Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Semakin Dalam AS dan Barat Nyemplung Dalam Krisis Ukraina Hanya Akan Mempersulit Terbentuknya Tata Dunia Baru

25 November 2022   14:50 Diperbarui: 25 November 2022   14:53 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pengunjuk rasa duduk di sebuah monumen di Kyiv selama bentrokan dengan polisi anti huru hara pada Pebruari 2014.  Foto : cfr.org

Semakin Dalam AS dan Barat Nyemplung Dalam  Krisis Ukraina Hanya Akan Mempersulit Terbentuknya Tata Dunia Baru

Untuk negara adidaya sekelas AS, komunitas internasional dipastikan mempunyai atensi khusus terhadap pemilu disana, apalagilah untuk pemilu paruh waktu, yang meski sekarang ini bukan untuk menentukan kepemimpinan di AS, tapi sekurangnya dapat menggambarkan apa problem di internal AS sekarang.

Dunia sekarang fokus pada isu-isu domestik murni di AS, seperti inflasi, krisis energi, aborsi, imigrasi, dan kejahatan jalanan seperti penembakan massal yang sering terjadi sekarang di seantero negara bagian AS.

Kini perhatian dunia terpaku pada putaran persaingan abadi Demokrat-Republik. Eropa, Asia, Amerika Latin, dan Afrika mengikuti pemilihan tsb dengan cermat, dimana Nancy Pelosi sudah mundur dari Ketua DPR setelah Republik kembali mendominasi DPR. Dunia merekam setiap perubahan mood kelompok tertentu dari pemilih Amerika, mencatat munculnya pemimpin potensial baru dan membuat prediksi tentang kemungkinan masa depan sistem politik Amerika. Dunia tidak sekadar menonton karena penasaran. Bagaimanapun, masa depan seluruh dunia sampai batas tertentu masihlah bergantung pada dinamika politik di AS.

Tidak hanya di AS, tetapi di belahan dunia lain, banyak terjadi perdebatan sengit tentang nasib kepemimpinan AS dan batas pengaruh internasionalnya. Adalah sebuah ironi besar, pada awal dekade ketiga abad ke-21, kita menyaksikan awal kebangkitan hegemoni Amerika dalam urusan dunia pasca Afghanistan. Sepertinya pemulihan dunia unipolar tidak lebih dari sebuah khayalan? Kebangkitan hegemonis pasca Afghanistan ini adalah ilusi dari para ilusionis Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri AS.

Dunia Unipolar

Lihat kebangkitan katakanlah Pax Americana terkait dengan konflik yang sedang berlangsung antara Moskow dan dunia Barat. Para pakar international affairs saat ini semakin sadar bahwa AS adalah penerima manfaat utama dari konflik Rusia Vs Ukraina.

Krisis di mandala Eropa saat ini tidak diragukan lagi dioportunisasi oleh pemerintahan Presiden Joe Biden. Operasi militer khusus Rusia di Ukraina sampai dicitrakan seakan analog dengan hegemoni AS selama 20 tahun di Afghanistan. Aksi Rusia sejak 24 Pebruari lalu telah membuka peluang bagi dunia Barat untuk bersatu lagi di bawah kepemimpinan AS. AS sepertinya berhasil mendisiplinkan sekutu Eropa yang sebelumnya tidak selalu patuh kepadanya.

Nato kini diperkaya oleh anggota-anggota baru Nato eks Uni Soviet yang menjanjikan, dan kompleks industri militer AS memasuki pasar baru yang sangat menarik tidak hanya di Eropa tetapi juga di bagian lain dunia. Peluang ekspor yang belum pernah terjadi sebelumnya juga terbuka bagi perusahaan energi AS, yang meningkatkan pasokan gas alam cair mereka yang mahal ke Eropa sebagai alternatif dari energi murah Rusia yang disalurkan melalui pipa trans Eropa.

