit yang berkolaborasi dengan lembaga pendidikan atau organisasi nirlaba untuk membuat konten edukatif yang lebih kredibel dan terpercaya.
Setiap kreator di Indonesia memang memiliki hak untuk memilih jenis konten yang mereka buat, dan banyak faktor yang mempengaruhi pilihan mereka, termasuk minat pribadi dan keinginan untuk menarik perhatian penonton.
Sayang, karena terlena dengan cuan yang didapat karena banyaknya audiens yang menyukainya, maka konten-konten edukatif dan bermanfaat jadi tersisih, sementara konten-konten heboh dari beberapa YouTuber yang banyak memposting hatred versi UAS dan versi Paul Zhang misalnya justeru semakin bersimaharajalela.
Okelah sebagaimana platform media sosial lainnya, seperti Instagram dan TikTok, YouTuber tak bisa dihalangi untuk menghasilkan cuan atau uang atau mendapatkan keuntungan dari konten yang mereka buat.