Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Catatan Perjalanan ke Kawah Berwarna Kelimutu, Flores

12 Oktober 2022   17:01 Diperbarui: 30 Oktober 2022   15:40 2080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis sempat menjepret sebuah tongkang ketika melintasi Selat Ombai. Foto : Parlin Pakpahan.

Catatan perjalanan Lintas Indonesia Tengah beberapa waktu lalu adalah sebagian dari catatan kekayaan wisata nusantara yang saya miliki, yang saya pikir sayang untuk dilupakan begitu saja.

Perjalanan panjang yang saya tempuh ketika itu dengan mobil yang saya kenderai sendiri diawali dari Dili (Timtim), kemudian berlanjut secara Marathon ke Kupang (Timor barat), Ende (Flores tengah), Labuan Bajo (Flores barat), Sape (Sumbawa timur), Foto Tano (Sumbawa Barat)- Kayangan (Lombok timur)- Lembar (Pulau Lombok) - Benoa-Gilimanuk (Bali) - Ketapang (Banyuwangi)-Jombang-Yogyakarta-Bandung-Sukabumi hingga sampai ke Jakarta.

Penulis sempat menjepret sebuah tongkang ketika melintasi Selat Ombai. Foto : Parlin Pakpahan.
Penulis sempat menjepret sebuah tongkang ketika melintasi Selat Ombai. Foto : Parlin Pakpahan.

Selat yang saya seberangi meliputi 5 selat yaitu selat Ombai, selat Sape, selat Sumbawa, selat Lombok dan selat Bali serta ribuan kilometer jalan darat melintasi 6 pulau (pulau Timor, Flores, Sumbawa, Lombok, Bali dan pulau Jawa).

Selat Ombai

Catatan sepanjang Dili-Kupang Timor barat, saya anulir dulu. Setelah catatan khusus Flores, kapan waktu catatan itu akan saya torehkan disini.

Kita langsung saja ke Pelabuhan Tenau, Kupang. Pelabuhan laut yang masih sederhana ini sudah banyak bercerita betapa NTT telah banyak dibantunya dalam perdagangan interinsuler atau antar pulau. Kapal penumpang seperti KM Dobonsolo merapat disini. Tapi yang utama dari semuanya itu adalah Kapal Ferry dengan rute Tenau-Larantuka, Flores Timur dan rute Tenau-Ende, Flores Tengah.

Pulau Flores di sisi Ende ketika Ferry mendekat untuk merapat ke pelabuhan Ende. Foto : Parlin Pakpahan.
Pulau Flores di sisi Ende ketika Ferry mendekat untuk merapat ke pelabuhan Ende. Foto : Parlin Pakpahan.

Perjalanan Ferry Tenau-Ende menyeberangi Selat Ombai yang lumayan lebar memakan waktu kurang lebih 10 Jam. Ferry itu bermuatan padat-merayap, ya mobil, ya manusia dan barang-barang yang mengiringinya. Syukurlah nggak ada yang membawa ternak katakanlah Babi sebagaimana kalau kita naik bus antar kabupaten di Timtim. 

Sebuah kenangan unik, betapa Babi tsb digendong pakai parompa atau kain gendongan, tak ubahnya bayi. Entahlah kalau B2 atau Pig tsb berukuran gemuk dan besar. Masih juga digendong nggak. Hadehh Timtim. He He ..

10 jam di Selat Ombai luar biasa. Angin berhembus sedang-sedang saja. Cuaca pun mendukung ketika itu. Laut dari semula berwarna biru semakin ke tengah semakin hitam. Pertanda Selat Ombai memang dalam. 

Di tengah keramaian penumpang saya tertarik dengan satu momen dimana terdengar percakapan 2 orang anak muda yang nangkring di atas truk yang sarat muatan.

Keduanya berbincang. "Ee kitorang tadi sonde pamitan deng kawan-kawan kita di Tenau," kata yang lebih muda. "Mereka bukan NTT. Kitorang tadi yang angkut barang-barang berat ke kapal. Mereka tidak tahu kitorang NTT berurat besi dan batulang baja. He He .."

