Tempo kali ini "masuk angin", kata Meilanie. Tempo edisi terbaru terasa seperti mengambil posisi sebagai jubir Korps Baju Coklat. Tempo nyaris menelan bulat-bulat informasi polisi tanpa mengimbanginya secara proporsional dengan informasi-kontra, khas jurnalis. Contohnya, lanjut Meilanie, Tempo secara detail menuliskan kesaksian KM yang mengaku memergoki Brigadir J memegang bahu PC.Â
Dan peristiwa-peristiwa lain yang menggiring persepsi bahwa Brigadir J benar melecehkan PC di rumah Magelang. Lalu info tentang keterangan PC yang berubah-ubah tapi intinya meng-klaim dilecehkan Brigadir J di Magelang. Lalu PC lapor FS dan Brigadir J pun didor pada 8 Juli lalu di Duren Tiga Jakarta. Publik tentu sudah hafal skenario tsb (lih t.ly/nMqz). Â
Celakanya lagi Tempo sama sekali "tidak menyinggung" kesaksian Bharada E yang disampaikan ke ex-lawyer Deolipa, bahwa pada Rabu malam 6 Juli di Magelang, PC dan FS cekcok saat merayakan wedding anniversary mereka. Akibatnya FS pulang duluan ke Jakarta dengan pesawat Kamis pagi didampingi Ajudan bernama Deden.
Tempo tidak berusaha mengkroscek kesaksian adik Brigadir J yang disampaikan ke pengacara Kamaruddin Simanjuntak bahwa di Magelang, PC sempat memotret Brigadir J yang sedang menyeterika baju anak PC dan mengirim foto tersebut ke adik Brigadir J via WhatsApp sambil memuji-muji Brigadir J yang dikatakannya "multitalenta".Â
PC juga membujuk adik Brigadir J untuk datang ke Magelang menghadiri perayaan wedding anniversary tsb.
Kronologi/Timing WhatsApp antara adik Brigadir J di Jambi dan PC di Magelang bisa menjadi petunjuk penting untuk meng-kroscek benarkah Brigadir J melecehkan PC di Magelang pada tanggal 7 Juli, sehari sebelum kembali ke Jakarta? Itulah petunjuk terpenting yang seharusnya "mudah" didapat.
Pertanyaannya mengapa naluri jurnalis Tempo mendadak tumpul dalam laporan investigatif kali ini? Seiring dengan itu juga perlu dipertegas mengapa para vokalis DPR RI dan para influencer seperti DS, AA dan sebangsanya tidak begitu care dengan kasus Brigadir J ini. Apakah ini semua ada hubungannya dengan aliran utm (uang tutup mulut) yang dialirkan dari Kerajaan FS. He He ..
Dilihat dari situasi di balik layar. Sebagai Kadiv Propam, Ketua Satgassus Merah Putih sekaligus Kaisar Bayangan di markas Polri, sudah pasti FS mengetahui "rahasia-rahasia gelap" para petinggi korps baju coklat. Dia tentu menggunakan efek dongkrak dari "rahasia hitam" itu untuk mengancam banyak pihak.
Yang menjadi kekhawatiran besar disini adalah win-win solution dengan menyorong lebih jauh skenario pelecehan seksual di Magelang, berhubung skenario Duren Tiga Jakarta gagal total.
Benar FS dijerat pasal 340 pembunuhan. Tapi mungkin dia akan dapat "vonis ringan" karena isterinya dilecehkan korban. Dia pun akan dielu-elukan sebagai pahlawan yang membela martabat dan kehormatan keluarga, meski FS adalah putera Toraja yang tak mengenal budaya membunuh sesama atas nama martabat dan kehormatan keluarga.
Apakah ini "solusi" akhir agar kasus Brigadir J tak makin merembet kemana-mana. Dengan kata lain win-win solution adalah demi "kepentingan yang jauh lebih besar".