Krisis global saat ini menunjukkan dominasi intelektual dan psikologis dunia unipolar lama masih jauh dari teratasi dan terus secara aktif mempengaruhi politik dan ekonomi dunia. Kebulatan suara yang mengejutkan ditunjukkan oleh negara-negara Uni Eropa dalam kesediaan mereka untuk membebek AS yang menimbulkan pertanyaan betulkah semuanya itu.

Lihat misalnya G20 yang baru saja berlalu dari presidensi Indonesia. Betapa PM Inggeris yang baru Rishi Sunak begitu pongahnya mendiskreditkan Putin dan Rusia.

Tapi anehnya Sunak Cs manggut-manggut begitu pemimpin China Xi Jinping memasuki arena G20. Betapa semua negara G20 memaksakan point pengutukan Rusia, tanpa melihat ada Lavrov, ada India dan China disitu, juga tanpa mau tahu apa bagaimana sebenarnya Ukraina itu bagi Rusia.

Padahal G20 bukanlah forum politik, melainkan forum ekonomi, keuangan dan iklim sehubungan pemanasan global karena industrialisasi dunia yang berlebih. Toh Zelensky dikasi kesempatan juga untuk mencuri panggung G20, seakan Rusia adalah penjahat utama yang gembongnya Putin harus segera diwanted sekarang  juga.

Terulangnya unipolaritas sistemik tidak hanya terjadi di Barat. Misalnya, ancaman sanksi sekunder oleh AS dalam banyak kasus terbukti menjadi faktor penentu dalam menentukan peluang dan kendala bagi negara-negara non-Barat untuk mengembangkan kerjasama ekonomi dan lainnya dengan Moskow. Di bawah tekanan AS, Turki memutuskan untuk menolak Rubbel Rusia, dan Huawei China terpaksa menghentikan aktivitasnya di Rusia.

Strategi Keamanan Nasional AS tergres yang baru saja diteken oleh Biden, sesungguhnya dipenuhi semacam kesesatan restorasionis. Dokumen tsb berbicara tentang pentingnya kepemimpinan AS, tugas yang tidak berubah untuk "menahan" China dan Rusia, promosi nilai-nilai liberal di seluruh dunia, dll.

Sementara pejabat AS menggunakan retorika multipolaritas dan multilateralisme yang "benar secara politis", pemerintahan Biden justeru bertekad untuk memulihkan dunia unipolar, persis seperti yang ada di tahun 1990-an. Ini seakan restorasi KKN Orba Soeharto kedalam sistem politik Indonesia sekarang setelah era reformasi 2000-an. Untuk mudahnya, Washington "tidak belajar apapun dan tidak melupakan apa pun."

Maka perlu ditelisik dan dipertimbangkan interval usia Biden, Nancy Pelosi, dan Donald Trump dalam kepemimpinan AS sekarang ini. Usia gaek ketiganya boleh jadi telah mencemari mengapa pola pikir mereka mandul untuk mensiasati perubahan zaman.

Menyoal Zaman Keemasan Hegemoni AS

Mungkin kelemahan utama dari strategi kebijakan luar negeri pemerintahan Biden adalah keinginannya yang terang-terangan untuk membalikkan sejarah kembali ke zaman keemasan hegemoni AS dalam dekade terakhir abad lalu.

Krisis politik-militer yang akut, tentu saja, dapat sepenuhnya mengubah gambaran hubungan internasional untuk sementara waktu, tetapi tidak dapat menggugurkan tren objektif jangka panjang dalam perkembangan dunia. Bagi AS, krisis Ukraina telah menjadi semacam politik anestesi, tetapi jika seorang pasien, katakanlah, menderita peritonitis parah, tidak ada obat yang dapat menggantikan intervensi selain bedah.