Kedua anak muda itu, termasuk saya, ngakak terbahak-bahak. Boleh jadi seperti itu, sebab saya turut menyaksikan betapa kuatnya kedua anak muda itu memondong barang-barang berat ke kapal.

Penulis (mobil putih) saat di atas Ferry Tenau-Ende. Foto : Parlin Pakpahan.
Penulis (mobil putih) saat di atas Ferry Tenau-Ende. Foto : Parlin Pakpahan.

Hari pun sore jelang malam ketika kapal merapat ke Pelabuhan Ende yang ternyata jauh lebih kecil dibandingkan Pelabuhan Tenau. Angin kencang menderu-deru. 

Kapten Kapal Ferry semula enggan merapat di pelabuhan Ende, karena ombak masih besar dan bisa mengguncang tangga penyeberangan dari kapal ferry ke darat. Tapi karena ombak tak juga kunjung reda, akhirnya sang Kapten yang adalah alumnus P3B (Pendidikan Perwira Pelayaran Besar) Semarang itu memutuskan untuk merapat dan menurunkan tangga. 

Begitu keluar dari perut ferry, mobil kemudian saya pacu mencari penginapan di Ende. Setelah menelisik satu per satu, akhirnya pilihan jatuh pada sebuah Homestay yang dikelola oleh Abdullah seorang Arab Ende persis di jantung kota Ende.

Cukup semalam di homestay yang bersih dan apik serta harga terjangkau itu, sayapun atas arahan bung Abdullah dimotivasi untuk mengunjungi obyek wisata Kawah Kelimutu yang adalah salah satu dari sekian banyak pemandangan alam yang mempesona di Indonesia. Asal tau, Obyek Wisata Alam yang satu ini sudah dikunjungi turis sejak zaman Belanda.

Undakan menuju kawah berwarna Kelimutu yang sudah diperkeras sekarang. Foto : astinsoekanto.com
Undakan menuju kawah berwarna Kelimutu yang sudah diperkeras sekarang. Foto : astinsoekanto.com

Saya pun mulai menulis catatan penting selama bermalam di homestay Abdullah dan disambung keesokan harinya ketika bermobil ke Moni di pagi hari.

Perjalanan dari Ende menuju Moni tidak melelahkan. Ende-Moni kurang-lebih 60-an Km dan dengan memacu mobil 60-80 Km per jam, tak sampai 2 jam saya sudah sampai di Moni. Saya berhenti di depan pusat informasi wisata.

Moni adalah sebuah desa di kaki Gunung Kelimutu dan menjadi pintu gerbang menuju Kawah Kelimutu. Moni juga titik lalu lalangnya kenderaan trans Flores yang menghubungkan Flotim dan Flobar. 

Di sekitar Moni, hanya sedikit hotel atau penginapan yang tersedia. Tapi sekarang sudah banyak, bahkan ada semacam terminal bayangan, dimana banyak warga lokal yang menawarkan jasa untuk mencarikan penginapan dll.

Kawah Kelimutu yang berwarna hijau lumut ketika penulis berkunjung. Foto : Parlin Pakpahan.
Kawah Kelimutu yang berwarna hijau lumut ketika penulis berkunjung. Foto : Parlin Pakpahan.

Setelah sekadar beli rokok dan minuman botol, saya kemudian meluncur ke Kelimutu yang hanya berjarak kurang lebih 20-an Km. Kalau sekarang sudah ada pemberhentian di Km 52 dari Ende, yaitu Koanara yang masuk dalam Kecamatan Kelimutu.

Dari Koanara ke kawah Kelimutu sekarang dibypass hanya 14 Km saja. Di titik pem-bypass-an ini sekarang sudah lumayan banyak homestay, termasuk warkop dan warmak untuk turis kelas backpackers.

Gunung Kelimutu mempunyai 3 kawah menyerupai danau yang letaknya bersebelahan satu sama lain. Tampilan permukaan ke-3 kawah itu berbeda satu sama lain. Legenda setempat mengatakan bahwa warna yang gonta-ganti di ketiga kawah itu adalah simbol roh-roh jahat dan roh-roh baik. 

Warna Maroon (Merah Pekat Keunguan) menggambarkan Roh-Roh Jahat; warna Hijau Lumut menggambarkan Roh-Roh Baik yang masih Murni ibarat The Virgin; warna Biru menggambarkan Roh-Roh Damai yang bersifat mengayomi.

