Bahkan Batu yang tadinya hanyalah sebuah kecamatan dan kemudian dikota-kan dalam rangka pemekaran daerah di masa pemberlakuan Otda yang riuh itu sudah pesat perkembangannya sekarang ini, khususnya perkembangan di sektor pariwisata.
Di alam merdeka ini, warga kota Malang justeru selalu merasa kesulitan dalam meningkatkan taraf hidupnya. Tak heran cukup banyak warga kota Malang yang eksodus ke kota-kota lain untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
Kalaupun ada penghasilan kota Malang dari sektor pendidikan, paling jauh dari jasa akomodasi dan sekadar makan-minum mahasiswa, selebihnya ya di sektor perdagangan kota yang didominasi sektor informal, sedangkan sektor formalnya paling banter diisi para dosen, guru-guru dan tenaga layanan kesehatan masyarakat dan sekadar karyawan swasta yang bekerja di sektor formal yang terbatas jumlahnya itu.
Maka Ketika Pemkot Malang banting setir pada 2018 untuk menghidupkan kembali kehidupan kota dari sektor lain, khususnya pariwisata, ini tentu sesuatu yang menjanjikan, karena kota Malang pada dasarnya adalah kota wisata.
Warga kota Malang sekarang bersudut pandang baru bahwa kota pendidikan yang sudah terwujud hanya bisa dewasa apabila ia masuk kedalam sektor pariwisata kota yang bertali-temali dengan sektor kepariwisataan dan sektor agri bisnis di seantero Malang Raya yang luas itu.
Kini Pemkot Malang serius merancang konsep wisata sejarah di kota Malang. Kota Malang sudah panjang sejarahnya dan sejarah itu, khususnya legacy Belanda, kini diangkat kedalam konsep kepariwisataan. Pemkot Malang terus menggenjot pertumbuhan wisatanya dengan memanfaatkan legacy tempo doeloe yang ada dengan gebrakan pertama pembangunan Kajoetangan Heritage di downtown Malang yang hingga kini tengah berproses.
Pembangunan ini berangkat dari "Bouwplan", sebuah istilah Belanda yang artinya Construction Plan atau Rencana Pembangunan Fisik, yang sudah dikembangkan sejak awal abad 19. Dengan kata lain, Kota Malang itu bertumbuh besar atas hadirnya Bouwplan I hingga VIII di masa Hindia Belanda.
Bouwplan meliputi 8 tahap perencanaan Kota Malang periode 1914-1940 masa Hindia Belanda. Perancangnya adalah arsitek Belanda Herman Thomas Karsten. Konsep perencanaannya terinspirasi dari gunung-gunung di sekelilingnya serta Sungai Brantas yang membelah kota.