Penyalahgunaan analgesik atau obat penenang cenderung tidak ada gunanya. Krisis saat ini di Eropa, untuk semua keuntungan taktis yang diambil oleh pemerintahan Biden, pasti mendistorsi sistem prioritas kebijakan luar negeri AS, memaksa Washington untuk fokus terutama pada masalah Eropa, menunda tugas strategis yang lebih penting untuk masa depan yang tidak terbatas, yang mengandung kekuatan militer dan ekonomi China yang tumbuh. Selama dua tahun pemerintahannya saat ini, Biden bahkan belum dapat mulai menyelesaikan masalah ini, yang dianggap, setidaknya oleh sebagian dari kalangan mapan, terutama dari Republik, sebagai kekurangan yang jelas dari Demokrat.

Selain itu, krisis Ukraina telah dengan jelas menunjukkan ketidakmungkinan mendasar untuk menghidupkan kembali dunia unipolar dalam format lamanya. Gedung Putih belum bisa mendapatkan kembali kepercayaan bahkan dari mitra dan sekutu tradisionalnya. Bukti nyata kegagalan tsb dapat dilihat dari ketegangan yang muncul dalam hubungan AS dengan Arab Saudi, ketika Riyadh justru menolak permintaan Washington untuk meningkatkan pasokan minyak Saudi ke pasar dunia dengan melampaui kuota yang ditentukan dalam format Opec+.

Tekanan politik AS terhadap PM India Narendra Modi untuk meninggalkan kemitraan strategis negaranya dengan Moskow juga tidak terlalu berhasil. Strategi menghidupkan kembali dunia unipolar berdasarkan nilai-nilai liberal jelas tidak memungkinkan pemulihan hubungan dengan pemimpin Venezuela Nicolas Maduro, yang selama ini dianggap Washington hanya sebagai penjahat internasional.

Adapun kebuntuan AS-China, sejauh ini tidak jelas apa sebenarnya yang telah disiapkan Washington untuk melawan aktivitas ekonomi Beijing yang tumbuh di, katakanlah, Amerika Latin atau Afrika.

Potensi ancaman utama terhadap kepemimpinan internasional justeru terletak di tangan AS sendiri. Itulah yang terlihat terang-benderang selama pemilihan paruh waktu (inflasi, krisis energi, kejahatan penembakan massal di seantero negara bagian AS, migrasi, dll). Lihatlah betapa ngototnya Donald Trump yang semakin gaek itu untuk nyapres dalam Pilpres AS dalam tempo dekat ini. Sebuah bukti betapa AS sekarang ini dilanda krisis kepemimpinan. Olah intelektual dalam berpolitik di AS sungguh tak terlihat dari kader-kader relatif muda ntah itu dari kalangan Republik maupun Demokrat.

Seyogyanya dalam konteks perubahan dunia sekarang, calon-calon pemimpin AS berbicara lebih kepada akal sehat dan pragmatisme ketimbang membooster sentimen isolasionis di masyarakat. Masalah mendasar di AS meski bukan manifestasi spesifik dari kelesuan ekonomi dan sosial saat ini, adalah terbaginya  masyarakat AS menjadi 2 ekstrem.

Lihat faksi sayap kanan tumbuh lebih kuat di Partai Republik dan demikian juga faksi sayap kiri di Partai Demokrat. Pusat politik sendiri kehilangan stabilitasnya, sementara radikalisme sayap kanan dan kiri semakin kuat. Sampai-sampai ada ramalan mengerikan tentang perang saudara yang tak terhindarkan yang bakal meruntuhkan AS. Lihat kampanye-kampanye destruktif dari Partai Republik dan kampanye-kampanye serupa dari Partai Demokrat.

Napoleon Atau Badutkah Zelensky?

Terlepas dari semua kelemahan dan keterbatasannya, yang jelas AS tetaplah merupakan kekuatan yang sangat diperlukan. Tanpa partisipasinya (terlebih jika secara aktif ditentang) solusi dari banyak masalah regional dan global tidak mungkin dilakukan.