Kawah berwarna Kelimutu dalam tangkapan di pagi hari benderang. Foto : astinsoekanto.com
Kawah berwarna Kelimutu dalam tangkapan di pagi hari benderang. Foto : astinsoekanto.com

Perubahan warna di ketiga kawah itu tentu saja bersifat konstan selama geo-thermal di perut bumi Kelimutu tetap berfungsi memasok air belerang yang mendorong permukaan ketiga kawah itu senantiasa berubah warna.

Saya sampai disana tepat sunrise lagi oke-okenya. Setelah memarkir kenderaan tak jauh dari kawah. Saya menapaki undakan yang belum permanen dan langsung ambil angle yang baik buat foto. 

Sepertinya ketiga kawah yang bersebelahan satu sama lain itu pada kedatangan saya, hanya berwarna hijau lumut dan satunya lagi berwarna hitam. Kalau hijau lumut pertanda oke. Tapi yang hitam sekarang, hiyy ini kan gambaran the devils. Engga apa-apalah. Itu kan hanya mitos, sergahku dalam hati.

Relief pada tugu yang dibangun di puncak kawah berwarna Kelimutu sekarang. Foto : astinsoekanto.com
Relief pada tugu yang dibangun di puncak kawah berwarna Kelimutu sekarang. Foto : astinsoekanto.com

Panorama alam sekitar gunung Kelimutu bisa dilihat dari Kawah Kelimutu (1.613 m dpl) yang terletak di sebelah barat dan juga bisa kita lihat dari sebelah selatan (Keli Bara-1.731 m dpl). Yang perlu diingat, sangatlah berbahaya berjalan apalagi berkenderaan menelusuri jalan kecil di ketiga kawah tsb.

Pemandangan Kelimutu saat itu, bener-bener indah. Matahari bersinar benderang menyorot dan memantulkan keindahan alam sekitar. Amazing.

Area Kelimutu dikelilingi hutan yang ditumbuhi beragam tumbuhan baik pepohonan maupun tanaman paku-pakuan di sepanjang jalan Moni-Kelimutu, termasuk jalur trekking setelah memarkirkan mobil. Juga cukup banyak terdapat pohon pinus yang tumbuh subur, tapi sebagian kecil area lainnya bisa juga dikatakan tandus dengan pasir dan tanah yang tidak stabil.

Meski begitu, lekukan bukit dan tebing-tebing berkerikil yang pinggirnya ditumbuhi sedikit tanaman liar, terlihat seksi ketika itu.

Area yang kini disediakan untuk prosesi ritual Patika, tak jauh dari kawah Kelimutu. Foto : astinsoesanto.com
Area yang kini disediakan untuk prosesi ritual Patika, tak jauh dari kawah Kelimutu. Foto : astinsoesanto.com

Dulu belum ada dibangun tugu berbentuk segitiga di puncak Kelimutu. Maka capek jeprat-jepret, saya pun istirahat berselonjor sekenanya. Kalau ngejeans dan mengenakan baju kasual, kita pasti enjoy, dimana pun kita bisa berselonjor seenaknya, yang penting nggak hujan.

Kini di puncak itu sudah ada tugu dan shelter yang pantas untuk berteduh. Pada dinding tugu, terlihat sejumlah relief, ntah itu hewan-hewan, kawah-kawah Kelimutu, dan beberapa aktivitas yang biasa dilakukan oleh warga lokal di sekitar Kelimutu.

Dari puncak Kelimutu, saya bisa melihat dengan jelas keindahan trio Kawah Kelimutu yang terkenal di seantero dunia. Dari puncak itu pula, kita dapat menatap lepas ke arah utara. Dan asal tau, di kejauhan terdapat selat Ombai yang memisahkan pulau Timor dengan pulau Flores.

Gerbang memasuki kawasan wisata Kawah Kelimutu sekarang. Foto : astinsoekanto.com
Gerbang memasuki kawasan wisata Kawah Kelimutu sekarang. Foto : astinsoekanto.com

Saya really, suka pemandangan itu, hasil kolaborasi antara matahari yang tampak malu-malu memunculkan diri, pegunungan, kabut, dan kawah. Keindahan Kelimutu di pagi hari itu seakan menguatkan misteri yang ada di seputar kawasan Kawah Kelimutu.

Untuk menghormati para leluhur, setiap medio Agustus, warga lokal selalu mengadakan ritual Patika, yaitu memberi makan para leluhur. Prosesi ritual Patika adalah acara utama dari Festival Kawah Kelimutu yang diselenggarakan di lapangan helipad di sekitar kawasan Kawah Kelimutu.

Pada saat prosesi berlangsung, akan ditampilkan tarian tradisional dan disediakan sesaji yang terdiri dari daging babi dan minuman moke, yaitu minuman tradisional Flores terbuat dari pohon lontar dan enau. Di Flores disebut juga sopi. Kadar alkoholnya lumayan tinggi dan kalau kebanyakan minum Moke, kita bisa tenggen, kata orang Medan.

Penenun tradisional di Moni. Foto : astinsoekanto.com
Penenun tradisional di Moni. Foto : astinsoekanto.com

Angka Kunjungan Yang Meningkat Dan Keterbatasan Infrastruktur Pendukung

Menurut penduduk setempat, obyek wisata Kelimutu dikunjungi turis asing rata-rata 300 orang per tahun, kurang lebih 100 orang di antaranya berkunjung pada Juli dan Agustus, sedangkan bulan-bulan lainnya sepi dari pengunjung. 

Kini angka itu sudah lebih yaitu 1236 kunjungan pada 2018 dan pada 2022 ini semakin meningkat setelah pandemi melandai dan harga tiket masuk TN Komodo tak jadi dinaikkan

Musim kemarau adalah saat berkunjung yang paling tepat. Musim itu jatuh pada bulan April-Oktober. Sayang, angka kunjungan yang semakin meningkat ini tidak diimbangi dengan peningkatan infrastruktur fisik pendukung seperti jalan dan sarana akomodasi bagi para pengunjung Kelimutu.

Selat Ombai jelang masuk pelabuhan Ende. Foto : Parlin Pakpahan.
Selat Ombai jelang masuk pelabuhan Ende. Foto : Parlin Pakpahan.

Dalam perhubungan darat, sering terjadi kecelakaan di daerah-daerah patahan yang menghubungkan Manggarai dan Ende. Di daerah patahan semacam ini, sudah saatnya jalan-jalan tsb diberi konstruksi khusus penahan patahan persis di bibir jurang setiap tikungan berbahaya. 

Maklumlah Flores adalah daerah pegunungan yang berundak-undak, sehingga jalanan yang kita akses pun selalu memiliki jurang terjal di sebelahnya. Selain itu juga perlu ditertibkan akomodasi dan transportasi kepariwisataan yang sudah mulai berkembang sekarang. 

Jangan sampai mereka seenak udelnya bermain tarif tanpa mau tahu harga pasar yang sesungguhnya. Singkatnya kontrol kepariwisataan sudah saatnya ditingkatkan seiring dengan semakin meningkatnya kunjungan wisata ke Kelimutu,

Tip Menuju Kelimutu

Dari Ende perjalanan menuju Obyek Wisata Kelimutu tidaklah sulit. Begitu tiba di airport Maumere di Ende via penerbangan Kupang - Ende. Desa Moni hanya berjarak 60-an Km dari Ende, bisa ditempuh kuranglebih 2 jam dengan Bus Umum. Sementara pelabuhan laut Ende dengan dengan kapal Ferry Kupang - Ende ditempuh kuranglebih 10 jam.

Jika memilih perjalanan darat Ende - Moni menumpang kenderaan umum, mintalah kepada sopir Bus untuk menurunkan Anda kurang lebih 1,5 Km sebelum desa Moni. 

Kemudian dari perhentian itu, Anda tinggal mendaki ke Kawah Kelimutu atau sewa kenderaan bermotor roda dua dari rental setempat. Kenderaan bermotor itu nanti dapat dititipkan di Pos Pengamatan Gunung Berapi dalam perjalanan mendaki tak jauh dari obyek wisata tujuan. 

