Bagaimanapun, langkah Kapolri patut diapresiasi. Beliau terkesan kuat sudah siap dengan segala konsekuensi jabatan yang bakal dihadapinya.
Kita sekarang hanya dapat berharap kepada Presiden RI selaku orang nomor satu di negeri ini dan publik luas untuk tetap mengawal Kapolri agar kasus ini dapat berjalan fair dan adil seadil-adilnya dalam persidangan nanti.
Dalam konteks ini kita sebaiknya melongok terlebih dahulu KY atau Komisi Yudisial kita yang kemarin 24 August 2022 ybl ultah ke-17. Dalam perjalanan waktu 17 tahun, KY tentu sudah cukup banyak melihat bagaimana berjalannya peradilan di negeri ini.
Gagasan pembentukan Komisi Yudisial muncul lantaran adanya ketidakberesan hukum di masa Orba, sehingga banyak oknum hakim dan jaksa yang tidak independen ketika itu. Ini terus terbawa hingga awal reformasi.
Masalah paling serius di sini adalah apa yang disebut "Mafia Pengadilan" sehingga hakim, jaksa, dan polisi itu bisa disetir, bisa dikooptasi oleh kekuatan di luar dirinya dengan melalui kongkalikong di pengadilan.
Masalahnya KY yang pada awalnya adalah lembaga besar dan kuat, tapi dalam perjalanan waktu mengalami pengerdilan sistematis, di antaranya judicial review UU KY pada 2006.
Mengutip Kepala Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar, pemohon judicial review adalah hakim yang meminta kekuasaan KY dikerdilkan, yaitu 34 hakim agung, di antaranya Paulus Effendi Lotulung, Andi Syamsu Alam, Akhmad Kamil, Abdul Kadir Mappong, Iskandar Kamil, Harifin Tumpa, Muchsin, Valerine JLK, Dirwoto, Abdurrahman, Mansur Kertayasa, Rehngena Purba, Hakim Nyak Pha, Hamdan, Imron Anwari, M Taufiq, Imam Harijadi, Abbas Said, Djoko Sarwoko, Atja Sondjaja, Imam Soebchi dan Marina Sidabutar.
Menurut Zainal, pengerdilan KY itu berlanjut terus-menerus. Salah satunya dengan membatalkan kewenangan KY menyeleksi hakim di pengadilan tingkat pertama [....[ KY harus mengumpulkan kembali tafsir autentik KY dalam amendenen, demikian kata Zainal Arifin Mochtar.
Apa yang diungkapkan pakar hukum tata Negara UGM di HUT ke-17 KY ini sungguh memprihatinkan. Meski demikian, dilihat dari respons cepat Kejagung ketika menerima berkas Sambo belum lama ini, dimana mereka sudah menyiapkan puluhan Jaksa untuk memberondong kasus Sambo, maka tentu penyiapan hakim pun harus didorong publik.
Dengan kata lain kalau para Hakim Agung sudah mempreteli KY seperti terurai di atas, maka tidaklah salah kalau kini giliran publik luas yang perlu didorong Menkopolhukam untuk menekan MA agar bisa menyiapkan Hakim yang berintegritas tinggi dalam pengadilan Sambo dkk, jangan seperti pengadilan dagelan selama ini dimana jatuhnya vonis Hakim sungguh tak berkeadilan, bahkan ada buron yang sulit ditangkap kepolisian, karena buron tersebut ibaratnya sembunyi di bunker di bawah gedung MA itu sendiri.
Independensi hakim yang seringkali tidak sesuai dengan harapan itu seyogianya sudah ada dalam perhatian MA terkait bersih-bersih institusi kepolisian sekarang ini. Independensi Hakim tidak bisa berdiri sendiri, tapi harus berdampingan dengan Integritas Hakim. Semakin berintegritas seorang Hakim, maka ia akan semakin Independen.