Posisi unik AS di dunia modern ditentukan tidak semata oleh kekuatan AS itu sendiri, melainkan oleh kelemahan atau, lebih tepatnya, oleh ketidakdewasaan sebagian besar pemain lain dalam percaturan politik global. Kematangan intelektual mereka belum cukup siap untuk menghadapi pergeseran geopolitik dunia sekarang. Boro-boro untuk memainkan peran sebagai pelindung utama keseimbangan global, apalagi menjadi arsitek utama tatanan dunia baru.

Konflik Rusia-Ukraina tidak dapat dihentikan tanpa partisipasi aktif AS. Untuk semua keberhasilan yang tidak diragukan lagi dalam de-dolarisasi keuangan global, itu tidak dapat begitu saja menutup "greenback" (istilah untuk US$ di masa perang saudara AS) sebagai mata uang cadangan utama dunia untuk waktu yang lama.

Sebagian besar rantai teknologi transnasional dengan satu atau lain cara melewati AS. Potensi dan penggunaan "soft power" AS akan butuh waktu lama untuk tidak lagi dicemburui sekutu dan musuh AS, apakah itu menyangkut produksi dari Hollywood atau program sains universitas-universitas di AS. Posisi AS di lembaga-lembaga internasional (terutama birokrat-birokrat yang mewakili AS dalam tatanan global) saat ini pada umumnya jauh lebih kuat daripada posisi negara lain mana pun di dunia.

Kembalinya hegemoni AS dalam hubungan internasional belum terlihat. Bukan karena AS semakin melemah dan tidak berdaya di semua bidang, tetapi karena pemain lain secara bertahap mendapatkan kekuatan, pengalaman, dan kepercayaan diri pada kemampuan mereka untuk mempengaruhi masa depan planet kita ini. Dan itu hanya berarti AS harus beradaptasi dengan dunia baru ketimbang menyesuaikan dunia dengan dirinya sendiri.

Tugas beradaptasi dengan realitas baru dihadapi semua negara di dunia tanpa kecuali. Tapi ini akan sangat sulit dan menyakitkan bagi AS yang sudah terlalu lama mendominasi dunia, yang terbiasa dengan kurangnya alternatif kepemimpinan global. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk beradaptasi,  semuanya itu akan semakin menyakitkan.

Pemerintahan Biden saat ini sebenarnya sedang berusaha mempertahankan status quo global, dan strategi yang jauh dari intelektual dan pragmatis ini justeru akan mempersulit AS untuk meraih keuntungan besar.

Desember beku yang mematikan di mandala Eropa akan mematikan langkah Ukraina dalam tempo dekat ini. Connie Rahakundini mengingatkan sekembalinya dari Eropa belum lama ini bahwa Putin dan Rusia sangat siap untuk berbagai kemungkinan yang bakal terjadi, tapi Ukraina sungguh menyedihkan, mereka terseret kesana kemari oleh langkah AS dan barat, demikian Connie.

Zelensky adalah seorang komedian gelap mata yang sudah terlalu banyak meminta-minta kepada dunia Barat. Ia tidak terlalu perduli dengan semuanya itu, yang penting AS dan barat membantu, sementara rakyatnya sendiri dikorbankan. Seberapa lama Polandia, Rumania, Hungary dst akan dapat bertahan dari arus pengungsi Ukraina yang membanjiri negaranya. Ini jauh lebih dahsyat dari PD II.

Teringat Napoleon yang mengatakan sekalipun 600 ribu serdadu Perancis meregang nyawa di Rusia dalam perang Napoleon. Itu tak ada artinya dibandingkan sebuah visi kejayaan Perancis.

Napoleonkah Zelensky atau hanya sekadar pesuruh Barat di pintu depan Rusia yang tega mengorbankan rakyat Ukraina ntah berapa juta jiwa pun itu.

Depok Bolanda, Fri', Nov' 25, 2022.

Bendera Ukraina berisi berbagai yel di antara rerongsokan perang. Foto : consilium.europa.eu
Bendera Ukraina berisi berbagai yel di antara rerongsokan perang. Foto : consilium.europa.eu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun