Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Eksekusi Hukuman Mati Ferdy Sambo Sulit Diprediksi

15 Februari 2023   15:16 Diperbarui: 15 Februari 2023   16:12 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Eksekusi Hukuman Mati Ferdy Sambo Sulit Diprediksi

Terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Joshua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo, masih mempunyai waktu tujuh hari buat mengajukan upaya hukum ke pengadilan yang lebih tinggi, usai divonis mati oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin yang baru lalu.

Apakah eksekusinya mudah? Masalahnya, ada yang menafsirkan KUHP baru dapat langsung diterapkan meski baru akan diberlakukan 3 tahun yad. Penerapannya yi Sambo dikurung dulu selama 10 tahun. Kalau terbukti Sambo nanti berkelakuan baik, maka hasil evaluasi yang hooh ini akan langsung diteken Kalapas, diketahui MA dan Presiden RI. Terlepaslah Sambo dari eksekusi mematikan itu 10 tahun kemudian setelah tahun 2023 ini. Itu artinya eksekusi nyatanya baru dapat dilihat dengan mata telanjang pada tahun 2033 nun jauh di langit biru sana.

Segampang itukah menafsirkan behaviour atau kelakuan psikopat selama 10 tahun di penjara? Melihat Mafia peradilan selama ini, "its depend on if" semacam ini sungguh mematahkan hati komunitas keadilan. Tanya saja akhli-akhli kriminologi apalagi pakar psikologi yang mumpuni sekaliber katakanlah Sigmund Freud atau Carl Jung.

Dengan kata lain, kalau Sambo banding nanti, keputusan hakim di pengadilan tinggi mudah saja diprediksi sejauh penampangnya masih penegakan hukum lama atau sistem peradilan Mafia.

Betul, terdakwa yang telah divonis mati oleh pengadilan masih memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum ke pengadilan yang lebih tinggi, yi mengajukan banding.

Secara teoritis, pengajuan banding ke pengadilan tinggi adalah salah satu upaya hukum lanjutan yang dapat dilakukan oleh terdakwa atau JPU dalam sistem hukum Indonesia untuk menentang putusan pengadilan tingkat pertama yang dianggap salah atau tidak adil.

Menurut Pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pengajuan banding harus dilakukan dalam waktu 7 hari setelah putusan pengadilan tingkat pertama dibacakan. Itu diawali dengan pembuatan surat permohonan banding yang berisi alasan-alasan mengapa terdakwa atau korban tidak puas dengan putusan hakim di tingkat pertama. Surat permohonan ini harus disampaikan ke kantor pengadilan tinggi yang berwenang mengadili perkara tsb.

Setelah menerima surat permohonan banding, pengadilan tinggi akan meninjau kembali putusan pengadilan tingkat pertama, termasuk memeriksa bukti-bukti yang disajikan dalam persidangan. Pengadilan tinggi juga dapat memanggil terdakwa, JPU, atau saksi untuk memberikan keterangan tambahan jika diperlukan.

Setelah meninjau kembali putusan pengadilan tingkat pertama dan mempertimbangkan alasan-alasan yang disampaikan dalam surat permohonan banding, pengadilan tinggi akan memberikan putusan baru. Putusan pengadilan tinggi tsb dapat berupa menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama, membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama, atau memberikan putusan baru yang berbeda dengan putusan pengadilan tingkat pertama.

Yang dikhawatirkan karena berpenampang lama, katakanlah begitu, mafia peradilan dapat mengambil keputusan hukum yang serba baru yang ujung-ujungnya ya meringankan terdakwa. Kalau pembebasan terdakwa jelas tak masuk akal karena pembunuhan berencana bukan. Celah yang termungkin dalam Mafia Peradilan atas nama "Keuangan Yang Mahakuasa" adalah berdiplomasi hukum dengan keputusan baru untuk meringankan hukuman mati sejauh mungkin.

Kita tentu setuju sekali, arti dan makna banding dalam sistem hukum Indonesia adalah sebagai upaya hukum lanjutan yang memberikan kesempatan bagi terdakwa atau JPU untuk memperjuangkan keadilan dan menentang putusan pengadilan tingkat pertama yang dianggap tidak adil atau salah. Dengan adanya upaya banding ini, diharapkan akan tercipta sistem hukum yang lebih adil dan efektif dalam memberikan perlindungan hukum bagi seluruh warga negara.

Kembali ke perandaian, apabila keputusan banding seperti itu, dengan menafikan keputusan di tingkat pertama yang dinilai sudah memenuhi rasa keadilan publik luas, maka pihak korban atau keluarga korban tentu akan mengajukan upaya hukum ke tingkat selanjutnya, yaitu kasasi ke Mahkamah Agung (MA). 

MA disini hanya akan memeriksa aspek-aspek hukum yang terkait dengan putusan pengadilan tingkat banding, seperti apakah ada kesalahan dalam penerapan hukum atau fakta-fakta yang dipertimbangkan, dan bukan lagi memeriksa fakta-fakta baru atau hal-hal yang tidak dibahas dalam sidang pengadilan tingkat pertama dan banding.

Oleh karena itu, pengajuan kasasi oleh lawyer korban harus didasarkan pada alasan hukum yang kuat dan jelas. Apakah rasa keadilan publik luas dalam keputusan hakim di tingkat pertama sebagai alasan utama atau ada tambahan lain.

Dengan kata lain, lawyer korban saya pikir haruslah cerdik memanfaatkan dukungan publik. Intinya tempa besi selagi panas agar konsisten dengan harapan keadilan publik luas. Juga lawyer korban pandai mengumpulkan jurisprudensi yang ada tentang eksekusi mati serupa, bahkan apabila perlu tafsir baru terhadap keadilan itu sendiri.

Upaya hukum kasasi adalah upaya hukum yang diajukan ke Mahkamah Agung untuk meminta agar putusan pengadilan tinggi yang telah dijatuhkan kepada terdakwa diperiksa kembali. Putusan Mahkamah Agung dapat mengonfirmasi putusan pengadilan yang telah dijatuhkan atau dapat juga memutuskan untuk mengubah putusan tsb.

Dalam kasus pembunuhan berencana, hukuman yang diancamkan oleh undang-undang memang hukuman mati atau penjara seumur hidup. Meskipun, putusan hakim dalam persidangan sudah dilandaskan pada fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dan pembuktian yang dilakukan oleh jaksa penuntut. Tapi sayangnya, hukum dan keadilan dalam penampang lama itu mudah saja diprediksi bahwa Sambo dan Puteri akan diringankan hukumannya.

Pasal 253 ayat (1) huruf b KUHAP mengatur bahwa kasasi adalah upaya hukum terakhir yang dapat diajukan oleh korban maupun terdakwa setelah putusan pengadilan tingkat banding dijatuhkan. Artinya, jika upaya hukum banding ditolak oleh pengadilan tinggi, terdakwa maupun korban masih memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.

Keputusan untuk menerima atau menolak upaya hukum kasasi sepenuhnya berada di tangan MA. MA dapat memutuskan untuk mengabulkan kasasi dan membatalkan putusan pengadilan tingkat banding, atau memutuskan untuk menolak kasasi dan mengkonfirmasi putusan pengadilan tingkat banding yang telah dijatuhkan.

Upaya hukum banding atau lebih jauh lagi kasasi yang akan diajukan oleh Ferdy Sambo akan berhasil mengurangi hukuman atau mengubah putusan pengadilan yang telah dijatuhkan. Semua itu secara teoritis bergantung pada fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dan pembuktian yang dilakukan oleh jaksa penuntut. Tapi keputusan MA dalam penampang lama dipastikan akan sangat mengejutkan dan sangat mengecewakan. Lagi-lagi duit dan duit. Haduhh ..

Terkait terdakwa Puteri Candrawathi yang dijatuhi vonis 20 tahun penjara dari semula 8 tahun, motif pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang dinyatakan hakim bukanlah karena pelecehan seksual yang terjadi pada Putri Candrawathi, melainkan karena Puteri Candrawathi merasa sakit hati dengan sikap korban yang merupakan ajudan suaminya itu. Namun, detail lebih lanjut mengenai pernyataan tsb dan pembuktian yang dilakukan oleh jaksa penuntut di dalam persidangan tidak diketahui.

Sebagai suatu prinsip hukum yang fundamental, pembuktian dalam sebuah kasus pidana harus didasarkan pada fakta-fakta yang kuat dan bukti yang sah, serta harus dilakukan melalui prosedur yang adil dan transparan. Oleh karena itu, keputusan hakim Wahyu di pengadilan tingkat pertama mengenai motif pembunuhan itu memang interpretasi terhadap keadilan hukum yang ada di ranah publik, setelah bukti dan fakta yang kuat dari terdakwa nehi sama sekali. Sambo dihukum mati dan Puteri dihukum 20 tahun penjara.

Hal penting lain yang juga perlu digarisbawahi, persidangan belum pernah menghadirkan bukti lain yang penting seperti smartphone korban Joshua dan pacarnya Vera maupun terdakwa Sambo, Puteri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal, Kuat Maaruf dll, juga belum pernah dihadirkan di persidangan bukti tentang konsorsium 303 untuk perjudian gelap yang dibacking Sambo selaku Kadiv Propam, termasuk dibacking petinggi-petinggi yang diduga di internal polri. 

So keputusan hakim baru saja meski sudah terasa adil, tapi terkait motif pembunuhan Joshua, maka apakah konsorsium 303 yang masih gelap itu layak dihilangkan begitu saja dari arena pembuktian, karena banyak yang menduga motif pembunuhan yang sesungguhnya adalah apa yang terjadi di balik konsorsium 303 yang dalam hal ini diketahui oleh Brigdir J.

Bisa saja keputusan hakim dalam konteks ini beralasan hanya didasarkan pada bukti-bukti yang kuat dan teruji di persidangan. Jika bukti-bukti yang dianggap penting untuk kasus tsb belum dihadirkan atau tidak diakui sebagai bukti yang sah dalam persidangan, maka hakim mungkin tidak dapat mempertimbangkan hal itu dalam keputusannya. Ini kan asumsi. Lalu bagaimana dengan keterbukaan tanpa pandang bulu, apakah keterbukaan ini kita abaikan begitu saja. Kalau memang begitu, ya sistem hukum kita masih berpenampang lama.

Bagaimanapun, dalam kasus pidana berat seperti ini, bukti-bukti yang relevan dan penting harus dihadirkan dan dipertimbangkan dalam proses persidangan. Jika terdapat bukti-bukti baru atau adanya pernyataan yang dapat membantu dalam menemukan kebenaran, maka hal tsb sebaiknya dipertimbangkan dan diinvestigasi lebih lanjut oleh otoritas yang berwenang.

Namun, segala spekulasi atau dugaan tentang motif pembunuhan yang belum terbukti secara sah dan obyektif di persidangan tidak bisa disebarkan secara bebas karena dapat merusak proses persidangan yang adil dan dapat merugikan semua pihak yang terlibat. Inilah yang sangat disesalkan dalam peradilan marathon Sambo dan Puteri Candrawathi.

Mengantisipasi kemungkinan terburuk dari eksekusi itu, tafsir terhadap hukum itu sendiri dalam berkeadilan sangatlah penting.

Apakah tafsir itu murni di tangan hakim, hakim agung atau masyarakat luas yang dalam hal ini diwakili oleh pakar-pakar hukum ternama. Ini semuanya betalitemali, karena sistem hukum nasional kita adalah sistem hukum terbuka.

Menurut pandangan kebanyakan pakar hukum, keadilan hukum seharusnya bukan hanya tergantung pada tafsir hakim atau hakim agung saja, melainkan juga melibatkan masyarakat secara luas, terutama dalam mendorong terciptanya sistem hukum yang adil dan efektif.

Dalam sebuah sistem hukum yang demokratis, masyarakat seharusnya terlibat dalam proses pembuatan hukum dan penegakan hukum, melalui partisipasi dalam pemilihan anggota parlemen dan proses pemilihan hakim. Selain itu, media dan pakar hukum juga dapat berperan dalam memberikan pandangan dan pemahaman yang lebih luas terhadap isu-isu hukum yang terkait dengan keadilan.

Tak bisa dipungkiri, tafsir hakim dalam memberikan putusan tetap memiliki peran yang sangat penting dalam menjamin keadilan hukum. Oleh karena itu, penting bagi hakim untuk memiliki pemahaman yang baik terhadap hukum dan prinsip-prinsip keadilan, serta menghindari adanya bias atau intervensi mafia peradilan yang tidak sah dalam proses pengambilan keputusan. Komisi Yudicial wajib mengawasinya. Tapi kalau inipun rusak juga, publik luaslah yang menggedornya,

Akhirnya, secara keseluruhan, keadilan hukum seharusnya dipandang sebagai hasil dari kolaborasi dan partisipasi antara masyarakat, lembaga legislatif, lembaga yudikatif, media, dan para pakar hukum dalam menghasilkan sistem hukum yang adil dan efektif.

Kita percaya Presiden Joko Widodo tidak suka kalau keputusan banding nanti, atau kasasi akan tetap berpenampang lama. Kita percaya beliau perlu penampang baru yang revolusioner yang dapat menindak siapapun yang mencederai rasa keadilan publik luas. Kalau momentum ini dimanfaatkan maksimal, maka Indonesia Jaya 2045 yang powerful dalam penegakan hukum dan keadilan bukannya tak mungkin.

Joyogrand, Malang, Wed', Febr"15, 2023.

Rosti Simanjuntak, Ibu Brigadir J, membawa foto anaknya usai mengikuti sidang Sambo. Foto : mataram.antaranews.com
Rosti Simanjuntak, Ibu Brigadir J, membawa foto anaknya usai mengikuti sidang Sambo. Foto : mataram.antaranews.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun