Kembali ke MinyaKita sebagai salah satu penghadang kenaikan inflasi kita yang mulai merangkak sekarang sejak kenaikan BBM belum lama ini.
Meski sudah digelontorkan sejak Juli lalu, kesan di lapangan pendistribusiannya ternyata masih belum optimal. Pada kenyataannya masih banyak produsen yang baru mulai investasi untuk MinyaKita dengan penawaran domestic market obligation (DMO) sebesar 1,5 kali.
Untuk kebutuhan nasional, produksi minyak goreng harus dikonversi kurang lebih sekitar 327 juta liter per bulan. Sementara selama ini 125 juta liter dari nilai tsb dipasok oleh minyak goreng premium dan lainnya dalam bentuk curah (202 juta liter).
Untuk itu, dengan memberikan tawaran DMO untuk menarik investasi, diharapkan 202 juta liter dapat terkonversi menjadi minyak kemasan, salah satunya MinyaKita.
Keberhasilan MinyaKita sudah di depan mata, tapi matarantai logistik tidaklah mulus sebagaimana yang dibayangkan. Kalau kita jalan ke retailer medium seperti Indomaret dan Alfamaret, kita akan sulit menemui MinyaKita.
Sementara minyak goreng premium tetap melimpah seperti Bimoli kemasan 1 liter Rp21.500 dan kemasan 2 liter Rp46.400; Tropical kemasan 1 liter dengan harga promosi Rp 36.900 dari harga Rp39.900; Filma kemasan 2 liter dengan harga promosi Rp35.900 dari harga Rp47.100. Praktis hanya minyak goreng Camar yang kelas premium itu terlihat mendekati HET yakni Rp14.900 per liter, tapi itupun harga promosi dari Rp22.200.
Ketiadaan MinyaKita di retailer-retailer medium ini tidak hanya di kota Malang, tapi juga di Depok, Bekasi dan Tangerang. Anehnya, ketiganya justru dekat ke pusat kekuasaan dan perdagangan Jakarta.
Dalam konteks nasional, kita lihat dari info perdagangan terbaru dari bisnis.com, harga minyak goreng curah kemasan merek MinyaKita di Kendari, Sulawesi Tenggara, terpantau berada di level tertinggi yaitu Rp16.500 per liter atau melebihi harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 per liter.
Mengacu pada data early warning system (EWS) Kemendag, per Senin 12 Sept' ybl, sebenarnya harga MinyaKita mayoritas telah sesuai bahkan di bawah HET, tapi angka berbeda terlihat di wilayah Sulawesi.
Dari enam propinsi di Sulawesi, hanya Sulawesi Tengah yang memiliki harga MinyaKita di bawah HET, yakni Rp13.667 per liter. Sementara propinsi lainnya yaitu di Sulawesi Selatan harganya Rp14.167 per liter, Sulawesi Utara Rp14.500 per liter, dan tertinggi di Sulawesi Tenggara atau Kendari Rp16.500 per liter, sedangkan Sulawesi Barat belum ada harga yang tertera.
Di kota Malang harga MinyaKita sudah sesuai acuan HET, Rp14.000 per liter. Yang disesalkan, untuk mendapatkan MinyaKita itu sulit lantara MinyaKita hanya ada di titik-titik tertentu yang tak banyak seperti minimart milik pondok pesantren tertentu seperti Bahrul Maghfiroh di Lowokwaru, padahal di samping retailer medium seperti Indomaret dan Alfamart, di kota Malang misalnya cukup banyak terdapat grosiran-grosiran lokal. Mengapa di grosiran semacam ini tidak ada MinyaKita.