Dengan cara demikian, apabila cuaca baik, Anda bisa PP Ende - Kelimutu pada hari yang sama. Juga Anda bisa berkenderaan roda empat dan kemudian parkir tak begitu jauh dari obyek wisata tujuan. 

Tapi ingat, jangan sampai lebih dari Pk. 11.00, sebab di atas waktu itu Anda tak dapat lagi melihat pemandangan apa pun kecuali gunung Kelimutu yang berselimutkan Kabut Tebal.

Yang termudah dari semuanya itu apalagi kalau bukan perjalanan udara dengan Helikopter. Dalam sebuah kunjungan kepresidenan pada 1984 yang lalu, sebuah landasan Helikopter dibangun tak jauh dari Kawah Kelimutu, dimana alm Presiden Soeharto pernah melakukan kunjungan bersejarah kesana. 

Landasan Helikopter itu masih terawat dengan baik sampai sekarang. Sejauh kocek Anda memadai, persewaan Helikopter bisa didapat dengan mudah di Kupang.

Hal penting lainnya untuk diingat baik-baik adalah pada hari Minggu, bus-bus umum diserbu turis lokal yang berwisata ke Kelimutu. Maka untuk menghindari berdesakan di kenderaan umum, sebaiknya Anda menyewa kenderaan bermotor roda dua maupun roda empat yang banyak disewakan di kota Ende.

Sekarang titik Koinara adalah titik pijak terdepan menuju Kelimutu. Kordinat itu berjarak hanya 14 Km saja dari Kelimutu. Sedangkan titik pijak jadul adalah Desa Moni tepat di perlintasan Trans Flores (Flores Timur - Labuan Bajo, Flores Barat). 

Kedua titik pijak ini sama saja, yaitu bersuasana damai dengan ciri yang tak lekang dari ingatan kita yaitu suara gemericik aliran air di persawahan Moni dan kicau burung-burung endemik Flores di titik pijak Koinara.

Kawah Kelimutu yang berwarna hitam ketika penulis berkunjung kesana. Foto : Parlin Pakpahan.
Kawah Kelimutu yang berwarna hitam ketika penulis berkunjung kesana. Foto : Parlin Pakpahan.

Desa Moni yang hening ini hanya ramai di musim pekan yang jatuh pada hari Selasa. Di pasar mingguan inilah Anda dapat membeli cindera mata khas Maumere seperti Sarung dan Selendang Maumere serta cinderamata lainnya yang berhiaskan kawah 3 warna itu.

Jangan lupa. apabila Anda merasa letih seusai mengunjungi Kawah Kelimutu, di lereng Kelimutu terdapat Pesanggrahan peninggalan Belanda yang cukup antik dan masih nyaman untuk dijadikan akomodasi. Kini sudah banyak akomodasi mulai dari yang mahal sampai yang klas backpacker.

Anda harus berani bertanya sebab sebagian pengusaha wisata disitu sekarang adalah pebisnis avontur yang bisa memanfaatkan ketidaktahuan Anda dengan harga jitak. 

Dan jangan pula lupa memesan Moke atau Sopi (semacam Arak) Khas Flores. Aromanya lembut dan begitu masuk hirup demi hirup ke kerongkongan kita, badan pun terasa hangat dan lama kelamaan musik Reggae yang berkumandang dari pesanggrahan terdengar semakin asyik. Itu pertanda keasyikan berwisata ke Kawah berwarna Kelimutu sudah tercapai.

Itulah Kelimutu. Itulah salah satu obyek wisata yang sangat mempesona ketika Anda menjejakkan kaki di pulau Flores.

Tak terasa waktu pun sudah mengingatkan penulis agar segera melanjutkan perjalanan marathon menuju Jakarta. Dan di depan sudah membayang Kabupaten Manggarai yang terkenal dengan kopi Arabica dan Robustanya itu. Dan di depannya lagi Labuan Bajo ujung Flores Barat darimana nanti saya akan menyeberang dengan ferry ke Sape, Sumbawa Timur.

Joyogrand, Malang, Wed'. Oct' 12, 2022

Kawah Kelimutu. Foto : astinsoekanto.com
Kawah Kelimutu. Foto : astinsoekanto.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun